Pajang Foto: Cegah Perselingkuhan di Lingkungan Kerja?


Oleh : Anita S.M (Aktivis Dakwah Muslimah)

Perwakilan Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Kaltim, Marliana mengungkapkan persoalan kekerasan perempuan tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat biasa. Namun juga di kalangan aparatur sipil negara (ASN). Dari sejumlah kasus, banyak dari korban perempuan yang merupakan istri dari ASN cenderung tidak berani melapor karena khawatir akan memengaruhi nama baik keluarga dan berdampak pada jabatan suami.

Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita menyebut Pemprov Kaltim telah melaksanakan program pencegahan perselingkuhan di lingkungan ASN. Salah satunya dengan mewajibkan memasang foto keluarga di tempat kerja. (Kaltimpost, 28/04/24)

Jumlah ASN di Indonesia saat ini sekitar 4,3 juta jiwa. Dibandingkan dengan 172 kasus perselingkuhan yang ada, persentasenya memang sangat kecil. Namun, hal kecil ini justru perlu diwaspadai karena suatu kesalahan, apabila dibiarkan, akan menjadi pemakluman. Kemudian akan berubah menjadi kebiasaan dan bisa menjamur di semua kalangan. Munculnya satu kasus saja, sudah perlu perhatian. 

Kalau sudah ratusan, berarti alarm merah, menandakan aturan yang dibuat tidak berhasil membuat jera para pelaku. Meskipun ancamannya adalah penurunan jabatan fungsional atau pemecatan, nyatanya tidak menyurutkan keinginan untuk berselingkuh.

Kalau kita renungkan, ASN itu sejatinya adalah panutan masyarakat. Mereka yang menjadi ASN dipercaya memiliki budi pekerti yang luhur, jujur, taat dan disiplin. Siapa sangka, pujian yang disematkan itu tidak mampu menahan keinginan mempraktikkan cinta terlarang itu.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan perselingkuhan adanya kesempatan yang terbuka untuk dapat berduaan, menjadi salah satu pemicu perselingkuhan. Bisa karena perjalanan dinas, tugas bersama karena tuntutan pekerjaan hingga terjadi pertemuan yang lebih intens di antara dua makhluk berbeda jenis kelamin , baik satu instansi ataupun beda instansi. Maka jika diperhatikan, perselingkuhan yang terjadi baik dari kalangan ASN ataupun masyarakat umum lainnya bermula dari interaksi pergaulan yang tidak berarah atau pergaulan yang tidak dibatasi oleh norma agama. Hal itu mengakibatkan pasangan tidak lagi menghargai pernikahan yang sudah dibangun termasuk menghargai dan menghormati pasangan hidup mereka yang sudah terikat dalam sebuah ikatan pernikahan.

Adanya kesempatan tidak akan menjadi peluang jika dalam diri setiap manusia mempunyai alarm tetang hubungannya dengan Sang Pencipta. Lantas apa yang membuat perselingkuhan ini marak terjadi?

Debbie Layton-Tholl mengungkapkan bahwa perselingkuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang sudah menikah pada dasarnya bukan karena untuk mencari kepuasan seksual semata. Persentase terbesar (90%) perselingkuhan terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan emosional pasangan. Jika sampai pada hubungan seksual, maka itu bukanlah yang utama. Perilaku seksual yang sering mewarnai affair ataupun perselingkuhan sering hanya merupakan sarana untuk memelihara dan mempertahankan affair tersebut, bukan menjadi alasan utama.


Pangkalnya adalah Liberalisme

Tidak dimungkiri terlepas dari banyaknya faktor perselingkuhan yang terjadi dari dulu hingga sekarang. Semua itu berasal dari aturan kehidupan yang di adopsi umat hari ini yakni sistem Liberalisme atau paham kebebasan yang telah mengubah arah pandang manusia terhadap hubungan laki-laki dan perempuan. Mereka memandang interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan pandangan seksual semata. Termasuk di dunia kerja, interaksi laki-laki dan perempuan yang tanpa batasan sering mengakibatkan perselingkuhan dan perzinaan. Ditambah lagi, minimnya pemahaman agama sehingga tidak ada kontrol diri agar menahan hawa nafsu di mana pun berada. Tabaruj, khalwat, dan ikhtilat menjadi hal yang biasa terjadi di tengah umat. Wajar jika perselingkuhan tumbuh subur di negeri sekuler kapitalisme ini.

Perselingkuhan banyak menimpa ASN tidak bisa dicegah dengan memasang foto pasangan atau keluarga. Belum lagi paparan pornografi dan pornoaksi yang kian mudah di akses melalui gawai dari berbagai media. Hal ini semakin menstimulasi naluri seksual pada diri manusia. Mendorong manusia untuk memenuhinya tanpa peduli nilai-nilai agama.


Rasulullah ï·º Melarang Keras Perselingkuhan

Perselingkuhan seringkali terjadi karena adanya pertemuan atau komunikasi intens dengan lawan jenis yang bukan pasangannya. Kadang berawal dari curhat, selanjutnya saling memberi perhatian hingga saling tergoda. Di dalam Islamm sangat jelas bahwa hukum menggoda suami atau istri orang adalah haram. Hal ini termasuk dosa takhbib (merusak ikatan pernikahan sah). Nabi Muhammad saw. juga berpesan tegas terkait hal ini. 

Dalam banyak hadis, Rasulullah saw. memberikan ancaman keras untuk pelanggaran semacam ini, di antaranya terekam dalam hadis dari Abu Hurairah, ”Bukan bagian dariku seseorang yang melakukan takhbib terhadap seorang wanita, sehingga ia melawan suaminya.” (HR Abu Daud). Dalam hadis lain juga ada peringatan untuk para suami, juga dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya, maka ia bukan bagian dariku.” (HR Ahmad).

Abu Daud Adzim Abadi menjelaskan, takhbib secara bahasa artinya menipu dan merusak, yaitu dengan menyebut kejelekan seorang suami di hadapan istrinya atau kebaikan lelaki lain di depan wanita itu. (Aunul Ma’bud, 6/159). Sementara itu, Ad-Dzahabi mendefinisikan takhbib sebagai perusak hati wanita, ”Merusak hati wanita terhadap suaminya.” (Al-Kabair, hlm. 209).

Dalam Fatwa Islam, takhbib adalah usaha memisahkan wanita yang dari suaminya. Takhbib tidak hanya berbentuk memengaruhi si wanita agar menuntut cerai dari suaminya. Yang juga termasuk takhbib adalah ketika seseorang memberikan perhatian, empati, menjadi teman curhat terhadap wanita yang sedang ada masalah dengan keluarganya.


Pernikahan menurut Islam

Islam memandang pernikahan adalah ibadah. Siapa pun yang menikah, mereka telah berjanji untuk saling memenuhi dan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sebagai suami istri.

Islam juga menyebut pernikahan sebagai mitsaqan ghalidza (perjanjian agung) yang tidak bisa dimain-mainkan (lihat QS An-Nisa: 21). Pernikahan dalam Islam bukan hanya mengenai meraih kesenangan antara suami istri. Lebih dari itu, pernikahan adalah tujuan mulia dan suci yang harus dijaga dalam kehidupan bermasyarakat.

Standar kebahagiaan seorang muslim adalah rida Allah Taala, bukan materi semata. Walhasil, suami istri akan berlomba-lomba memenuhi hak pasangannya dengan melaksanakan kewajiban yang telah Allah tetapkan pada mereka. Sang istri akan taat pada suami dan optimal dalam pelayanannya; sang suami pun akan gigih bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menjadi pelindung bagi mereka.

Kehidupan berumah tangga yang dibangun berlandaskan agama akan menghadirkan pernikahan yang samara (sakinah, mawadah, rahmah). Sakinah adalah ketenteraman, ketenangan dan kebahagiaan. Mawadah menurut Ibnu Katsir adalah al-mahabbah (rasa cinta) yang tulus dari suami dan istri. Rahmah adalah kasih sayang. Semua itu akan terhimpun dalam bangunan keluarga muslim. Wajar jika dalam Islam, sangat jarang, bahkan tidak akan ditemukan fenomena perselingkuhan yang marak seperti saat ini.

Begitu pula kelas ekonominya, tidak menjadi masalah dalam berumah tangga sebab setiap pasangan yakin Allah telah menetapkan rezeki bagi hamba-Nya. Bukankah ini yang akan mendatangkan kuatnya ikatan pernikahan?


Islam Menghilangkan Perselingkuhan

Sistem kehidupan sekuler menciptakan fenomena perselingkuhan, sedangkan sistem kehidupan Islam akan menjaga keutuhan keluarga sekaligus mengukuhkan bangunannya. 

Islam tidak hanya mewajibkan para pasangan untuk menjaga keberlangsungan pernikahan, melainkan juga mewajibkan masyarakat, bahkan negara, untuk turut menjaga ikatan pernikahan.

Masyarakat akan menjadi alat kontrol efektif dalam menjaga ikatan pernikahan. Mereka tidak akan tinggal diam jika ada perempuan dan laki-laki yang berkhalwat. Mereka pun akan bertindak (amar makruf nahi mungkar) pada mereka yang tidak sempurna menutup aurat sebab hal demikian bisa merangsang jinsiah lawan jenisnya.

Sebagai pelindung umat, negara wajib menjadi pihak terdepan dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Negara akan dengan ketat memberlakukan sistem sosial yang sesuai syariat. Kehidupan laki-laki dan perempuan yang pada dasarnya infishal (terpisah) sehingga interaksi mereka akan terbatas pada hal tertentu, seperti kesehatan, peradilan, jual beli, dll.

Negara pun akan benar-benar memperhatikan media agar yang sampai pada umat adalah kebaikan, bukan yang membangkitkan syahwat. Inilah yang juga menjaga suasana keimanan masyarakat. 

Sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam akan menciptakan individu-individu yang bersyahsiah Islam. Tidak akan ada yang nekat merusak rumah tangga orang lain, menjadi PSK ataupun sugar baby sebab semua itu melanggar syariat. Sang istri akan menjalankan fungsinya sebagai ummun warabbatul baiti, sang suami akan menjalankan fungsi qawwamah-nya.

Begitu pun sistem ekonomi dan sanksi. Negara akan benar-benar memperhatikan kesejahteraan rakyatnya agar tidak ada perempuan yang terpaksa ikut membantu ekonomi keluarga. Istri akan fokus mengurus anak dan rumahnya. Sedangkan sistem sanksi oleh negara akan sangat tegas, termasuk bagi para pezina, yaitu rajam, bahkan hingga mati. Bukankah semua ini membuat orang takut melanggar syariat dan akan mengantarkan pada masyarakat yang bermartabat?


Kesimpulan

Hanya sistem Islam yang mampu secara hakiki melindungi keutuhan rumah tangga. Fenomena perselingkuhan ini pun hanya terjadi dalam masyarakat sekuler. Pasangan suami istri, akan faham agama sehingga mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing sehingga sangat minim perselingkuhan terjadi ketika pasangan suami istri mengetahui hak dan kewajibannya. Begitu juga dengan, masyarakat, dan negara yang berusaha untuk menjaga keutuhan keluarga. Karena dari keluarga samaralah akan dan terlahir generasi yang siap membangun peradaban mulia. Wallahualam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar