Pilpres Telah Berlalu, Bancakan Pilkada Sudah Menunggu


Oleh : Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Suasana panas pilpres yang diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024 telah berlalu. Namun suasana yang kurang lebih sama akan kembali terjadi mengingat pilkada akan diselenggarakan serentak pada tanggal 27 November 2024. Masing-masing partai mulai mencari calon untuk mewakili daerahnya. Koalisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Golkar Depok sepakat mengusung Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi A. Rafiq sebagai bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok di Pilkada Depok pada 27 November 2024 nanti. (tempo.co, 12/05/2024)

Sedangkan Dadang Supriatna yang kini menjabat Bupati sekaligus ketua DPC PKB kabupaten Bandung itu memang sudah dipastikan kembali akan maju pada Pilkada 2024 nanti. Posisi PKB yang meraih 12 kursi DPRD Kabupaten Bandung pada Pemilu serentak 2024 itu pun, sudah pasti bisa mencalonkan Bupati dan Wakil Bupati sendiri tanpa berkoalisi. Namun beliau ingin membangun koalisi besar untuk memuluskan langkahnya menuju periode kedua. Beliau sudah pernah melakukan pembicaraan dengan beberapa artis. Komunikasi politik secara lisan dengan publik figur, secara langsung telah dilakukan dengan Irfan Hakim, Denny Cagur dari PDI Perjuangan dan Rachel Maryam dari Gerindra. (rri.co.id, 10/05/2024)

Dalam pilkada, suara rakyat adalah penentu pemenangnya. Namun sejatinya kontestasi ini bukanlah untuk kepentingan rakyat. Suara rakyat hanyalah sebatas formalitas dalam pelaksanaan pilkada karena seringkali terjadi manipulasi suara bahkan terjadi gugatan atas terpilihnya salah satu calon yang notabene ada kepentingan dengan kebijakan yang akan dibuat. Karena itu tujuan meraih kekuasaan dalam demokrasi adalah sarana untuk meraih materi dan kedudukan. Kita tidak bisa mengharap perubahan hanya dengan bergantinya penguasa. Sudah berkali-kali kita mengalami perrgantian penguasa, namun perubahan yang dinanti tidak terwujud kecuali sedikit sekali. Karena mestinya bukan hanya penguasa yang perlu diganti namun juga sistem yang mengatur semuanya. Diperlukan Islam sebagai sistem lengkap yang pernah berjaya memimpin dunia berabad-abad lamanya.

Dalam Islam kekuasaan adalah amanah. Artinya negara benar-benar meriayah atau mengurusi urusan umat yang menjadi tanggung jawabnya. Pemilihan kepala daerah dalam Islam sederhana, cepat dan murah, efektif dan efisien.

Seorang kepala daerah (gubernur atau wali atau amil) dalam khilafah diangkat oleh khalifah (kepala negara) dengan akad tertentu yang harus ia tepati. Dalam hal ini wali atau amil adalah penguasa, maka mereka harus memenuhi syarat-syarat sebagai penguasa menurut Islam, yakni muslim, laki-laki, merdeka, balig, berakal, adil, dan termasuk orang yang memiliki kelayakan yaitu kemampuan untuk memegang urusan pemerintahan, berilmu, dan dikenal ketakwaannya. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam memilih para wali, yakni dari kalangan orang-orang yang dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam urusan yang menjadi kewenangannya, serta dapat menjaga hati rakyat dengan keimanan dan kemuliaan negara.

Wali atau amil boleh diangkat dengan kepemimpinan yang bersifat umum maupun khusus. Namun, jika kepemimpinan yang bersifat umum itu berpotensi mengakibatkan kemudaratan dan bahaya bagi negara, seorang wali atau amil sebaiknya diangkat dengan kepemimpinan yang bersifat khusus. 

Untuk itu, urusan-urusan seperti militer, peradilan, dan keuangan negara, tidak dibebankan kepada kepala daerah, melainkan diurus oleh struktur tersendiri dan langsung dikontrol oleh khalifah. Khalifah juga wajib mengontrol aktivitas-aktivitas para wali, melakukan pengawasan secara ketat, serta audit atas mereka. Pada suatu kesempatan tertentu, khalifah juga wajib mengumpulkan para wali dan memonitor urusan-urusan mereka, sekaligus mendengarkan keluhan atau aspirasi masyarakat atas kinerja para wali. Seorang wali bisa diberhentikan jika khalifah memandang perlu untuk memberhentikannya atau jika penduduk wilayah tersebut tidak ridha terhadap walinya.

Ada perbedaan mendasar dalam demokrasi yang dianut sistem kapitalisme saat ini dan sistem Islam. Dalam demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat, yang berarti manusialah yang berhak membuat aturan. Sedangkan dalam Islam, yang berhak membuat aturan hanyalah Allah. Karena itu demokrasi jelas tidak sama dengan Islam dan bukan berasal dari Islam. 

Islam tidak melarang siapapun yang ingin menjadi penguasa. Namun bagaimana cara kekuasaan itu didapat dan untuk tujuan apa kekuasaan itu diraih. Kekuasaan dalam Islam memiliki tujuan untuk mengurus urusan umat dengan menerapkan syariat Islam serta menyebarkan ke seluruh penjuru dunia.

Wallahu a'lam bi ash-shawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar