Islam Mewujudkan Generasi Bertaqwa


Oleh : Ai Sopiah 

Bocah laki-laki berinisial MA (6 tahun) asal Sukabumi menjadi korban pembunuhan. Tidak hanya dibunuh, anak yang baru mau duduk disekolah dasar ini juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi.

Pengungkapan tersebut dilakukan Polres Sukabumi Kota usai melakukan serangkaian penyelidikan, terhadap kematian korban yang mayatnya ditemukan tewas di jurang perkebunan dekat rumah neneknya di wilayah Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi beberapa waktu lalu.

Dalam pengunkapan ini, terbukti pelajar berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), menjadi pelaku pembunuhan dan sodomi terhadap korban. Polisi pun kini menetapkan pelaku sebagai tersangka dan bersatus anak berhadapan dengan hukum. (Sukabumiku id, 2/5/2024).

Merujuk data KPAI, terdapat dua jenis tindak kriminal yang paling banyak dilakukan oleh anak, yaitu tindak kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Pada 2020, proporsi tindak kekerasan fisik mencakup 29,2% dari total tindak pidana, sedangkan kekerasan seksual berada di angka 22,1%.   

Ragam tindak kriminal lainnya yang juga dicatat oleh KPAI pada periode 2020 antara lain tindak pencurian (11,1%), kasus kecelakaan lalu lintas (10,6%), kekerasan psikis seperti ancaman dan intimidasi (5,5%), tindak sodomi atau pedofilia (5,5%), pemilikan senjata tajam (5,5%), terjerat kasus aborsi (5%), serta kasus pembunuhan (4%). (Kompas Id, 29/8/2023).  

Data di atas menambah panjang pekerjaan rumah seluruh pihak, terutama keluarga. Pendidikan keluarga akhirnya “kena mental” akibat sistem sekularisme yang tidak selaras makin merusak moral dan kepribadian generasi. Anak tidak terdidik dengan benar lantaran kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan mereka. Faktor apa saja yang memengaruhi kurangnya perhatian dan peran orang tua dalam mendidik anak mereka?

Pertama, orang tua yang terlalu sibuk bekerja untuk mencari nafkah dan ibu yang mengurus anak. Hal itu bisa menjadi benar apabila menjadikan konsep islami dalam pengasuh dan berumah tangga bisa pula menjadi salah apabila menggunakan konsep kapitalisme. Orang tua hanya memenuhi kebutuhan materi saja tanpa memberikan pendidikan agama sejak dini.

Jika pendidikan keluarga bervisi materi semata, anak-anak yang terdidik tidak akan jauh berbeda, yakni menjadikan materi sebagai standar hidup. Nyatanya, peran ayah tidak hanya mencari nafkah materi, tetapi upaya memainkan perannya sebagai pemimpin keluarga yang mendidik seluruh anggota keluarga, yakni istri dan anak-anaknya. Begitu pun dengan sosok ibu, ia adalah sekolah pertama bagi anak. 

Terkadang, keluarga juga dihadapkan masalah kedua orang tua sama-sama bekerja. Jika ayah dan ibu sibuk dalam pekerjaannya, saat itulah anak cenderung diasuh dan dididik oleh lingkungan sekitarnya. Lingkungan tempat anak tumbuh akan berpengaruh besar pada perubahan sikap dan kepribadiannya. 

Setiap anggota keluarga muslim wajib memahami dan mengamalkan hukum-hukum syariat yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah. Oleh karena itu, penting bagi setiap anggota keluarga membina diri dengan tsaqafah Islam sehingga menjadikan halal-haram sebagai standar kehidupan. 

Kedua, keluarga broken home. Memang, tidak semua anak-anak yang berada dalam kondisi kedua orang tua bercerai memiliki perangai buruk. Akan tetapi, jika kita telusuri, kebanyakan anak-anak yang bermasalah dengan hukum berasal dari keluarga yang tidak utuh. Mereka cenderung berulah dan bertingkah untuk menarik perhatian kedua orang tuanya yang telah berpisah. Biasanya, anak-anak dalam kondisi ini sangat haus kasih sayang dan perhatian orang tua.

Ketiga, keterbatasan ekonomi menjadi salah satu faktor orang tua kurang memperhatikan pola asuh dan pendidikan anak. Keterbatasan ekonomi juga kerap menjadi alasan kesibukan orang tua mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Imbasnya, anak telantar tidak terdidik dengan benar dan kurangnya kasih sayang.  

Keempat, kurangnya kesadaran orang tua dalam pendidikan. Minimnya literasi dan pengetahuan seputar pola asuh dalam mendidik anak menjadi salah satu faktor mengapa pendidikan keluarga mandul. Mengapa orang tua kurang memiliki kesadaran? Bisa jadi karena kurangnya pendidikan orang tua dalam memahami Islam dengan benar. Orang tua pun minim ilmu dalam mendidik anak. 

Pendidikan keluarga memang memiliki peran untuk melahirkan generasi berkualitas. Bagaimanapun, penerapan sistem kapitalisme memberi dampak dan pengaruh bagi berjalannya pendidikan hari ini. Sistem ini secara tidak langsung membentuk keluarga berfokus pada pemenuhan materi semata. Kebutuhan anak terpenuhi, tetapi pemahaman ilmu agamanya minim. Pada akhirnya, anak mudah terpengaruh hal-hal negatif di sekitarnya karena hilangnya perisai agama (Islam) dalam kehidupan mereka. Lalu bagaimana Islam menyolusi secara fundamental untuk mencegah anak berperilaku kriminal?

Mendidik generasi ibarat kita sedang mempersiapkan lahirnya peradaban mulia. Generasi emas tidak lahir dari pendidikan yang sarat capaian-capaian duniawi semata, apalagi yang terlibat perbuatan kriminal. Generasi emas hanya lahir dalam sistem pendidikan yang bervisi membentuk kepribadian mulia. 

Sistem yang mampu menciptakan generasi semacam ini hanyalah sistem pendidikan berbasis Islam. Bukti nyatanya adalah peradaban Islam yang agung mampu berdiri kokoh selama lebih dari 13 abad mewujudkan generasi brilian, beriman, dan bertakwa. Apa rahasia kesuksesan tersebut?  

Pertama, sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam diselenggarakan oleh negara dan menjadi kurikulum inti di sekolah-sekolah. Tujuan kurikulum berbasis akidah Islam adalah membentuk generasi yang memiliki pola pikir dan sikap yang sesuai dengan Islam. Negara menjadikan pendidikan sebagai layanan gratis yang dapat dinikmati seluruh anak di pelosok negeri. 

Dengan pendidikan gratis, fasilitas yang memadai, tenaga guru profesional, dan kurikulum berasas akidah Islam, tentu akan menjadi perpaduan apik dalam menciptakan generasi unggul dalam iman dan takwa dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti 

Kedua, menerapkan sistem sosial dan pergaulan Islam. Di antara ketentuan Islam dalam menjaga pergaulan di lingkungan keluarga dan masyarakat ialah: (1) kewajiban menutup aurat dan berhijab syar’i; (2) larangan berzina, berkhalwat (berduaan dengan nonmahram), dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan); (3) larangan mengeksploitasi perempuan dengan memamerkan keindahan dan kecantikan saat bekerja; (4) larangan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa disertai mahram.

Ketiga, optimalisasi lembaga media dan informasi dengan menyaring konten dan tayangan yang tidak mendukung bagi perkembangan generasi, seperti konten porno, film berbau sekuler liberal, media penyeru kemaksiatan, dan perbuatan apa saja yang mengarah pada pelanggaran terhadap syariat Islam. 

Rasulullah Saw, bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ 
 “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (Hr. Bukhari dan Muslim).

Indahnya Islam apabila diterapkan disetiap penjuru negri. Sebabnya untuk bisa mencapai tujuan tersebut marilah kita bersama-sama berjuang untuk tegaknya kembali Islam secara kaffah.

Wallahua'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar