Kapitalisme : Kelaparan dan Keniscayaan yang Menyakitkan


Oleh : Wahyuni Mulya (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Jumlah penduduk dunia yang menghadapi kerawanan pangan akut melonjak menjadi sekitar 282 juta orang pada 2023. Organisasi Pangan Dunia atau FAO yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengungkap bahwa kelaparan akut terjadi di 59 negara atau wilayah. 1 dari 5 orang di satu negara terdeteksi mengalami kelaparan akibat permasalahan pangan akut.

Jumlah penduduk dunia yang berada di ambang kelaparan juga meningkat menjadi lebih dari 700.000 orang pada tahun lalu, hampir dua kali lipat dari angka yang tercatat pada 2022. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya cakupan laporan tentang konteks krisis pangan serta penurunan tajam dalam ketahanan pangan, terutama di Jalur Gaza dan Sudan.

Situasi saat ini di Jalur Gaza menyumbang 80% masyarakat yang menghadapi kelaparan di dunia, bersama dengan Sudan Selatan, Burkina Faso, Somalia dan Mali. Menurut prospek masa depan GRFC 2024, sekitar 1,1 juta orang di Jalur Gaza dan 79.000 orang di Sudan Selatan akan berada dalam bencana pangan (IPC/CH Fase 5) pada Juli 2024, sehingga total orang yang diproyeksikan dalam fase bencana kelaparan ini menjadi hampir 1,3 juta. Lebih dari 281,6 juta orang, atau 21,5 persen dari populasi yang dikaji dalam laporan itu, menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang tinggi di 59 negara dan kawasan tahun lalu.

Saat ini Rafah menjadi tempat tinggal sementara 1,5 juta pengungsi Gaza. Sekitar tiga perempat juta ialah anak-anak diliputi bencana kelaparan dan malnutrisi.


Keniscayaan yang Menyakitkan

Bencana kelaparan dan malnutrisi akut pada anak-anak Gaza yang menyebabkan kematian terus meningkat sesungguhnya merupakan kegagalan internasional melindungi umat manusia. Pejuang Palestina dalam pernyataannya mengatakan kelaparan sistematis dan hilangnya bantuan kemanusiaan bagi rakyat adalah pilar perang zionis di Gaza. Apa sebenarnya peran WHO atau UNICEF sebagai lembaga internasional untuk mengatasi masalah ini?

Wilayah Gaza ialah tempat terjadinya sebuah genosida sistematis. Anak-anak Gaza sebagai bagian dari korban, para penguasa dunia hanya menonton. Kelaparan yang terjadi merupakan bagian dari agresi dan blokade, tidak terpisah dari tindakan militer yang bertujuan memusnahkan masyarakat Gaza. Artinya, mustahil lembaga internasional bisa mengatasi kelaparan dan malnutrisi pada anak-anak di sana. Kondisi itu merupakan sebuah rencana sistematis yang telah diumumkan di hadapan umat Islam dan dunia. Tujuan akhir dari kelaparan buatan dan genosida sistematis tidak lain untuk menundukkan rakyat Gaza agar menyerah pada solusi Amerika.


Mungkinkah ada Kesejahteraan?

Sistem ekonomi kapitalisme tidak memiliki mekanisme menjamin kesejahteraan rakyat. Sedikitnya lapangan kerja dan rendahnya upah menjadi wajah sistem ini. Rakyat diminta berjuang sendiri untuk bisa sekedar makan. Akibatnya terjadi kesenjangan kesejahteraan. Sistem kapitalisme juga meniscayakan penguasaan sumber daya alam (SDA) di berbagai negara miskin dan berkembang melalui penjajahan gaya baru. 

Solusi atas kelaparan dan malnutrisi yang terjadi saat ini ialah kemauan yang kuat dari umat Islam untuk memperjuangkan tegaknya institusi Islam. Hal itu akan membebaskan tanah dan mengembalikan kekayaan umat Islam. Inilah solusi nyata yang akan mengakhiri pertumpahan darah dan kelaparan yang menimpa umat.

Islam memiliki sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu. Konsep kepemilikan dalam Islam menjadikan pengelolaan SDA oleh negara yang akan menjadi sumber pemasukan untuk memberikan layanan publik berkualitas dan gratis.

Penguasaan SDA juga dijamin akan membuka lapangan kerja yang sangat luas dan beragam dengan gaji yg besar sehingga terpenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Adapun kesehatan, pendidikan dan keamanan dijamin langsung oleh negara. Maka dengan sistem Islam kesejahteraan yang hingga saat ini masih menjadi angan akan dapat dinikmati oleh seluruh umat. Wallahu a’lam bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar