Lupakan Demokrasi, Fokus pada Perjuangan Islam


Oleh: Nur Hidayati

Sidang sengketa pilpres 2024 masih terus berlanjut. Rakyat masih banyak yang berharap akan adanya keadilan di negeri ini. Mereka seakan-akan lupa, dari setiap pergantian pemimpin di negeri ini tak pernah ada satupun perubahan yang berarti. Mirisnya, setiap pergantian pemimpin semakin menambah kesengsaraan rakyat yang selalu berharap akan adanya perubahan dalam hidup mereka. Betapa tidak, sebelum memegang jabatan banyak janji-janji manis yang ditawarkan oleh para calon pemimpin tersebut. Tapi setelah tujuannya tercapai menjadi pemimpin, janji tinggallah janji tak ada yang ditepati, mereka tiba-tiba menjadi amnesia.

Pilpres bagaikan drama yang sudah ada skenarionya, bagi yang jeli akan permainan politik di negeri ini, mereka sudah dapat menerka siapa pemenangnya nanti. Inilah demokrasi, seperangkat aturan yang dibuat oleh manusia. Tak bisa dipungkiri jika manusia adalah mahluk yang terbatas. Aturan yang dibuatnya untuk selalu berubah-ubah sesuai keinginan dan kebutuhan si pembuat aturan. Demokrasi buatan manusia, tentu saja banyak kekurangannya dan berpihak pada satu golongan dan selalu mencari keuntungan. 

Sesungguhnya sistem demokrasi itu curang, pertama curang dalam segi asas. Kedua curang dalam hal kedaulatan dan kekuasaan. Dan yang ketiga curang dalam hal keberpihakan. 

Perbedaan mendasar antara demokrasi dan sistem Islam adalah demokrasi dibuat oleh manusia, sedangkan dalam sistem Islam aturan dibuat oleh Allah. Seperti firman Allah SWT dalam surat Al An'Am ayat 57 yang artinya "Sungguh hak membuat hukum hanyalah milik Allah."

Karena itu, siapapun yang menerapkan hukum yang bukan berasal dari Allah, maka ia termasuk orang kafir, fasik, atau zalim. Seperti yang tercantum di dalam Al Quran surat Al An Am ayat 44, 45, dan 47. Dalam ayat 44 dijelaskan "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir". Dan di ayat 45 dijelaskan bahwa "Maka mereka adalah orang-orang yang zalim". Sedangkan di ayat 47 berbunyi "Maka mereka adalah orang-orang fasik."

Dalam Islam ada dua pilar politik, yaitu kedaulatan di tangan Allah dan kekuasaan di tangan umat. Pilar yang pertama menjadikan seorang pemimpin tidak bisa dipilih sembarangan apalagi secara terstruktur. Mereka dibaiat menjadi seorang pemimpin untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan Al Quran dan as Sunnah. Kita sebagai umat Islam mempunyai kewajiban untuk beramar makruf nahi mungkar dan yang terpenting hal ini ditujukan untuk penguasa, sebab kemungkaran penguasa jika tidak dicegah akan berdampak buruk bagi jutaan rakyatnya.

Sebagai seorang muslim sungguh tak pantas kita berharap kepada demokrasi, karena tidak mungkin demokrasi bisa menyelesaikan semua permasalahan umat saat ini. Mulai sekarang kita harus fokus pada perjuangan Islam dengan membangun partai politik Islam dan intens melakukan dakwah, terus menyuarakan opini-opini tentang Islam dan meraih kekuasaan melalui jalan umat. 

Wallahu a'lam bishowab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar