Ramadhan Hanya Seremonial, Kapan Berjayanya?


Oleh: Yuni Indawati (Jembrana-Bali)

Bulan Ramadhan adalah momentum umat muslim mendekatkan diri kepada Allah. Berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan ketakwaan dengan cara mematuhi syariat-Nya. Syariat Islam adalah tolak ukur untuk membedakan antara yang hak dan yang batil.

Dengan demikian,  umat muslim harus segera meninggalkan hal yang diharamkan atau dosa untuk mencari ridho Allah SWT. Terlebih lagi karena di bulan yang mulia ini, Allah SWT memberikan keistimewaan terhadap umat muslim yaitu melipatgandakan setiap amalan yang dilakukannya.  Kesempatan yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin supaya Allah SWT memberikan maghfiroh yaitu ampunan dosa.

Terbukti, suasana keimanan di bulan Ramadhan dirasakan dan dijalankan oleh umat muslim. Perintah puasa wajib dan ibadah sunnah di bulan Ramadhan serentak bisa tertunaikan. Mereka berusaha menjalankan ibadah di bulan Ramadan ini dengan bersungguh-sungguh hingga rela menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah sampai akhir Ramadhan.

Akan tetapi, apakah mungkin di zaman kapitalis ini umat muslim bisa melaksanakan ketaatannya dengan baik dan benar bahkan konsisten untuk bulan-bulan berikutnya? Atau justru hanya menganak-emaskan di bulan Ramadhan saja kemudian lupa bahwa ibadah itu harusnya konsisten di setiap harinya?

Jika demikian yang terjadi, maka sesungguhnya Ramadhan hanyalah seremonial tahunan saja tanpa efek yang berkelanjutan. Inilah salah satu bentuk sekulerisasi beribadah. Sistem kapitalis ini telah melemahkan aqidah umat muslim hingga titik yang paling rendah atau hilang tak tersisa. 

Kita bisa melihat bahwa sebagian umat muslim saat ini tidak bersungguh-sungguh dalam menjalankan bulan yang suci ini, bahkan makna Ramadhan pun tidak dipahami dengan benar. Yang mereka pahami hanyalah perubahan kebiasaan saat makan dan aktivitas kerjaan yang dikurangi. Selain itu, ya kebiasaan bermalas-malasan tetap ada dengan dalih menjaga kondisi tubuh supaya kuat menjalani puasa.

Inilah salah satu penyakit yang ada di sistem kapitalis, yakni membebaskan perilaku manusia sesuai yang dipikirkannya. Padahal jika di dalam sistem Islam, umat muslim akan dipacu dan dimotivasi dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, yaitu negara akan ikut andil untuk menjaga aqidah dan keimanan setiap umat muslim.

Diam di saat ada kemaksiatan adalah keimanan yang rendah, maka Negara tidak akan tinggal diam ketika ada warganya yang bermaksiat dan menyia-nyiakan waktunya hanya dengan rebahan saja. Negara akan memerintahkan setiap warganya untuk berjihad di jalan Allah sampai totalitas. Dengan totalitas itulah, kejayaan Islam akan tegak.

Wallahua’lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar