Oleh: Amri (Mahasiswi & Aktivis Remaja)
Kekerasan aparat terhadap para pengunjuk rasa adalah bukti nyata bahwa kebebasan berekspresi di negara kita masih jauh dari terjamin. Belakangan ini, kita kerap menyaksikan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap masyarakat yang tengah menyuarakan aspirasi.
Kejadian ini bukan hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga menghambat kemajuan bangsa. Kenapa negara yang seharusnya melindungi warganya justru menjadi ancaman bagi mereka sendiri?
Ketika Demonstrasi Damai Berubah Jadi Medan Perang
Aksi demonstrasi yang seharusnya menjadi ruang publik untuk menyuarakan aspirasi rakyat justru bermetamorfosis menjadi ajang kekerasan. Aksi damai yang bertujuan menyuarakan aspirasi masyarakat justru dibalas dengan tindakan represif dari aparat. Aksi 22 Agustus 2024 telah menggores luka mendalam pada kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Dikutip dari Kompas, aksi demonstrasi damai yang menuntut penghormatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi di Bandung berubah menjadi tragedi kemanusiaan. Akibat tindakan represif aparat, seorang mahasiswa, Andi Andriana, nyaris kehilangan penglihatannya akibat terkena lemparan benda keras. Peristiwa ini adalah cerminan nyata dari penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak proporsional dalam menghadapi aksi unjuk rasa.
Laporan dari kabar24.bisnis semakin memperparah situasi. Aksi demonstrasi di Jakarta yang menuntut pembatalan RUU Pilkada juga diwarnai oleh bentrokan yang meluas. Penggunaan gas air mata dan tindakan kekerasan lainnya oleh aparat telah melukai banyak demonstran dan menghambat pelaksanaan hak konstitusional mereka untuk menyampaikan pendapat.
Temuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sebagaimana dilansir Nasional.Tempo semakin menguatkan dugaan adanya pelanggaran HAM dalam aksi tersebut. Puluhan laporan kekerasan fisik, intimidasi, dan pelanggaran hak sipil lainnya menjadi bukti nyata bahwa kebebasan berekspresi dan berkumpul di negara kita masih jauh dari terjamin.
Mengapa aparat bertindak sekejam itu? Apakah karena mereka merasa terancam? Ataukah ada kepentingan lain di balik tindakan represif tersebut?
Kegagalan Negara dalam Menampung Aspirasi Rakyat
Peristiwa kekerasan yang terjadi dalam aksi demonstrasi menjadi cerminan nyata dari rusaknya demokrasi. Aksi demonstrasi yang marak terjadi belakangan ini menjadi cerminan dari semakin dalamnya jurang antara pemerintah dan rakyat. Unjuk rasa yang pada dasarnya merupakan hak warga negara untuk menyampaikan aspirasi dan melakukan kontrol sosial, justru disikapi dengan tindakan represif oleh aparat keamanan.
Melalui aksi demonstrasi, masyarakat secara tidak langsung mengirimkan sinyal peringatan kepada pemerintah akan adanya kebijakan atau tindakan yang dianggap merugikan kepentingan umum. Alih-alih merespons aspirasi tersebut dengan dialog yang konstruktif dan upaya perbaikan, negara justru memilih jalan kekerasan. Penggunaan gas air mata, pemukulan, dan penangkapan terhadap demonstran secara sewenang-wenang adalah bukti nyata dari upaya untuk membungkam suara rakyat dan mempertahankan status quo yang menguntungkan kelompok tertentu.
Semestinya, negara hadir sebagai fasilitator dialog antara pemerintah dan rakyat. Ruang publik harus terbuka bagi segala bentuk aspirasi, termasuk kritik dan perbedaan pendapat. Namun, tindakan represif yang terjadi menunjukkan bahwa negara lebih memilih untuk menutup diri daripada berhadapan dengan suara rakyat. Hal ini menunjukkan adanya kegagalan negara dalam menjalankan fungsi representasinya.
Islam Melindungi Hak Ummat
Dalam Islam, mekanisme pengawasan sangat krusial untuk memastikan bahwa kekuasaan tetap berada di jalan Allah. Salah satu instrumen penting yang dapat digunakan adalah muhasabah lil hukam. Muhasabah lil hukam, yang berarti evaluasi terhadap hukum dan kebijakan pemerintah, menjadi salah satu instrumen penting dalam menjaga agar pemimpin tetap berada di jalan Allah.
Selain muhasabah, lembaga seperti majelis ummah dan Qadli madzali juga berperan sebagai penyeimbang kekuasaan dan memastikan bahwa hukum yang berlaku sesuai dengan syariat Islam. Prinsip amar makruf nahi munkar menjadi landasan bagi setiap individu Muslim, kelompok, maupun masyarakat untuk ikut serta dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
Kewajiban ini tidak hanya sebatas pada level individu, namun juga mencakup kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Melalui mekanisme ini, umat Islam dapat memberikan masukan, kritik, dan koreksi terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai Islam.
Penting bagi para pemimpin untuk memahami tujuan utama dari muhasabah, yaitu terwujudnya negara yang adil dan makmur berdasarkan nilai-nilai Islam. Negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun Ghafur, menjadi cita-cita ideal yang harus terus diupayakan. Dengan adanya muhasabah, pemimpin akan terdorong untuk selalu memperbaiki diri dan menjalankan amanah kepemimpinannya dengan sebaik-baiknya.
Lembaga-lembaga seperti majelis ummah dan Qadli madzali memiliki peran yang sangat strategis dalam melaksanakan muhasabah. Majelis ummah dapat berfungsi sebagai forum untuk membahas isu-isu sosial yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Sementara itu, Qadli madzali sebagai hakim yang memiliki kewenangan untuk mengadili perkara yang berkaitan dengan syariat Islam dan memberikan keputusan yang adil.
Umat Islam harus berani bersuara dan menyampaikan pendapatnya, sementara pemimpin harus terbuka terhadap kritik dan masukan. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta pemerintahan yang bersih, transparan, serta mampu membawa umat menuju kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar