Oleh : Ummu Hayyan, S.P. (Pegiat Literasi)
Sungguh miris, kriminalitas makin marak terjadi. Fakta terbaru adalah kasus pembunuhan dan mutilasi di Ciamis.
Tarsum (41), membuat geger dan ketakutan warga di Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Ciamis, Jawa Barat. Tarsum membunuh dan memutilasi istrinya, Yanti (40) hingga menawarkan jasad itu kepada warga di sekitar.
Dirangkum detikcom, Minggu (5/5/2024), peristiwa mengerikan itu terjadi pada Jumat (3/5) pagi sekitar pukul 07.30 WIB. Kapolres Ciamis AKBP Akmal membenarkan peristiwa pembunuhan tersebut. Akmal menyebut aksi sadis pelaku dilakukan di sebuah jalan kampung.
"Kejadiannya kurang lebih pukul 07.30 WIB. Kejadiannya di jalan Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol. Petugas kami mendapat laporan dari masyarakat dan langsung ke TKP. Barusan selesai olah TKP," ujar Akmal di lokasi.
Aksi Tarsum menawarkan jasad mutilasi istrinya kepada warga itu terekam video amatir. Warga dibuat ketakutan hingga berlarian saat Tarsum berkeliling menawarkan jasad istrinya itu.
Warga kemudian melaporkan kejadian ini kepada aparat kepolisian. Tarsum ditangkap oleh TNI dan polisi yang dibantu warga. (detikNews.com)
Sementara itu, Kepala Satuan Reskrim Polres Ciamis Ajun Komisaris Joko Prihatin mengatakan, pihaknya telah memeriksa tujuh saksi. Para saksi meliputi kerabat dan tetangga korban.
Ia memaparkan, pelaku diduga mengalami depresi karena faktor kondisi ekonomi. Usaha ternak kambing miliknya mengalami penurunan drastis. Padahal, dia memiliki utang sekitar Rp 100 juta di bank. (Kompas.id)
Di Jabar, tewasnya Y menambah panjang daftar perempuan korban kekerasan. Kasus kekerasan terjadi ribuan kali setiap tahun. (Kompas.id)
Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Jabar sepanjang 2023 mencapai 1.128 kasus dengan jumlah korban 1.151 orang. Kota Bandung memiliki jumlah kasus tertinggi, 234 kasus.
Pada tahun 2024, dari Januari hingga April, terjadi 220 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korban mencapai 224 orang. Kasus tertinggi dalam empat bulan terakhir ini ada di Kabupaten Bekasi dengan 36 kasus.
Ribuan kasus tersebut hanyalah secuil fakta yang dipublikasikan di media. Adapun kriminalitas yang tidak muncul di media massa, tentu lebih banyak lagi. Kondisi ini tentu membuat masyarakat miris. Betapa tidak, kriminalitas begitu merebak di masyarakat, baik jumlah maupun jenisnya makin meningkat. Tindakan pelaku juga makin sadis.
Kondisi tidak aman ini jelas menimbulkan kengerian di masyarakat. Mereka waswas akan keamanan dirinya, keluarganya, dan hartanya. Warga pun harus mengamankan sendiri nyawa dan hartanya.
Akar Masalah Tingginya Kriminalitas
Kini, perkara-perkara sepele bisa berujung penganiayaan dan pembunuhan. Salah paham, cemburu, utang, dsb., bisa berujung hilangnya nyawa. Tidak sekadar dibunuh, jasad korban bahkan dimutilasi dengan sadis seolah-olah pelakunya bukan manusia.
Dari berbagai motif, tampak bahwa salah satu penyebab terjadinya kriminalitas adalah lemahnya keimanan dan ketakwaan individu. Sekularisasi yang terjadi dalam kehidupan kita membuat orang enteng saja melakukan tindak kriminal, bahkan hingga menghilangkan nyawa orang lain.
Kehidupan sekuler membuat orang tidak takut dosa dan azab neraka. Mereka tidak takut murka Allah Swt. ketika melakukan maksiat, bahkan yang terkategori dosa besar semisal pembunuhan. Mereka lebih takut dipenjara daripada siksa neraka.
Inilah akibat kehidupan kita yang sekuler, jauh dari aturan agama. Tidak ada fungsi pencegahan pada diri individu dari berbuat kriminal karena lemahnya keimanan dalam hatinya. Bayangan surga neraka seolah merupakan sesuatu yang jauh dari realitas kehidupan. Sungguh menyedihkan.
Selain itu, penerapan kapitalisme di negara ini telah menghasilkan kemiskinan yang meluas. Alhasil, banyak orang yang terlilit hutang demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat terlilit hutang itulah, orang bisa depresi dan berani berbuat penganiayaan yang kejam.
Namun, satu hal yang juga menjadi penyebab maraknya kriminalitas adalah lemahnya penegakan hukum. Banyak kasus kriminalitas yang lenyap begitu saja karena masyarakat enggan melapor. Sudah tenar di negeri ini bahwa berurusan dengan aparat keamanan akan membutuhkan biaya besar dan proses yang berbelit, sedangkan urusan belum tentu selesai. Hingga ada ungkapan, “Kehilangan ayam, jika lapor aparat, bisa menjadi kehilangan sapi.” Ini merupakan tamsil rendahnya penegakan hukum di tengah masyarakat.
Selain itu, hukum yang ada tidak menjerakan pelaku kriminalitas. Istilah “penjahat kambuhan” menjadi bukti bahwa pelaku kejahatan tidak jera di penjara, bahkan bisa makin lihai berbuat kejahatan karena bertemu dengan penjahat lainnya. Hukuman terhadap pelaku kriminalitas tidak membuat mereka jera, bahkan bisa beraksi lagi selepas dipenjara.
Inilah realitas penerapan hukum kufur. Sistem sanksi sekuler tidak akan berhasil menghentikan kriminalitas karena mandul mewujudkan efek jera terhadap pelaku. Sudahlah sanksinya lemah, banyak oknum aparat juga “mudah dibeli” agar pelaku bisa lepas dari jerat hukum.
Akibatnya, masyarakat tidak mendapatkan rasa aman dalam kehidupannya. Warga selalu waswas terhadap keselamatannya karena para pelaku kriminalitas berkeliaran siap memangsa harta dan nyawa. Dengan demikian, terbukti bahwa sistem hukum sekuler gagal memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa keamanan.
Solusi Islam
Sistem Islam memiliki lapisan-lapisan yang bekerja efektif untuk mewujudkan rasa aman bagi masyarakat. Pada tataran individu, negara akan membina kepribadian individu rakyat sehingga menjadi sosok yang bertakwa. Negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, juga mengutus para dai ke berbagai penjuru negeri untuk mengajarkan akidah dan syariat Islam di tengah masyarakat. Ketakwaan menjadi pencegah individu berbuat kriminal.
Pada tataran masyarakat, negara menyejahterakan penduduknya dengan memenuhi kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dengan demikian, dorongan berbuat kriminal akan tercegah.
Dua hal tersebut adalah solusi dalam menyelesaikan kriminalitas pada aspek preventif. Adapun pada aspek kuratif, negara menerapkan sistem sanksi yang tegas dan adil. Sanksi dalam sistem Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa pelaku) dan zawajir (pencegah orang lain berbuat yang serupa).
Sanksi bagi pelaku kriminal tidak selalu penjara sebagaimana dalam sistem sekuler, melainkan disesuaikan dengan jenis kejahatannya. Misalnya, qishash adalah hukuman untuk pembunuhan yang disengaja.
Firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah: 178,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh.”
Dalam sistem Islam, memang tetap ada penjara, tetapi realitasnya berbeda dengan penjara dalam sistem sekuler. Penjara dalam sistem Islam, selain memberikan hukuman untuk mewujudkan efek jera, juga berisi pembinaan kepribadian dengan pemahaman Islam sehingga orang yang ada di dalamnya terdorong untuk tobat nasuha. Hal ini mencegah pelaku mengulangi kejahatannya.
Demikianlah, dengan penerapan sistem sanksi yang adil dan tegas tersebut, kriminalitas bisa terselesaikan dan rasa aman bagi rakyat pun akan bisa terwujud. Wallaahu a'lam bish-shawwab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar