Oleh : Rohmatika Dia Rofa (Aktivis Muslimah)
Kecerdasan sebuah generasi di dalam sebuah negara adalah cermin wajah majunya negara. Keselarasan pandangan dalam kualitas pemikiran adalah jembatan menuju jendela dunia, yang dapat memberikan potensi bagi generasi untuk menjadi lebih baik dan melesat tinggi. Oleh sebab itu hak tersebut harus sama dirasakan oleh tiap-tiap individu, yaitu dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan. Namun bagaimana jika hal tersebut masih terbatas, dikarenakan belum meratanya sarana dan prasarana wadah pendidikan, pada setiap sudut wilayah. Belum lagi anggaran negara untuk dunia pendidikan yang semakin kian menipis. Bagaimana nasib meraka yang ada dipinggiran bahkan pelosok – pelosok wilayah di Indonesia. Dimana seharusnya tanggung jawab negara tercinta ini dilimpahkan?
Menilik beberapa fakta yang ada baru-baru ini, yakni Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti kondisi dunia pendidikan di Kota Tepian yang masih menghadapi berbagai masalah serius, mulai dari sarana dan prasarana hingga ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Ia mengungkapkan bahwa banyak sekolah di Samarinda yang masih kekurangan guru, serta terdapat beberapa kecamatan yang tidak memiliki sekolah, baik di tingkat SMP maupun SMA.
Mengapa hal ini masih di biarkan berlarut-larut terus terjadi dalam beberapa tahun masa pemerintahan yang ada saat ini? , dan masih menjadi momok hingga mencuat ke dalam media yang memuat permasalahan pemerataan kualitas pendidikan saat ini. Dimana sudah seyogyanya ini adalah hal penting untuk hajat generasi penerus, bahkan kita perlu menggaris bawahi bahwa anggaran yang semakin menipis di dunia Pendidikan akan terus-menerus menjadi kendala terbesar dalam kasus pemerataannya skala prioritas akuntabilitas negara akan semakin dipertanyakan. Dimana transparasi APBN via digital sudah harusnya bisa dilihat seperti apa tracking record nya, namun banyak yang menutup mata soal ini sebab masyarakat sudah di sibukkan oleh hajat hidup mereka masing-masing. Ditengah gempuran kapitalisme yang semakin menindas, menjadikan kepelikan kehidupan masyarakat semakin menjadi-jadi. Dimulai dari meroketnya kebutuhan dasar hidup hingga merambah kedalam dunia pendidikan yang harus ditanggung secara individu atau swasta untuk kelayakan hidup serta mencapai generasi yang cerdas dan bermanfaat untuk negara.
Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negara Indonesia saat ini. Melalui ketetapan Menteri Pendidikan anggaran pendidikan ditetapkan 11 persen dari APBN di tahun 2025 dan juga dana pendidikan yang berasal dari APBD melalui konsep otonomi daerah. Anggaran dari pemerintah tersebut tidak hanya untuk penyelenggaraan pendidikan disekolah yang berada dibawah pengelolaan kemendikbudristek saja, namun ini akan dibagi kebeberapa kementrian juga yang memiliki program terkait pendidikan. Maka, dari skema tersebut sudah nampak jelas bahwa anggaran pendidikan itu sebenarnya amat terbatas, kemudian sekalipun ada jaminan bagi Pendidikan jenjang SD-SMP dan seandainya ini dilakukan dengan baik, pada kenyataannya hal ini pun belum bisa menjadi solusi tuntas. Semestinya jaminan pendidikan merata di seluruh jenjang dan dengan anggaran yang memadai. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka hal ini justru akan menjadi bukti bahwa adanya lepas tangan tanggung jawab serta peran sebuah negara. Kontrol pemerintah pusat yang masih kurang, menyebabkan para pejabat saling melempar tanggung jawab, baik di dalam pemerintah pusat maupun daerah. Sehingga tidak meratanya Pendidikan ini menjadikan negara lemah, dan pada akhirnya akan semakin menghambat pembangunan sekolah – sekolah yang berkualitas secara merata.
Dalam sistem kapitalis ilmu akan senantiasa dijadikan sebagai komoditas, yang kerap kali hanya dipandang dari sisi aspek materi nya saja. Hal ini yang akan terus-menerus mengkikis tanggung jawab negara untuk memberikan anggaran Pendidikan yang layak. Pemerintah jelas akan lebih tertarik untuk mengeluarkan anggaran dananya pada hal-hal yang lebih menguntungkan secara materi seperti hal nya, proyek IKN atau proyek industri lain. Selain itu mutu Pendidikan dasar dan menengah mengacu pada pemeringkatan Pisa yang dimana ini dimotori oleh negara – negara OECD dengan jargon standar Pendidikan merata, namun pada kenyataannya yang ada hanyalah ketidakadilan, sebab masih terbatasnya fasilitas sarana dan prasarana disekolah bahkan infrastruktur pembangunan sekolah masih banyak yang belum terpenuhi.
Sebagai seorang muslim, harus kita sadari bahwa, rendahnya kualitas pendidikan pada dasarnya disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada materi, kemudian kurikulum, visi, serta misi pendidikan yang masih jauh dari nilai-nilai agama. Revisi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan bukanlah langkah solusi. Tetapi solusi yang hakiki ialah sistem pendidikan dalam Islam. Dimana sistem islam inilah yang akan menjadi solusi tuntas atas segala persoalan umat, termasuk didalamnya sistem pendidikan.
Carut marut dunia Pendidikan di sistem kapitalis tentu tidak pernah terjadi di dalam sistem pendidikan islam. Didalam sistem islam anggaran Pendidikan diperuntukan bagi seluruh Masyarakat bukan hanya jenjang pendidikan tertentu saja. Seluruh pembiayaan Pendidikan baik menyangkut gaji para guru, dosen maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana Pendidikan ini sepenuhnya menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara.
Hal tersebut bisa terwujud karena Islam mengharuskan sistem Pendidikan Islam bersumber dari Al-qur’an dan As-sunnah, dengan memandang bahwa ilmu dan Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara. Sebab Pendidikan merupakan hal yang sangat vital yang memiliki peran strategis yang tidak bisa hanya diukur dari dimensi keuntungan materi. Oleh karenanya negara akan menyelenggarakan Pendidikan dengan segenap kemampuannya berapapun biaya yang diperlukan, maka akan di upayakan oleh negara. Selain itu didalam islam, negara bertanggung jawab penuh dalam pemenuhan kebutuhan dalam pembangunan pada aspek pendidikan. Negara tidak akan hanya menjadi sebagai regulator apalagi bergantung pada pihak swasta, baik masyarakat atau korporasi. Didalam pengelolaannya, jaminan pendidikan oleh negara atas setiap individu rakyat nya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, tanpa cuma-cuma atau berbiaya semurah-murah nya karena ini adalah hak rakyat atas negaranya .
Kembali melihat sejarah dan pelajaran dalam kepemimpinan islam. Seperti salah satu dari runtutan peristiwa penebusan tawanan dalam sirah nabi di saat perang badar di Madinah. Kemudian turun firman Allah Ta’ala,
ِمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
ِلَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.” (QS. Al-Anfal: 67-68)
Kemudian dalam hadist sirah nabi para tawanan pun mulai mengumpulkan tebusan, tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan untuk membebaskan sebagian tawanan tanpa tebusan karena mereka orang-orang fakir yang tidak mempunyai harta seperti Abu ‘Izzah, si penyair. Di antara mereka ada yang tebusannya berupa mengajarkan sepuluh pemuda muslim Madinah agar bisa membaca dan menulis. Dalam sirah diatas tersebut dapat kita simpulkan bagaimana Pendidikan dalam islam sangat berarti dan tanggung jawab negara pada Pendidikan dalam islam bersifat terpusat.
Wallahua’lam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar