Penipuan QRIS , Refleksi Koyaknya Akhlak Individu yang Jauh dari Akidah Islam


Oleh : Anindya Vierdiana

Seiring kemajuan teknologi digital yang membaur pada lini kehidupan manusia dan semakin menjadi candu, bahwa tak bisa di sangkal  teknologi mampu menjadi jalan untuk tindakan kejahatan sekalipun. 

Melansir dari Liputan6.com, Mohammad Iman Mahlil Lubis ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga melakukan penipuan modus memalsukan tampilan QRIS atau QR Code di kotak amal masjid. 

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Auliansyah Lubis menyebut, tersangka merupakan mantan karyawan bank plat merah.

Terkait dengan latar belakang yang bersangkutan, pernah bekerja di salah satu Bank, bank BUMN salah satu Bank BUMN," ujar Auliansyah kepada wartawan, Selasa (11/4/2023).

Sementara itu, dilansir dari Linkedin, Mohammad Iman Mahlil pernah menduduki jabatan prestisius. Tercatat, sebagai Managing Director selama tiga tahun. Kemudian bekerja di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk selama 12 tahun 7 bulan.

Adapun, jabatan yang pernah diemban Government’s Project Relationship Manager, Assistant Manager dan Auditor.

Sebelumnya, tindakan Mohammad Iman Mahlil memasang QRIS palsu terbongkar dari kecurigaan seorang pengurus masjid saat melihat sticker QRIS atau QR Code tertempel di Masjid Nurul Iman, Blok M Jaksel.

"Salah satu marbot menanyakan kepada pengurus masjid lain, siapa yang menempel QRIS di tembok masjid tersebut. Kemudian pengurus atau DKM masjid mengatakan tidak tahu siapa yang menempelnya," ujar dia.

Auliansyah menerangkan, pengurus menemukan QRIS atau QR Code terpasang di beberapa tempat. Atas kejadian itu dilaporkan ke kepolisian.

Terungkaplah, orang yang menempel QRIS di Masjid Nurul Iman Blok M Square. Dia adalah Mohammad Iman Mahlil.

Munculnya modus kejahatan baru ini sungguh tentu mengkhawatirkan. Semakin banyak tindakan kejahatan terlebih kejahatan yang di lakukan menggunakan teknologi, betapa banyak orang pintar dan cerdas di luar sana tapi sayangnya kecerdasan dan kepintarannya tak di imbangi dengan adab yang baik serta perasaan takut untuk melakukan perbuatan dosa. Justru kepintarannya malah di gunakan untuk melakukan tindakan kejahatan. 

Apalagi kasus ini di lakukan di saat bulan ramadhan, yang ketika banyak umat Islam sedang berlomba-lomba untuk memperbanyak ibadah dan banyak melakukan amalan saleh namun bukannya memperbanyak ibadah malah dengan sengaja melakukan tindakan pemalsuan barcode Qris di masjid-masjid agar dana sedekah yang seharusnya masuk kepada masjid masuk pada rekening pelaku. 

Kejadian ini menunjukkan bukti bobroknya akhlak manusia dewasa ini, manusia tidak lagi takut berbuat maksiat terlebih pada bulan suci ramadhan yang bahkan di lakukan di dalam masjid. Ragam kejahatan terus terjadi, ramadhan tak menghentikan manusia berbuat maksiat. Manusia seolah tak punya rasa takut dan berani melanggar aturan Allah Swt, menyedihkannya banyak yang menganggap biasa suatu perbuatan kemaksiatan.
 
Tak di hiraukannya ayat-ayat yang menggambarkan pedihnya azab neraka, mereka mengabaikan fakta bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan balasan dan akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt.


Kecanggihan Teknologi Bagai Pisau Bermata Dua

Hari ini kita di suguhkan dengan ragam kecanggihan teknologi yang tentunya sangat membantu bahkan untuk urusan bersedekah. Namun sayangnya di antara miliaran manfaat dari kemajuan teknologi ada saja terselip celah untuk melakukan kejahatan dengan menggunakan kecanggihan dari teknologi ini. Karena memang teknologi bagai pisau bermata dua, dapat di gunakan untuk kebaikan atau keburukan,semua kembali pada pilihan diri yang berdasar pada akidah. Itulah sebabnya mengapa penanaman akidah Islam pada setiap manusia itu penting, karena akidah Islam akan menuntun seseorang untuk menggunakan teknologi sesuai dengan syariat islam dan kepentingan agama Islam. 


Sistem Pendukung Ketaatan Adalah Sistem Islam

Selain penanaman akidah Islam pada seseorang, sangatlah penting mewujudkan sistem yang mendukung ketaatan kaum muslim. Hal ini agar setiap masyarakat dapat hidup teratur, tidak saling menyakiti dan menjauhkan berbagai tindakan kejahatan. Karena pada tiap pelanggaran syariat akan di luruskan dan akan ada hukuman yang di tegakkan sesuai aturan Islam yang adil sehingga mampu meminimalisir bahkan melumpuhkan tindakan kejahatan.

Pada sistem Islam ada 3 lapis perlindungan yaitu : 
1. Individu
Islam merupakan satu-satunya agama yang sahih. Allah Swt. berfirman,
Ø¥ِÙ†َّ الدِّينَ عِÙ†ْدَ اللَّÙ‡ِ الْØ¥ِسْÙ„َامُ ۗ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.” (QS Ali Imran: 19).

Islam merupakan problem solving yang sempurna dan paripurna terhadap segala permasalahan hidup manusia, mulai dari yang terkait dengan hubungannya dengan dirinya sendiri (makanan, pakaian), hubungannya dengan Allah (akidah, ibadah), maupun hubungannya dengan manusia yang lain (muamalah). Dengan demikian, semua kebutuhan manusia dan persoalan-persoalannya akan tuntas terselesaikan dengan Islam.

2. Masyarakat
Masyarakat berperan besar dalam mewujudkan ketaatan, melalui mekanisme amar makruf nahi mungkar sehingga terwujud kontrol masyarakat. Setiap pelanggaran terhadap syariat akan diluruskan dengan nasihat oleh muslim yang lain. Karena agama ini (Islam) adalah nasihat, sebagaimana sabda Rasulullah saw.
الدِّÙŠْÙ†ُ النَّصِÙŠْØ­َØ©ُ Ù‚ُÙ„ْÙ†َا : Ù„ِÙ…َÙ†ْ ؟ Ù‚َالَ للهِ ÙˆَÙ„ِÙƒِتَابِÙ‡ِ ÙˆَÙ„ِرَسُÙˆْÙ„ِÙ‡ِ ÙˆَÙ„ِØ£َئِÙ…َّØ©ِ المُسْÙ„ِÙ…ِÙŠْÙ†َ ÙˆَعَامَّتِÙ‡ِÙ…ْ – رَÙˆَاهُ Ù…ُسْÙ„ِÙ…ٌ
“Agama adalah nasihat.” Kami (para sahabat) bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR Muslim no. 55).

3. Negara
Negara adalah pilar yang sangat penting dalam mewujudkan ketaatan karena negara merupakan pihak yang menerapkan syariat secara formal. Dengan demikian, akan terwujud masyarakat yang islami.

Negara menerapkan undang-undang dasar dan undang-undang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Negara juga yang menerapkan sistem sanksi yang akan memberikan hukuman berdasarkan syariat bagi siapa pun yang melanggar syariat. Dengan demikian, kejahatan tidak akan meluas karena segera mendapatkan hukuman yang menjerakan.

Negara akan menerapkan syariat Islam secara kafah ini di bawah naungan khilafah.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar