Oleh: Rhany (Relawan Opini Andoolo Sulawesi Tenggara)
Negara ini sedang memperlihatkan bahwa sedang krisis toleransi antar beragama. Seolah-olah masalah tersebut sangat serius melebihi kasus korupsi, kejahatan seksual dan bentuk kejahatan lainnya, sehingga selalu saja dan selalu dinarasikan diberbagai media massa.
Walhasil moderasi beragama selalu digaungkan dan laku keras, bukan hanya itu sinkretisme juga tumbuh subur di negeri ini. Sehingga munculah istilah semua agama sama dan mengajarkan kebaikan. Apalagi baru-baru ini kedatangan tokoh agama yang berbeda keyakinan sebagai respon atas kurangnya toleransi di Indonesia. Benarkah demikian?
Dikutip oleh CNBCIndonesia, Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia menjadi simbol persahabatan dan dialog antar umat beragama di Indonesia.
"Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia dianggap sebagai momentum penting untuk memperkuat hubungan bilateral Indonesia-Vatikan dan menjadikan Indonesia sebagai barometer kehidupan beragama yang rukun dan damai," katanya dalam keterangan di situs resmi Kemenag, Selasa (3/9/2024).
Dia berharap, Paus Fransiskus menginspirasi semua pihak, setiap agama mengajarkan kasih sayang. Termasuk kasih sayang antar umat manusia yang merupakan mahluk ciptaan Tuhan (3/9/2024).
Berhubungan dengan kaum kafir, dalam Islam sungguh tidak dilarang untuk hidup dan bertetangga dengan mereka. Justru dalam Islam mengajarkan bahwa antara sesama manusia harus diperlakukan dengan baik dan tanpa memandang keyakinan mereka. Tapi Rasulullah juga mengajarkan bagaimana bersikap dengan mereka ketika dalam perkara ibadah.
Namun yang justru terjadi hari ini malah sebaliknya, kedatangan Paus Fransiskus banyak menuai kontoversi bahkan sudah masuk di ranah private dari kaum muslimin dan kaum muslimin justru terjebak dalam perkara ini seakan-akan mereka juga bagian dari kaum kafir itu sendiri. Misalnya saja adzan di TV diganti dengan Running text, apakah itu tidak mencederai hati umat Islam? Dengan dalih toleransi seakan-akan kaum muslimin harus memaklumi bahwa itu bentuk penghargaan.
Padahal di negeri ini mayoritas kaum muslimin, harusnya tamu ketika datang maka harus menghormati pemilik rumah bukan malah mengikuti kemauan tamu. Logikanya saja, ketika kaum muslimin pergi di tempat yang mayoritas non muslim, rasa-rasanya tidak akan berani memerintahkan kepada pemerintahnya di negeri itu untuk menghentikan mereka masuk gereja dihari Minggu misalnya. Lalu mengapa dengan pongahnya si tamu ini mengatur urusan peribadatan kaum muslimin. Ada apa sebenarnya? Apa tujuannya?
Akhirnya muncullah spekulasi bahwa ternyata jika bermesraan dengan yang berbeda keyakinan kita harus bermesraan, merendah dan tunduk. Sementara di sisi lain para ulama, ustadz didiskriminasi, organisasi keislaman dibubarkan dan dipersekusi. Sangat miris bukan.
Selain itu, opini yang sering digaungkan adalah sinkretisme. Sebagai seorang muslim tidak layak dan berhak mengatakan bahwa semua agama sama, menyembah Tuhan yang sama namun tata cara berbeda-beda. Alangkah kelirunya menyakini agama semua sama dengan dalih toleransi terlebih lagi ragu asal syariat Allah.
Sinkretisme adalah paham yang gerakannya berupaya mempersatukan agama-agama yang ada di dunia. Paham sinkretisme adalah penyatuan beberapa ajaran agama yang berbeda. Upaya tersebut dilakukan untuk mencari titik temu dari perbedaan-perbedaan ajaran setiap agama dalam artian mencampur adukan agama.
Padahal Allah tegas mengingatkan kita dalam firmannya surah Al-Maidah ayat 19, “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”
Sudah jelas bagi kaum muslimin keyakinan akan agama Islam adalah sesuatu yang mutlak, tidak boleh menganggap bahwa ada agama selain Islam yang terbesik dihatinya. Selain itu, toleransi bukanlah ikut-ikutan, justru hari ini toleransi yang dipertontonkan adakah toleransi yang kebablasan, diibaratkan mereka minum kopi kita minum teh, hanya sekedar itu, bukan malah berpartisipasi.
Di negeri ini sudah berabad-abad berbagai agama hidup berdampingan tanpa ada perpecahan seperti yang sekarang digaungkan. Pada 1.500 tahun yang lalu Rasulullah mengajarkan bagaimana bertoleransi yang baik dengan pemuka yahudi dan nasrani, tanpa ikut-ikutan beribadah bersama mereka mencampurkan antara agama satu dengan agama yang lain. Akan tetapi membiarkan mereka beribadah sesuai dengan agama mereka. Sebagaimana dalam firman Allah SWT: "Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku." (Qs. Al-Kaafiruun: 6).
Wallahu a'lam Bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar