Oleh: Dini Koswarini
Indonesia digemparkan dengan agenda yang dikunjungi Pemimpin gereja Katolik dunia, Paus Fransiskus di awal bulan September 2024. Pada akhir kunjungan apostoliknya pada Jumat (6-9-2024), ia memberikan sejumlah pesan, di antaranya adalah keberagaman dan dialog antaragama yang harus dipelihara dengan baik.
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukanlah kunjungan biasa, tetapi mengandung misi global yakni mempromosikan moderasi beragama. Ia menekankan bahwa moderasi beragama bukan hanya sekadar sikap pasif, melainkan sebuah komitmen aktif untuk menjaga keseimbangan antara keyakinan yang teguh dan penghormatan terhadap keberagaman.
Tidak ada kebenaran mutlak, ketika semua agama dianggap benar. Sebab pada akhirnya terwujudlah toleransi kebablasan, semisal penghormatan berlebihan Imam Besar Masjid Istiqlal yang mencium kening Paus Fransiskus, penyambutan Paus dengan ayat Al-Qur’an, dan kumandang azan di televisi yang diganti dengan running text agar tidak menggangu misa akbar.
Ironis, para penguasa negeri ini terutama umat Muslim justru tampil terdepan menyambut dengan antusias kedatangan Paus Fransiskus. Setiap perkataan yang dilontarkan Paus seolah menjadi wejangan yang sangat berharga dan wajib diikuti juga dijadikan teladan.
Tidak cukup sampai di sana, bahkan respons berlebihan juga dilakukan 33 tokoh muslim Indonesia yang meluncurkan buku berjudul Salve, Peregrinans Spei yang berarti “Salam Bagimu Sang Peziarah Harapan” untuk menyambut kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia.
Umat Islam seharusnya memiliki kewaspadaan pada setiap kata dan arus opini yang berkembang dalam kunjungan Paus Fransiskus beberapa waktu lalu. Umat juga mesti memahami Islam secara menyeluruh agar tidak terjadi salah tafsir atau salah memahami maksud terselubung dalam membaca setiap peristiwa yang berkaitan dengan Islam. Di antara upaya yang bisa dilakukan adalah:
Pertama, mengikuti pembinaan secara umum dan intensif agar memahami Islam kafah sesuai panduan Al-Qur’an dan Sunah. Dengan pembinaan Islam secara intens, umat akan memiliki pemahaman yang benar seputar Islam dan ajarannya.
Kedua, kritis terhadap peristiwa apa pun, yakni tidak mudah menelan informasi yang diopinikan media massa ataupun media sosial dengan melakukan pendalaman fakta atas berita yang dipublikasikan ke masyarakat.
Ketiga, memahami makna toleransi yang sesungguhnya dalam Islam. Toleransi dalam Islam adalah membiarkan dan menghormati ibadah nonmuslim tanpa turut campur di dalamnya, baik sekadar mengucap, berpartisipasi (menghadiri), apalagi berkolaborasi dalam perayaan dan ibadah mereka.
Keempat, memahami bahaya moderasi beragama adalah pengaburan ajaran Islam, semisal mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan dengan dalih toleransi dan kerukunan.
Demikianlah, Islam sudah sempurna dengan syariat berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah. Islam sebagai ajaran yang dibawa Rasulullah tidak pernah tercampuri kapitalisme dan terkotori sekularisme. Sudah seharusnya umat Islam menyerukan Islam kafah sebagai pandangan hidup yang khas dan diterapkan dalam setiap aspek kehidupan.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar