Akankah Koruptor Takut RUU Perampasan Aset?


Oleh : Anita Sp

Belakangan ini kembali mencuat kasus korupsi yg dilakukan oleh pejabat, anggota dewan dan juga para ASN. Dan yang parahnya mereka melakukan tindak korupsi tsb secara berjamaah.

Lihat saja Korupsi yg dilakukan oleh Bupati Kapuas beserta istrinya. Yang dilakukan bersamaan. Sampai Pegiat antikorupsi dari PUKAT UGM Zaenur Rohman memberi tanggapan aksi korupsi yang dilakukan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat dan anggota DPR RI Fraksi Nasdem Ary Egahni Ben Bahat bukan lah modus baru. Zaenur menilai, modus yang dilakukan pasangan suami istri itu kerap dilakukan pejabat lain dengan menyalahgunakan wewenangnya. "Ini modus lama politisi di daerah menggunakan kewenangannya sebagai pejabat publik, sebagai kepala daerah untuk mengumpulkan dana politik dengan korupsi ya," kata Zaenur kepada tirto, Rabu (29/3/2023).

Zaenur menambahkan, modus korupsi yang paling sering dilakukan pejabat adalah penjualan perizinan, menerima suap atau gratifikasi pada pengadaan barang dan jasa, pengisian jabatan pegawai daerah hingga korupsi anggaran. 

Belum lagi kasus high cost politic yg dipastikan terjadi disetiap kontestasi pemilu dan juga pemilihan kepala daerah. Kata Zaenur, ini lazim dilakukan oleh kepala  daerah, korup dilakukan oleh kandidat yang ingin maju kontestasi pemilu maupun pemilihan kepala daerah. "Ini Kasus yang sudah lama dan memang penyakitnya ini ya.... memang karena high cost politic, money politic minim pengawasan kemudian akhirnya terjadi korupsi," kata Zaenur. 

Zaenur menilai permasalahan korupsi demi kepentingan kandidasi tidak mudah untuk diberantas. Ia menyarankan agar demokratisasi internal partai politik dengan pendekatan pembelian perahu perlu dihapus. Kemudian, pemerintah membuat instrumen efektif dalam pemberantasan politik uang. "Siapapun yang melakukan money politic itu harus didiskualifikasi dari kontestasi pemilihan, baik untuk pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah dan ini hampir tidak pernah dilakukan karena memang instrumen pengawasan kita sangat lemah, Bawaslu dengan perangkat aturan yang dibentuk oleh DPR dan pemerintah itu semuanya sangat lemah," kata Zaenur. "Selama persoalan-persoalan yang menimbulkan high cost politic ini tidak diselesaikan ya korupsi di daerah itu akan terus terjadi," tutur Zaenur.

Di lain pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  juga ternyata telah mencekal 10 tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun anggaran 2020—2022 ke luar negeri.

Penyidik KPK juga telah melakukan penggeledahan di rumah para tersangka tersebut dalam rangka pengumpulan alat bukti. lokasi penggeledahan itu antara lain, Kantor Ditjen Minerba di Tebet Jakarta Selatan, Kantor Kementerian ESDM di Jalan Medan Merdeka Selatan, rumah tersangka di Depok dan Apartemen Pakubuwono di Jakarta Pusat. 

Dalam penggeledahan di Apartemen Pakubuwono, penyidik KPK menemukan uang tunai sejumlah Rp1,3 miliar. Terkait dengan temuan itu, Asep mengatakan bahwa penyidik KPK masih mendalami soal kaitan uang dan apartemen tersebut dengan kasus yang disidik lembaga antirasuah tersebut.

Kemudian muncullah pendapat pendapat terkait penyelamatan aset negara yg sudah di curi oleh para pajabat negara, anggota dewan maupun ASN tsb. 

Salah satunya kembali mencuatnya usulan UU Perampasan Aset yg disampaikan oleh Menkopolhukam, Mahfud MD, Beliau meminta DPR RI untuk mendukung kehadiran UU tersebut. Sayangnya, permintaan itu ditolak Ketua Komisi III, Bambang Pacul, dengan alasan jika bukan perintah ketua umum partai yg memintanya.

Nah..sebelumnya mari kita kenali dulu Apa itu UU Perampasan Aset? Pakar Hukum Universitas Trisakti, Prof Abdul Fickar Hadjar mengatakan, secara terminologi perampasan aset itu dimaksudkan untuk aset-aset hasil kejahatan. Sebab, ada upaya-upaya paksa yaitu perampasan.

Selama ini, aset yang disita dan dirampas oleh penegak hukum pada akhirnya harus melalui putusan pengadilan. Jadi, aset itu berpindah tangan kalau ada lembaga, peristiwa hukum atau putusan pengadilan, baru bisa disita atau bisa dilelang.

Artinya, kita harus menciptakan sistem baru atau lembaga baru dalam penegakan hukum, Sebab, pada dasarnya dalam penegakan hukum perdata sepenuhnya menjadi kewenangan pengadilan untuk menyita, melelang dan memberikan hasilnya kepada yang berhak.

Sedangkan, untuk pidana dilakukan penegak hukum seperti Kejaksaan, KPK, Polri yang bisa merampas aset tersangka atau terdakwa. Tapi, ketika akan dipindah tangankan, seperti perdata, semua tetap harus melalui putusan pengadilan.

Melalui UU Perampasan Aset, satu sisi dijaga kepentingan hak-hak masyarakat, di sisi lain kita turut memberikan kewenangan kepada negara untuk merampas aset masyarakat. 

Kini, ia menyarankan, segera dipikirkan untuk menciptakan satu lembaga yang bisa merampas aset tanpa harus ada keputusan pengadilan. Tapi, Fickar menekankan, itu harus kuat pula secara hukum, memiliki dasar sosiologis, memiliki dasar yuridis.

Ia merasa, UU Perampasan Aset ini pikiran baru untuk mempercepat roda putaran ekonomi agar keduanya terlindungi. Masyarakat di satu sisi terlindungi dalam berusaha, di sisi lain negara bisa mempertahankan kehidupan kelembagaannya.

"Ada keseimbangan antara hak masyarakat dengan hak negara dan Undang-Undang Perampasan Aset hendaknya mengakomodir dua kepentingan itu," ujar Fickar.


RUU Perampasan aset bisa melindungi ekanomi masyarakat ?

Baru baru ini Menkopolhukam, Mahfud MD menyinggung kembali tentang menggilanya tindakan korupsibyg dilakukan oleh para Pejabat negara, anggota dewan dan juga ASN. Lalu beliau menyampaikan ulang apa yg disampaikan oleh mantan ketua KPK Abraham Samad.

'Jika tidak ada korupsi disatu sektor saja yaitu sektor pertambangan, maka satu kepala diseluruh Indonesia akan mendapat Rp 20juta dari negara setiap bulannya di sepanjang waktu'.

Ini membuktikan tindakan korupsi yg dilakukan oleh pihak pihak disebut diatas sangatlah mengerikan dan merugikan sekali. Sanking mengerikannya sampai sampai Menteri dan Pejabat negara menyampaikan bahwasannya masalah korupsi ini hampir tidak mungkin terselesaikan jika mekanisme maupun strategi sistem masih seperti yg ada.

Lalu Bagaimana dengan RUU Perampasan Aset yang diajukan oleh Menkopolhukam tersebut?, Apakah para pejabat negara, anggota dewan ataupun ASN dan yg lainnya akan merasa takut lalu berhenti melakukan korupsi atau juga akan menjadi jera?

Yuk kita perhatikan bagaimna korupsi itu bisa terjadi. Secara konsepnya korupsi terjadi karena adanya segi tiga kesalahan / kerusakan. Faktor faktor yang menyebabkan itu terdiri dari :
1. Tekanan (baik tekanan dari dalam maupun dari luar).
2. Pembenaran diri.
3. Kesempatan.

Harus diakui korupsi yg sudah puluhan tahun dilakukan tidak pernah menemui solusi yg solutif. Dari solusi dimintanya ketransparanan, harus memiliki Pemerintahan yang bagus sampai Pemerintahan yang bersih juga pembentukan Undang Undang baru. Namun tetap korupsi tak kunjung berhenti. Kenapa? Karena sejatinya korupsi terjadi akibat berlakunya sekularisme dan praktik ekonomi kapitalisme.

Sekularisme manjadikan mereka tidak takut terhadap yang namanya dosa, karena ketika mereka melakukan perbuatan itu mereka tidak menyandarkan diri mereka terhadap apa apa saja yg diperbolehkan dan tidak diperbolehkan oleh agama bahkan agama ditiadakan untuk perihal keduniawian mereka, maka saat mereka melakukan kecurangan, pencurian, perampasan hak orang lain, mereka akan merasa biasa biasa saja dan mengganggap itu adalah hal yang lumrah. Sekularisme menjadikan mereka orang orang yang hanya sekedar tau akan adanya yaumul hisab, tapi mereka tidak memahami bagaimana mereka nanti mendapatkan penghisaban tersebut, bahkan dengan sekularisme itu mereka mempunyai pemahaman hidup itu hanya berhenti sampai di dunia saja.

Disisi lain praktik ekonomi yg mereka jalankan adalah praktik ekonomi kapitalis dimana di ekonomi kapitalis ini yg menjadi Tuhan mereka adalah Materi, materi segala galanya bagi mereka, itu yang mengakibatkan mereka jadi rakus dan tamak terhadap nikmat duniawi.
Maka dari situlah kita lihat muncul banyak kesempatan kesempatan, baik secara individu, sosial maupun pemerintah untuk melakukan berbagai bentuk korupsi.

Jelas sudah, tidak ada penyelesaian yang benar benar bisa menyelesaikan hantu korupsi yang bergentayangan di negeri ini. Lalu adakah solusi lain?.


Islam Beri Solusi

Kita lihat bagaimana Islam menyelesaikan perkara korupsi ini. Apakah islam bisa menyelsaikannya baik secara individu, sosial maupun sistem pemerintahannya? 
Pertama tama kita lihat dari  diri atau individu, Individu akan dijaga dengan pengikatan dirinya terhadap syariat islam dan selalu dituntun untuk selalu takut pada Allah. Maka Dengan menyandarkan segala perbuatan yang dilakukan pada tuntutaan syariat islam diri akan selalu teringat akan dosa dan penghisaban serta hari perhitungan amal dan juga neraka. yang itu menjadikan diri tidak berani untuk melakukan kecurangan kecurangan, pencurian maupun perampasan hak orang lain, tidak tamak, tidak rakus dalam memenuhi kebutuhan hidup duniawinya.

Kemudian secara sosial, di dalam islam ukuran kebahagian itu bukanlah melimpahnya materi. Ketika mereka berlimpah materi lalu mereka melakukan kecurangan kecurangan dan merampas hak orang lain maka dimata sesama mereka tidak dianggap orang yg mulia apalagi terhormat. Ini juga menjadi cara agar individu bisa mengerem nafsu kerakusannya karena adanya sangsi sosial masyarakat ketika mereka hendak melakukan perbuatan korupsi.

Yang terakhir kita bisa lihat dari sistem yang membentuk sosial atau masyarakat. Maka sintem Islam wajib menutup semua celah celah dan lubang lubang yg bisa mengakibatkan berbuat kecurangan. Caranya dengan :
1. Negara mempunyai sistem penggajian yang layak. Pemerintah akan memberikan gaji sesuai dengan pekerjaan mereka. Lalu pemerintah juga akan menyediakan fasilitas fasilitas yg diperlukan oleh para pejabat negara.
Rasulullah bersabda. "Barang siapa yang menjadi pekerja bagi kita, hendaklah ia mencarikan isteri untuknya jika ia belum beristri, seorang pembantu bila belum memilikinya, hendaklah ia mencarikan untuk pembantunya, bila tidak mempunyai tempat tinggal, hendaklah ia mencarikan tempat tinggal, Siapa yang mengambil sikap selain itu, maka dia adalah seseorang yang keterlaluan atau pencuri" (HR.  Abu Daud).
2. Negara melarang tegas terhadap aktifitas suap. 
3. Melakukan penghitungan  harta pejabat negara dari mulau awal jabatan sampai akhir jabatan. Jika ada kenaikan secara signifikan maka negara akan memunta rinciannya dengan penghitungan kebelakang. Dan bila ditemukan kecurangan maka pejabat akan diberi tindakan tegas dan kelebihan harta tersebut akan diserahkan ke baitul mal.
4. Para pemimpin harus bertaqwa dan bersih dari korupsi.
5. Ada hukuman yang setimpal atas tindak kecurangan yaitu sebagaimana islam menghukumi pencuri, bahkan bisa jadi akan lebih berat lagu dengan penambahan berupa ta'zir yaitu dengan pengumuman ke publik, pengarakan ke tengah tengah masyarakat, lalu penyitaan harta, kurungan dan bisa juga hukuman mati bagi pelaku korupsi kelas berat.
6. Mewajibkan rakyat selalu melakukan pengawasan ke para pemimpin dan pejabat negara.

Jika cara cara diatas bisa dilaksanakan maka Insyaa Allah korupsi akan bisa terberantas. Pertanyaannya mungkinkah cara cara tersebut bisa terlaksana dengan rapih dan baik oleh individu individu dan masyarakat dengan sistem yg tidak mau menjalankan syariat Islam? Tentu tidak.

Maka sistem yang mampu menjalankan sistem islam tersebut sebagaimna yang dicontohkan oleh Rasulullah dan Sahabat Rasulullah, Khilafahlah satu satunya jawaban.

Bisa dibayangkan jika peniadaan 1 korupsi di sektor pertambangan saja bisa memberikan Rp 20juta per kepala, bagaimana jika semua Sumber Daya Alam yang dimiliki negeri ini terselamatkan dari mereka para penjahat negara dengan penataan negara dan juga ekonomi yang memakai syariat islam? Dipastikan kesejahteran, kebahagian dunia maupun akhirat pasti di dapat.

Wallahu'alam Bissowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar