Sistem Islam : Tidak Perlu UU Perampasan Aset, Untuk Tuntaskan Korupsi


Oleh : Ummu Umaroin (Aktivis Dakwah)

Dilansir dari CNN Indonesia bahwa Presiden Joko Widodo kembali mendorong DPR untuk segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset. Ia mengatakan RUU tersebut merupakan inisiatif pemerintah dan berharap DPR segera menyelesaikannya.

"RUU perampasan aset itu memang inisiatif dari pemerintah dan terus kita dorong agar itu segera diselesaikan oleh DPR," kata Jokowi di Pasar Johar Baru, Jakarta, rabu (5/4).

Jokowi berkata Indonesia butuh payung hukum untuk mengamankan aset terkait tindak pidana korupsi. Menurutnya, RUU Perampasan aset akan sangat membantu upaya pemberantasan korupsi.

"UU perampasan aset itu dia akan memudahkan proses-proses utamanya dalam tindak pidana korupsi untuk menyelesaikan setelah terbukti," ucap dia.


Benarkah demikian, RUU Perampasan Aset mampu menyelesaikan permasalah tindak pidana korupsi di negeri ini ?

Bukan saat ini saja terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia jauh sebelum nya sudah sering terjadi, bahkan di negara-negara lain pun,  korupsi sudah menjadi suatu budaya atau kebiasaan dalam sistem pemerintahan demokrasi. Seperti sudah mendarah daging pemerintahan tidak bisa lepas dari yang namanya korupsi. Selama ada kesempatan dalam menjabat maka harus segera diambil kesempatan itu untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Karena tujuan mereka menjadi anggota dewan dari perwakilan rakyat hanya untuk memudahkan urusan para korporasi bukan berpihak pada rakyat. Karena mereka menjadi Anggota dewan juga atas pendanaan dari para korporasi tersebut. Sehingga apa yang diinginkan oleh korporasi harus segera dilakukan, walaupun harus menjual aset-aset negara, dan memperbanyak aset-aset untuk pribadi. Beginilah Sistem demokrasi, yang melahirkan paham liberalisme, rakyat diberikan kebebasan dalam memiliki aset-aset negara menjadi hak pribadi,  yang dimaksud rakyat disini adalah para penguasa dan para korporasi.  Dan sangat mustahil UU Perampasan Aset ini mampu memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi. 

Hukuman atau saksi dari negara untuk pelaku tindak pidana korupsi tidak pernah jelas dan tegas. Bahkan cenderung berbelit-belit, menunda-nunda sampai kasus tersebut hilang ditimpakan oleh kasus-kasus yang lainnya. Maka dari itu sesungguhnya RUU Perampasan Aset yang akan digodok dan akan disahkan menjadi UU, tidak akan ada gunanya hanya akan menghabiskan banyak dana dan membuka kasus korupsi baru. 


Sistem Islam mampu menuntaskan masalah korupsi.

Islam sebagai sistem hidup memiliki aturan super lengkap dalam menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam memiliki sejumlah tindakan preventif dan kuratif dalam mengatasi kasus korupsi:

Dalam aspek preventif, Islam melakukan langkah berikut: Pertama, penanaman akidah Islam setiap individu. Dengan akidah yang kuat akan terbentuk kepribadian Islam yang khas. Pembentukan akidah ini dilakukan secara berkesinambungan melalui sistem pendidikan Islam yang akan menghasilkan individu-individu beriman dan bertakwa. Kesadaran iman dan ketaatan inilah yang akan mencegah seseorang berbuat maksiat.

Kedua, penerapan sistem sosial masyarakat berdasarkan syariat secara kaffah. Dengan penerapan ini, pembiasaan amar makruf nahi mungkar akan terbentuk. Jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, masyarakat dengan mudah bisa melaporkannya pada pihak berwenang. Tradisi saling menasihati dan berbuat amal saleh akan tercipta seiring ditegakkannya hukum Islam di tengah mereka.

Ketiga, mengaudit harta kekayaan pejabat secara berkala. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengontrolan dan pengawasan negara agar mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk meraup pundi-pundi uang ke kantong pribadinya. Khalifah Umar bin Khaththab ra. selalu mengaudit jumlah kekayaan pejabatnya sebelum dan sesudah menjabat. 

Keempat, sistem kerja lembaga yang tidak rentan korupsi. Dalam sistem Khilafah, ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan. 

Dalam aspek kuratif, penegakan sanksi hukum Islam adalah langkah terakhir jika masih terjadi pelanggaran seperti korupsi. Sistem sanksi yang tegas memiliki dua fungsi, yaitu sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah dan berefek jera). Sebagai jawabir (penebus) dikarenakan uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara ketika di dunia.

Sementara zawajir, yaitu mencegah manusia berbuat jahat karena hukumannya mengandung efek jera. Para pelaku dan masyarakat yang punya niatan untuk korupsi akan berpikir seribu kali untuk mengulangi perbuatan yang sama. Untuk kasus korupsi, dikenai sanksi ta'zir, yakni khalifah yang berwenang menetapkannya. Sanksi ta'zir bisa berupa penjara, pengasingan, hingga hukuman mati.

Demikianlah tahapan Islam memberantas korupsi secara tuntas. Dengan penerapan hukum Islam, korupsi dapat dicegah dan ditindak secara efektif.

Wallahu a'lam bishawab. 



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar