Oleh: Tarlina
Tidak terasa hari demi hari terus berjalan di bulan mulia ini, bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan yang selalu dinantikan umat muslim di seluruh dunia . Banyak kaum muslim yang berbondong-bondong meningkatkan amalan mereka, karena berlipat gandanya pahala, dimana ketika kita mengerjakan amalan sunah, maka Allah SWT. memberikan pahala seperti pahala ketika kita mengerjakan amalan wajib di bulan lain. Apalagi amalan wajib. Maa syaa Allah.
Pelaksanaan puasa di bulan Ramadhan ini adalah bentuk konsekuensi iman dari seorang muslim yang berpegang teguh kepada kitabullah. Allah SWT. berfirman,
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَا مُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah: 183).
Karena sumber hukumnya wajib, maka ketika tidak dilaksanakan akan berdosa bagi yang telah memenuhi syarat wajib puasa. Dengan demikian tentu nya kita harus memahami bagaimana pentingnya menjalankan perintah ini, jika tidak ingin mendapat dosa. Lalu bagaimana dengan aktivitas orang-orang di warung makan yang ditutupi gorden dengan apiknya di saat siang bolong nan terang-benderang? Wangi semerbak menusuk hidung datang dari arah warung makan tersebut. Dalam temaram, terdengar bunyi piring dan sendok yang saling beradu. Apa yang mereka lakukan? Makan dan minumkah? Inikan bulan puasa? Apakah yang menjadikan mereka tidak puasa? Apakah mungkin ada udzur syar'i?
Belum lagi banyak kaula muda dengan percaya diri menyedot minuman di pinggir jalan. Mereka dengan bangga menegaskan bahwa mereka tidak berpuasa, padahal jelas mereka telah memenuhi syarat wajib puasa. Siapakah yang harus disalahkan atas semua pelanggaran ini? Puasa memang ibadah tersembunyi yang hanya Allah SWT. dan pelakunya saja yang tahu. Tapi bagaimana perasaan kita melihat kemaksiatan di depan mata?
Allah SWT. berfirman,
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali 'Imran: 104).
Kemaksiatan yang semakin nyata ini adalah hasil nyata dari diterapkannya aturan buatan manusia, sehingga perintah syariat diabaikan. Mereka yang baik-baik saja ketika bermaksiat memperlihatkan semakin bobroknya ketakwaan di dalam sistem yang berlangsung saat ini.
Lalu bagaimana dengan pedagang di warung makan juga tempat lainnya yang ditutupi gorden? Jika dia seorang muslim, apakah dia memahami hakikat rezeki berkah? Mungkin dia merasa karena sudah ditutup, maka bisa ditutup dari mata manusia. Tapi apakah bisa ditutup dari penglihatan Allah Yang Mahamelihat?
Memberantas banyak pelanggaran ini tidak bisa dilakukan hanya melalui individu saja, tapi perlu adanya peran dari sebuah kekuasaan sehingga bisa berdampak besar. Kekuasaan yang bukan hanya menindak sebuah pelanggaran ketidak taatan, tapi juga kekuasaan yang bisa menjalankan segala hukum di dalam Al-Quran sehingga bisa membawa kemaslahatan dalam hidup manusia. Kekuasaan tersebut hanya bisa diwujudkan dengan sistem Islam yakni Khilafah Islam, bukan dengan sistem sekuler yang saat ini berlangsung. Semoga Ramadhan ini bisa menjadi Ramadhan terakhir tanpa Khilafah. Aamiin allahumma aamiin.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar