Oleh : Ummu Ihsan (Penulis Opini Islam)
Pesta demokrasi telah usai, namun carut marut pilkada saat ini masih genting di perbincangkan. Jelang pendaftaran calon Pilkada 2024 pada 27 hingga 29 Agustus 2024 mendatang, ketua parpol terus melakukan pertemuan untuk menjajakan jagoan masing-masing. Manuver petinggi parpol untuk membangun koalisi yang kuat dan gemuk bisa terlihat di daerah-daerah strategis. Namun, andil ketua umum parpol dan para pejabat teras masih cukup kental menentukan calon kepala daerah yang bakal diusung.
Dalam Pilkada Jakarta 2024 misalnya, gerbong parpol di Koalisi Indonesia Maju (KIM) sering kali menuturkan bahwa penentuan calon kepala daerah bakal ditentukan para ketua umum. KIM merupakan gerbong parpol yang mengusung presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Bahkan, ada wacana mereka menggaet parpol lain di luar pendukung Prabowo-Gibran dengan membentuk KIM Plus di daerah pilkada strategis. Dikutip : (liputan6.com Minggu 11/8/2024)
“Demi mengejar keuntungan pribadi dan kelompoknya itu, praktik politik yang terjadi kerap brutal dan membabi buta. Persahabatan dikorbankan. Pertemanan diingkari. Berbohong dan ingkar janji perkara biasa. Bahkan ada yang rela menghabisi partainya sendiri. Semua demi keuntungan politik,” tutur Adi.
Begitulah kekuasaan Idealisme pun bisa dikalahkan demi mendapatkan kemenangan. Koalisi dibentuk dengan pertimbangan peluang kemenangan, meski berbeda ‘ideologi’, berbeda pandangan politik pada masa lalu dan sebagainya. Demikian pula pemilihan figur semata dengan perhitungan kemenangan bukan pada kapabilitas apalagi integritas calon kepala daerah. Karena itu politik uang menjadi keniscayaan.
Islam menetapkan kekuasaan adalah Amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. kekuasaan juga hanya untuk menerapkan aturan Allah dan rasulNya.
Penguasa harus memiliki kapabilitas dan integritas karena ia akan menjadi pengurus rakyat yang bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan rakyat dan mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan dnegan berlandaskan syariat islam.
Sementara itu, sistem politik Islam juga mampu menciptakan kehidupan bersama yang adil dan manusiawi, sekaligus mengatasi kegagalan sistem demokrasi melalui beberapa cara.
Pertama, efisiensi proses pemilihan pemimpin politik. Kepemimpinan politik (pemerintahan) dalam Islam adalah tunggal, tidak ada pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Khalifah adalah kepala negara sekaligus secara riil menjadi kepala pemerintahan. Rakyat hanya sekali dilibatkan dalam proses memilih dan mengangkat kepala negara (yang gelarnya adalah khalifah, imam, atau amirulmukminin) sepanjang kepala negara terpilih tetap menjalankan Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah.
Selanjutnya, hanya khalifah yang berwenang mengangkat orang-orang yang dianggap mampu membantunya (berkapasitas dan berintegritas) dalam menjalankan roda pemerintahan, seperti muawin (wakil kepala negara), wali (setingkat gubernur) dan amil (setingkat bupati), serta orang-orang lain yang akan duduk dalam struktur negara. Mekanisme ini sangat efisien dalam pembiayaan (anggaran) maupun soliditas penguasa sehingga penguasa bisa fokus pada alokasi anggaran untuk melayani rakyat.
Kedua, efisien dalam proses pengambilan hukum. Tersebab kepemimpinan politik sifatnya tunggal, maka hanya khalifahlah pihak yang berwenang untuk mengadopsi (legalisasi dan formalisasi) syariat Islam menjadi hukum yang mengikat seluruh warga negara, baik muslim maupun nonmuslim. Mekanisme menggali hukum dari nas-nas syarak (Al-Qur’an dan Sunah) juga berjalan secara individual, dalam arti bisa dilakukan oleh individu yang memiliki kualifikasi sebagai mujtahid, tidak membutuhkan kerja kolektif. Penetapan hukum secara kolektif justru akan cenderung mewujudkan kompromi dalam penetapan hukum yang hal ini akan melanggengkan berjalannya mekanisme demokrasi.
Jaminan bagi transparansi (akuntabilitas) dalam penetapan hukum, ada pada mekanisme ini, berupa adanya argumentasi syar’i dalam setiap produk hukum yang argumentasi tersebut bisa dipelajari dan dipahami oleh setiap muslim/rakyat. Mekanisme ini sekaligus efisien secara pembiayaan karena cukup mengambil pendapat dari seseorang yang sudah bersungguh-sungguh menggali hukum dari Al-Qur’an dan Sunah, hukum yang diadopsi sudah sah secara syar’i. Wallahualam bissawab. Sumber : [MNews/GZ]
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar