Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Kecewa! Mungkin itu kata yang tepat untuk mewakili para pendukung Anies Baswedan yang meliputi hampir seluruh warga Jakarta, ada juga yang di luar Jakarta bahkan luar negeri saat Anies gagal nyalon pilkada. Bahkan dengan arogan ada diantaranya yang mengusir cagub dan cawagub yang berkampanye di wilayah tertentu sekitaran Jakarta. Santer juga diberitakan akan ada Gerakan Coblos 3 Paslon, yaitu para pemilih akan memilih/mencoblos ketiganya dan itu berarti surat suaranya menjadi tidak sah. Tidak jauh beda dengan golput. Hal itu wajar dilakukan karena bagi mereka, Anies adalah harapan sekaligus pahlawan. Saat menjadi Gubernur periode 2017—2022, Anies memang dipandang berhasil “memanusiakan” warga miskin kota yang selama ini tersingkir oleh pembangunan Kota Jakarta. Ia dianggap berhasil menata karut-marut lingkungan Jakarta dan menyelesaikan berbagai konflik pembangunan yang diwariskan para pendahulunya.
Kegagalan Anies karena tidak ada satu pun partai politik (parpol) yang siap mengusungnya sebagai calon gubernur. Bahkan, parpol yang semula mendukung, seperti PKS, PKB, dan Nasdem, kini malah masuk ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) hingga terbentuk KIM Plus untuk bekerja sama di pilkada beberapa daerah, termasuk di Jakarta. Beredar kabar bahwa itu semua berkat upaya terstruktur, sistematis, dan masif KIM sebagai pemenang pada pilpres 2024 dengan menyuguhkan kue kekuasaan di kursi basah. Persetan dengan suara perubahan yang pura-pura diusung dan digaungkan parpol, cukuplah hanya sebatas wacana.
Dalam salah satu siaran di saluran YouTube pribadinya, Jumat (30-8-2024), Anies menyampaikan, “Bila untuk mengumpulkan semua semangat perubahan yang sekarang makin hari makin terasa besar, dan itu menjadi kekuatan (yang) diperlukan untuk menjadi gerakan, maka membangun ormas atau membangun partai baru, mungkin itu jalan yang akan kami tempuh.”
Pernyataan ini diduga menjadi isyarat bahwa Anies dan pendukungnya bersiap menempuh jalan perubahan ke depan dengan perahu partai baru yang akan dibentuknya. Maklum, parpol-parpol yang sudah ada terbukti tidak bisa dijadikan sandaran untuk gagasan perubahan. Mereka jelas-jelas terjebak pragmatisme politik, bahkan Anies berani menyebut partai-partai itu sudah tersandera politik kekuasaan.
Sebagian kalangan merespons positif gagasan Anies untuk membentuk partai baru. Mereka berharap partai tersebut akan tumbuh sehat sehingga dinamika politik ke depan akan lebih kondusif. Mereka masih begitu yakin bahwa demokrasi adalah sistem politik terbaik yang akan memberi jalan bagi perubahan. Mereka juga begitu yakin, mendirikan partai di atas landasan kemaslahatan dan bukan landasan transendental bisa mengantarkan pada tujuan. Bahkan banyak diantaranya yang bersedia mendanai meskipun tidak dimintai.
Ada juga sebagian lain yang mencemooh, mengkritik, menghujat, dan menganggap itu hanya khayalan dan ambisi seorang pecundang. Namun, kentara dalam cemoohan dan kritikannya tersimpan ketakutan akan berpalingnya simpatan mereka menuju partai yang akan didirikan Anies. Ketakutan pula akan runtuhnya kekuasaan yang kini di atas angin.
Dan yang tak kalah viral adalah rekaman ulang pernyataan Habieb Rizieq sebulan lalu yang menyatakan bahwa Indonesia bisa dibangun tanpa partai. Melihat selama ini para pemain partailah yang telah mengobrak-abrik negeri ini melalui pulus mulus oligarki. Habieb menegaskan kalaupun tetap harus ada partai, cukup dua saja, yaitu partai yang mendukung syariat Islam dan partai yang tidak mendukung syariat Islam. Selanjutnya yang menang jadi koalisi, yang kalah jadi oposisi agar seimbang. Tidak seperti sekarang yang hampir semua menjadi koalisi. Beliau pun mencontohkan bahwa di AS hanya ada dua partai dan itu yang menjadikan AS sebagai negara adidaya.
Terlepas dari itu semua, akankah terjadi perubahan besar dengan ada atau tiadanya parpol dalam sistem demokrasi? Secara, bukan kali ini saja kecewa menjangkiti. Sebelum tumbangnya Orde Baru, gemuruh masa menyuarakan keinginan menuju perubahan lebih besar dari saat ini. Tapi nyatanya berganti partai dan penguasanya, tidak serta-merta membawa ke arah lebih baik. Bahkan semakin buruk. SDM yang seharusnya menjadi bonus demografi malah dihantam kerusakan moral dan kegalauan di tengah himpitan kebutuhan yang semakin menyesakkan yang memaksa untuk melakukan berbagai kejahatan dan ketakwajaran di luar nalar. SDA yang katanya tanah surga ternyata hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang, penguasa dan pengusaha beserta karib kerabatnya. Lagi-lagi rakyat hanya dapat kecewa, dan kecewa.
Berkaca dari itu semua, alangkah baiknya bila para pengusung perubahan berjalan bersama parpol yang tegak di atas ideologi Islam dan konsisten berjuang menerapkan Islam dalam kehidupan. Hal ini karena Islamlah satu-satunya ideologi yang akan menantang peradaban sekuler kapitalisme neoliberal dan menggantinya secara totalitas, bukan tambal sulam.
Adapun jalan perjuangan yang harus ditempuh tentu bukan masuk dalam permainan kotor sistem demokrasi lagi, sebab ujungnya dipastikan akan menuai kekecewaan. Rasulullah Saw. telah mencontohkan begitu gamblang jalan perubahan hakiki, yakni dengan jalan dakwah menyadarkan umat dengan Islam kaffah alias Islam ideologi sebagai sistem kehidupan.
Keberadaan ideologi Islam pada tubuh umat akan memberi energi pergerakan yang luar biasa. Islam akan dipahami sebagai solusi berbagai krisis yang terjadi karena Islam mengajarkan manusia cara berpolitik, berekonomi, bergaul di tengah masyarakat, menyelesaikan berbagai konflik di tengah umat, menjaga pertahanan dan keamanan, dan seterusnya.
Semua aturan ini berasal dari Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Berkuasa. Bisa dipastikan penerapannya akan membawa kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh umat manusia, bukan menguntungkan segelintir orang saja. Bekal keimanan dan pemikiran inilah yang menjadi energi besar dan kuat di tengah umat sehingga pergerakan mereka bukan karena maslahat sesaat, atau karena ada figur yang dianggap performanya kuat.
Rasulullah Saw. memastikan bahwa kelompok atau parpol yang konsisten memegang ideologi Islam selalu ada pada tiap masa. Ciri mereka adalah berpegang teguh kepada Islam, baik fikrah (pemikiran) maupun thariqah (metode perjuangan), ikhlas dan lugas memperjuangkannya di tengah umat, dan menjadikan Islam sebagai satu-satunya tali pengikat para pejuangnya.
Allah SWT. berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali 'Imran: 104).
Rasulullah Saw. bersabda, “Selalu ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran (perintah Allah). Tidak merugikan mereka orang yang menghinanya hingga datang hari kiamat, dan mereka tetap dalam kondisi demikian.” (HR. Muslim).
Kelompok ini berjuang secara politik dengan makna politik yang sebenarnya, yakni berupaya menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Caranya adalah dengan konsisten mendidik umat secara keseluruhan karena sejatinya umatlah pemilik hakiki atau sumber kekuasaan. Juga konsisten mendakwahi para pemilik kekuatan karena merekalah yang akan tampil sebagai penguasa yang siap dibaiat oleh umat untuk menerapkan Islam sebagai kunci bangkitnya kembali peradaban Islam cemerlang.
Mereka terus melakukan berbagai aktivitas yang mengarah pada terbentuknya kepemimpinan umat dan penerapan syariat, tanpa kekerasan, baik melalui aktivitas tatsqif murakazah dan jama’iy (pembinaan intensif dan umum), shiraa’ al-fikr (menyerang pemikiran-pemikiran kufur), melakukan kasyf al-khuthath (menyingkap makar musuh dan topeng para penguasa komprador); maupun al-kifah as-siyasi (melakukan perjuangan politik untuk melawan penjajahan dalam ekonomi, politik, militer maupun budaya; serta mengungkap strategi-strateginya, membongkar persekongkolannya untuk membebaskan umat dari genggamannya). Mereka juga aktif melakukan tabanniy mashalih al-ummah (mengadopsi berbagai kemaslahatan umat), yakni hadir di tengah umat sebagai problem solver bagi persoalan-persoalan mereka dengan pemecahan yang mendasar, yakni dengan Islam sebagai satu-satunya acuan.
Semua aktivitas ini mereka lakukan dengan meneladani langkah yang pernah ditempuh oleh baginda Rasulullah Saw., yang dengan langkah ini beliau berhasil mengubah pemikiran dan loyalitas bangsa Arab dari sistem jahiliah menjadi sistem Islam. Sejak itulah bangsa Arab menemukan jalan kebangkitan, dari bangsa yang dipandang sebelah mata oleh bangsa-bangsa lainnya, berubah menjadi cahaya bagi semesta.
Umat Islam pada saat itu, berhasil tampil sebagai pemimpin peradaban hingga masa yang sangat panjang. Sekira 13 abad, mereka tampil sebagai sebaik-baik umat (khairu ummah) dan peradabannya menjadi mercusuar peradaban dunia. Oleh karenanya berharap perubahan dengan mempertahankan sistem yang sama dengan yang tegak sekarang, hanya akan menghabiskan energi, waktu, dana, dan tenaga yang sangat terbatas.
Sudah saatnya umat dan tokohnya berjalan bersama partai politik ideologi Islam yang konsisten memperjuangkan penerapan Islam secara kaffah dalam kehidupan, serta konsisten menyerukan persatuan hakiki umat Islam di dunia, di bawah naungan sistem politik Islam yang Rasulullah Saw. wariskan. Parpol itu, sedang terus bekerja dan menunggu dukungan kita. Mari kita bersegera merapat padanya.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar