Oleh: Risma Choerunnisa, S.Pd.
Seorang siswi SMP berinisial AA (13) di Palembang ditemukan terkubur setelah dua hari dinyatakan menghilang. Setelah dilakukan penyelidikan, didapatkan fakta bahwa naka tersebut dibunuh oleh empat orang setelah sebelumnya diperkosa. Mirisnya, tiga dari keempat terduga pelaku tersebut ternyata masih di bawah umur. Mereka masing masing berinisial IS (16), MZ (13), AS (12), dan NS (12). IS merupakan kekasih dari AA.
Menurut Kombes Haryo Sugihhartono, Kapolrestabes Palembang, awalnya korban diajak bertemu oleh IS untuk menonton pertunjukkan kuda kepang. Namun nyatanya korban malah diajak ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang di lokasi tersebut sudah ada tersangka lainnya. Sesampainya di TKP, korban langsung dibekap oleh tersangka IS sampai tak sadarkan diri dan langsung dirudapaksa oleh para pelaku secara bergiliran. Tak puas sampai di situ, para pelaku kemudian membawa korban ke tempat lain yanng berjark sekitr 30 menit dari TKP pertama dan melakukan rudapaksa kembali kepada korban yang telah meninggal dunia. Dari hasil pemeriksaan, didapatkan keterangan bahwa hal tersebut dilakukan keempat pelaku untuk menyalurkan hasratnya. Karena sebelumnya mereka menonton film porno bersama di rumah salah satu pelaku, kemudian mereka merencanakan pemerkosaan tersebut (CNN.com, 6/9).
Selanjutnya, satu pelaku yang berinisial IS sudah ditahan.sedangkan tiga lainnya akan diserahkan ke panti rehabilitasi, LPKS Dharmapala atas permintaan dari keluarga. Meski begitu, mereka akan tetap menjalani pengawasan penuh dari kepolisian. Selain itu, kepolisian juga akan berkoordinasi dengan keluarga serta dinas sosial mengenai perkembangan ketiga pelaku (Kumparan.com, 6/9).
Kejadian tersebut menggambarkan potret realita generasi hari ini yang semakin suram. Hal ini tampak dari perilaku pelaku yang kecanduan pornografi dan bangga dengan kejahatan yang dilakukannya. Tak hanya itu, fenomena ini juga menggambarkan anak-anak kehilangan masa kecil yang bahagia, bermain dan belajar dengan tenang, sesuai dengan fitrah anak dalam kebaikan. Mereka “dipaksa” menjalani masa kecil mereka dengan hal-hal yang belum semestinya mereka dapatkan. Hal ini tentu juga berkaitan dengan media yang makin liberal, konten yang merusak generasa berlalu lalang dengan bebas di beranda sosial mereka. Sementara tidak ada keseriusan dari negara untuk menutup konten-konten pornografi demi melindungi generasi. Karena dalam sistem sekuler ini, mereka dimudahkan untuk terstimulus oleh tayangan pornografi yang secara bebas dilampiaskan di sosial media.
Gagalnya sistem pendidikan juga tampak dari kasus ini. Karena penanaman akidah tidak bisa diaplikasikan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Mereka disibukkan dengan tugas yang menumupuk dan menyita waktu. Sehingga tak sedikit dari generasi saat ini yang lebih memilih berdiam diri di rumah sambil berselancar di dunia maya ketika ada waktu senggang, daripada mengkaji Islam di majelis-majelis ilmu.
Sedangkan dalam sistem Islam, negara diwajibkan mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui penerapan berbagai aspek kehidupan sesuai aturan Islam, di antaranya pendidikan Islam, media islami, hingga sistem sanksi yang menjerakan. Negara memiliki peran besar dalam hal ini, sebagai salah satu pilar tegaknya aturan Allah. Karena hanya sistem Islam yang memiliki konsep ideal untuk melindungi anak dan memutus mata rantai pornografi pada anak. Wallahualam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar