Oleh : Haura (Pegiat Literasi)
Wacana Menambah Kementerian
Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan menambah jumlah kementerian dalam kabinet pemerintahannya menjadi 44 kementerian. Jumlah kementerian ini menjadi jumlah terbanyak dalam sejarah Indonesia paska reformasi dan bakal menjadi salah satu negara yang memiliki jumlah kementerian terbanyak di dunia.
Penambahan kementerian ini didasarkan atas rencana penghapusan ketentuan pembatasan jumlah kementerian melalui revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tertuang dalam pasal 15. Kebijakan tersebut membuka ruang kepada Presiden untuk membentuk kementerian sesuai kebutuhan dalam penyelenggaraan negara dan menjadi hak preogratif presiden.
Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas mengatakan, ini merupakan langkah awal untuk memperkuat tata kelola pemerintahan, khususnya kementerian negara. Adapun prinsip dasar yang menjadi senyawa kesepakatan dalam RUU Kementerian Negara yaitu efektivitas pemerintahan. menpan.go.id.
Beliau mengklaim spirit dari perubahan dalam UU Kementerian Negara tentu untuk memperkuat koordinasi dan kolaborasi antar kementerian/lembaga dalam menyukseskan pembangunan nasional.
Politik Balas Budi
Penambahan pos kementerian merupakan salah satu upaya politik untuk mengakomodasi kepentingan pemerintah terpilih Prabowo Gibran. Sebagaimana diketahui ada banyak partai koalisi pemerintahan Prabowo Gibran bahkan 3 partai rival pun seperti NasDem, PPP dan Perindo turut merapat dan menyatakan dukungan. Tentunya itu butuh diakomodasi, pilihannya adalah menambah kementerian dengan berbagai konsekuensi yang timbul.
Inisiatif DPR RI dalam merevisi UU Kementerian Negara disinyalir bukan sekedar efektifitas pemerintahan dan menyukseskan Pembangunan nasional namun ada indikasi sebagai politik balas budi untuk membagi jatah dan merangkul siapa pun khususnya para elit partai yang menyatakan dukungan terhadap pemerintahan terpilih.
Memang benar, RUU Kementerian Negera tersebut sebagai payung hukum presiden memiliki hak preogratif dalam menentukan kursi Menteri namun idealnya kewenangan tersebut jangan disalah gunakan untuk sekedar memenuhi kepentingan koalisi semata. Sementara kepentingan rakyat dipandang sebelah mata.
Penambahan pos kementerian tentu berimbas pada kebutuhan bayaknya orang dengan konsekuensi membutuhkan dana besar untuk gaji, tunjangan, dana operasional dan fasilitas para Menteri beserta jajaran di bawahnya. sehingga beresiko pada membengkaknya anggaran APBN, ujungnya negara mencari dana melalui utang negara atau menaikkan pajak sehingga rakyat pula yang harus menjadi tumbal atas kebijakan ini.
Di sisi lain, penambahan pos Kementerian bisa jadi membuat tupoksi Kementerian makin tidak jelas, besar kemungkinan kewenangan akan tumpang tindih termasuk dalam membuat kebijakan sehingga menjadi tidak efektif efesien. Apalagi sistem pemeintahan yang dianut saat ini sekuler kapitalisme, cenderung berpihak kepada para pemilik modal sehingga rentan korupsi.
Sistem Pemerintahan Islam Efektif dan Efesien
Kepala Negara adalah perwujudan negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karenanya, Kepala Negara dalam hukum Islam memiliki hak dan tanggung jawab yang besar, dalam menyelesaikan berbagai problematika masyarakat mulai dari aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Maka untuk menyelesaikan itu semua Kepala Negara atau Khalifah tidak mungkin bekerja sendiri. Khalifah boleh mengangkat pembantu/pejabat (Wazir) yang akan membantu tugasnya. Hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: "Dua wazir-ku dari (penduduk) bumi ini adalah Abu Bakar dan Umar."
Hadits ini telah dipergunakan oleh para fuqaha' (ahli fiqih) secara umum dan status hadits ini adalah hasan, sehingga tetap bisa dipergunakan sebagai dalil syara', bahwa seorang khalifah berhak untuk mengangkat dua pembantunya.
Begitu juga dalam Al Qur'an, penggunaan kata Wazir sebagaimana surah Thaha ayat 29 Allah SWT. berfirman: "Dan jadikanlah untukku seorang pembantu (wazir) dari keluargaku."
Khalifah mengangkat pembantu/pejabat bukan didasarkan pada pembagian jatah atau politik balas budi karena telah membantu pemenangan pemilu namun khalifah mengangkat pembantu sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat, tentunya akan dipilih dengan efektif, efesien serta orang-orang yang memiliki kemampuan dan kompeten demi tata Kelola pemerintahan yang baik.
Khalifah akan mengangkat pembantu dalam bidang pemerintahan atau dikenal dengan sebuatan Wuzaraut Tafwidh dan pembantu dalam bidang non pemerintahan/administrasi atau dikenal dengan istilah Wuzaraut Tanfidz.
Imam Al Mawardi dalam buku Al Ahkam As Sulthaniyah mendefinisikan: "wuzaratut tafwidh adalah orang yang diminta menjadi pembantu Imam untuk mengurusi berbagai urusan dengan pendapatnya, serta memutuskannya berdasarkan ijtihadnya."
Pembantu Khalifah mendapat penyerahan secara umum sehingga memiliki kewenangan melaksanakan setiap tugas kekhilafahan baik tugas tersebut merupakan tugas yang didelegasikan oleh khalifah atau tidak. Hanya saja, ia tetap harus melaporkan setiap tindakan yang sedang dia lakukan kepada khalifah, baik yang kecil maupun yang besar, kepada khalifah.
Wallaahu a'lam bish shawwab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar