BBM naik, hanya Pengalihan Bentuk Subsidi?


Oleh : Kartika Septiani

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memahami bila pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi BBM ada yang tidak tepat sasaran. Mengingat, jumlah BLT yang disebar sangat banyak, untuk 20,65 juta warga Indonesia.

"Ya ini kan yang kita bagikan ini 20 juta 600 ribu, jumlah seperti itu enggak mungkin lah kita 100 persen benar," katanya usai menyerahkan BLT BBM di Lampung, Sabtu (3/9). Dikutip dari Merdeka.com (03/09/2022) 

Resminya kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu, dengan harga-harga yang baru, dimulai dari  solar yang semula 5.150 per liter menjadi 6.800 per liter, pertalite dari 7.650 per liter naik menjadi 10.000 per liter, dan pertamax dari 12.500 per liter menjadi 14.500 per liter.

Jelas saja, kebijakan ini menuai banyak pro kontra dari masyarakat. Ada yang setuju dan tidak setuju. Karena jika harga BBM naik, harga-harga bahan makanan pokok seperti sembako juga akan turut naik, yang tentunya akan berdampak langsung untuk kehidupan masyarakat. 

Kenyataannya, pemerintah saat ini hanya berdalih, mengalihkan bentuk subsidi agar tepat sasaran.  Selain itu, nilai bansos seperti BLT yang diberikan tidak sebanding dengan jumlah dana yang dihasilkan dari kenaikan harga BBM yang seharusnya dimaksimalkan untuk kepentingan rakyat. Sudah tidak tepat sasaran, ditambah dengan bantuan subsidi yang tidak sesuai, menjadi bukti bahwa rezim hari ini mengalihkan tanggungjawab atas kesejahteraan rakyat dan melakukan liberalisasi terhadap sektor migas. 

Bentuk protes terjadi dimana-mana, mahasiswa, buruh, sopir kendaraan, dan lainnya. Kebijakan pemerintah seolah tidak pernah memihak rakyat, tidak memikirkan nasib rakyat, dan disaat yang sama banyak pengangguran dan pendapatan masyarakat tidak meningkat. Karena faktanya, bansos pun mempunyai batas waktu tertentu, sedangkan harga BBM tetap atau bahkan bisa naik kembali sewaktu-waktu. 

Terus meningkatnya harga BBM tidak terlepas dari sistem hari ini, liberalis sekuler. Liberalis sekuler yang memposisikan negara hanya sebagai regulator dan bukan periayah urusan rakyat. Seluruh hajat publik dikelola dengan kacamata bisnis, dan menjadikan rakyat membayar pajak sebagai sumber utama penghasilan. Membuat kehidupan masyarakat semakin tercekik dan sulit. Pemerintah berlepas tangan , tidak menjadi pelayan bagi rakyat, dan tidak peduli terhadap kesejahteraan rakyat. 

Dalam pandangan Islam, umat muslim harus memahami kenaikan harga BBM ini jelas tindakan yang mungkar. Sebab menyusahkan hajat hidup orang banyak. Sumber utama penghasilan negara juga bukan dari pajak melainkan baitulmal. Karena merupakan aturan yang bersumber langsung dari Allah, Islam mempunyai aturan bagaimana mengelola sumber daya untuk kepentingan publik, termasuk minyak bumi. Sebab,minyak bumi termasuk kepada harta kepemilikan umum. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW : "Kaum Muslimin bersekutu dalam tiga perkara, yakni air, rumput dan api." (H.R. Abu Daud)

Pengelolaan nya wajib dilakukan oleh kepala negara, yaitu Khalifah. Yang bertugas untuk menjadi penjaga, pelayan dan juga periayah rakyat. Allah melarang penguasa mendzalimi rakyatnya. Sehingga penguasa akan menjalankan tugasnya dengan baik karena berdasarkan kepada aturan dari Allah SWT. Sumber daya akan dikelola dengan baik, seperti minyak bumi. Akan dijual dengan harga yang murah atau bahkan gratis, karena sumber daya tersebut dibawah pengaturan penguasa, dan tidak ada campur tangan dari siapapun apalagi untuk kepentingan bisnis. Wallahualam




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar