Muhasabah di Bulan Kemuliaan


Oleh: Rusmiati (Jembrana-Bali)
  
Ramadhan adalah bulan yang istimewa. Ketika tiba bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu dan pahala dilipatgandakan. Ramadhan adalah bulan yang berlimpah keberkahan, di dalamnya terdapat malam yang merupakan sebaik-baik malam, malam yang lebih utama dari pada seribu bulan, Lailatul Qadr namanya.

Ramadhan adalah proyek Allah, siapa saja bisa meraihnya tanpa terkecuali. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim menjadikan Ramadhan sebagai momentum mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena bulan ini hanya ada sekali dalam setahun.

Bulan mulia ini akan selalu hadir, tetapi kita yang belum pasti hadir. Ramadhan akan meninggalkan kita atau kita yang meninggalkan Ramadhan. Bahkan ada pepatah yang mengatakan, "Setiap ada pertemuan pasti akan ada perpisahan". Kalimat ini bisa dipakai untuk Ramadhan. Tapi yang menjadi pertanyaan kita saat ini yaitu, apakah sudah maksimal ibadah yang telah dilakukan selama Ramadhan? dan apakah kita sudah mendapatkan ampunan? Karena bisa jadi ini Ramadhan terakhir bagi kita.

Segala amal itu tergantung niatnya, kualitas puasa pun tergantung dengan keimanannya. Bahkan Rasulullah bersabda yang artinya, "Celakalah seseorang, bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang yang kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orang tuanya tidak dapat memasukannya ke dalam surga (karena kebaktiannya)." (HR. Tirmidzi).

Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa tidak semua mukmin yang berpuasa di bulan Ramadhan lantas ia mendapatkan ampunan dan kemudian mendapat predikat takwa. Mungkin puasa kita hanya menahan lapar dan haus saja, akan tetapi lisan kita berkata yang tidak baik, mata kita memandang kemaksiatan, telinga kita mendengarkan gibah. Lantas layakkah kita menjadi hamba-hamba yang diampuni?

Waspadalah dan bersegeralah kepada ampunan Allah. Muhasabah setiap hari untuk menilai sejauh mana amal kita hari ini. Apakah lebih baik, sama saja, atau justru lebih buruk dari hari kemarin. 

Wallahu a'lam bishawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar