Oleh : Aning Juningsih (Aktivis Muslimah)
Melihat peristiwa saat ini, yang menimpa generasi muda sekarang sepertinya makin jauh dari hidup baik. Mereka kini menjadi generasi yang sering berbuat tindakan kriminal yang sadis dan kejam. Kini muncul berita yang menyayat hati. Seorang siswa SMK berinisial JND 17 tahun menjadi pelaku pembunuhan satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga anaknya. Kejadian peristiwa itu di Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada 6-2-2024. (republika.com, 8/2/2024)
Sebelum melakukan tindakannya, pelaku sebelumnya menghabiskan waktu dengan minum-minum bersama teman-temannya. Kasus pembunuhan ini dimulai dari permasalahan asmara pelaku dengan korban berusia 15 tahun, yang tidak disetujui oleh orang tua korban yang dikenal dengan inisial R. Selain melakukan pembunuhan, pelaku J juga melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap ibu dan korban R.
Menurut penyelidikan polisi, pelaku mengakui bahwa tindakannya didorong oleh rasa sakit hati dan dendam. Selain itu, pelaku juga merupakan tetangga korban yang sering terlibat pertengkaran. Di sisi lain, pelaku menyatakan bahwa tindakan pembunuhan dilakukan bukan karena dendam atau sakit hati, melainkan karena kebutuhan mendesak untuk mendapatkan uang guna membayar ongkos servis ponsel.
Dibawah asuhan sistem sekularisme, kasus ini menambah deretan panjang kebobrokan generasi muda. Dengan kejadian peristiwa yang memilukan ini seharusnya menjadi peringatan keras, terutama bagi dunia pendidikan dan bagi negara agar ada sanksi yang membuat jera bagi mereka pelaku kriminal.
Apabila pelaku satu atau dua orang saja, mungkin bisa disebut kesalahan personal. Namun, jika pelaku kriminal pelajar sudah mencapai ratusan sampai ribuan ini bukan lagi masalah kasuistik yang diselesaikan dengan perbaikan pola didik keluarga semata, melainkan sudah menjadi masalah sistemik yang perlu ada solusi fundamental.
Jika dilihat dari fakta yang terjadi saat ini, penyebab dari brutal dan sadisnya pelajar hari ini adalah karena sistem sekulerisme. Sistem yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam akan mengakibatkan lahirnya generasi yang tidak memiliki moralitas, cenderung menjadi parasit, dan memiliki potensi merusak yang sangat besar. Bukan saja keluarga, masyarakat dan negara pun ikut imbasnya. Itulah harga yang harus dibayar ketika sistem sekuler masih diterapkan.
Rusaknya generasi sekarang karena ada beberapa penyebab yang mendukung mereka melakukan tindakan yang tidak bermoral. Yaitu keluarga memiliki peran utama dalam membentuk kepribadian anak. Keluarga yang kehidupannya tidak stabil, kurangnya perhatian orang tua, dan juga pola asuh yang salah akan berakibat negatif untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak. Orang tua yang Kurang paham agama yang pola pikirnya sekuler akan melahirkan generasi sekuler. Tatkala keluarga merujuk pola pendidikannya pada Islam kesalehan akan dapat terwujud.
Dan jika keluarga tidak memiliki keteladanan yang baik bagi anak, tentu mereka akan cenderung mencari perhatian dan identitas di luar keluarga yang terkadang membawanya pada pergaulan yang salah. Jadi ketika kita menginginkan anak yang saleh dan salehah itu harus berawal dari orang tuanya dulu.
Dalam hal ini, meskipun banyak sekolah berbasis agama, tetap saja belum mampu menghalau rusaknya generasi. Orang tua mau sebaik apa pun mengasuh dan mendidik anaknya dengan pendidikan agama, mereka tetap saja takut dengan lingkungan masyarakat sekuler yang tidak aman. Inilah pentingnya sistem sosial masyarakat yang Islami, bukan hanya keluarga yang Islami tetapi lingkungan juga Islami.
Selain itu, kontrol dan pengawasan masyarakat sangat dibutuhkan dalam mencegah anak berperilaku buruk. Dan ketika kontrol itu hilang, masyarakat cenderung apatis dan tidak peduli. Sehingga kontrol dari masyarakat sangat dibutuhkan agar masyarakat kondusif dan terbentuk kepribadian saleh pada anak.
Akan tetapi, cara pandang masyarakat sekuler cenderung membiarkan orang berperilaku bebas yang sebenarnya bertentangan dengan aturan Islam, misalnya budaya pacaran, hedonistik, konsumtif, permisif dan gaya hidup liberal. Bahkan, sebagian masyarakat menganggapnya sebagai bentuk modernisasi kehidupan. Akhirnya, generasi sangat dekat dengan kehidupan sekuler liberal yang memudarkan nilai moral dan akhlak.
Beberapa kali kurikulum pendidikan diganti dan pergantian kurikulum sejauh mana berpengaruh baik bagi perilaku anak didik kita. Ketika kita lihat hasilnya dari pergantian kurikulum hasilnya nihil tidak menghasilkan generasi yang saleh dan saleha. Karena kurikulum yang digunakan sejauh ini didasarkan pada prinsip sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, tujuan pendidikan untuk membentuk perilaku yang baik tidak dapat tercapai.
Selain itu, generasi sekarang tumbuh dalam era kebebasan informasi dan digitalisasi. Kini mereka bergaulnya dengan dunia nyata dan maya. Namun, peran negara masih terlihat mandul. Kini konten-konten negatif yang bisa merusak generasi, seperti konten porno, kekerasan, perundungan, penyimpangan seksual, seks bebas, dan yang lainnya bukti bahwa negara gagal mengatasi adanya digitalisasi.
Dilihat dari insiden-insiden yang terjadi, terungkap bahwa mereka memiliki minat pada konten dan film anime dengan genre dewasa yang mengandung materi pornografi dan seksual yang melenceng. Di sisi lain, budaya asing masuk begitu mudah dan mempengaruhi perilaku generasi. Tatkala akses internet begitu bebas, tidak menutup kemungkinan generasi akan terpapar tindak kriminal dan aktivitas mereka di dunia maya. Jadi di sinilah peran negara sangat penting. Karen mulai dari penyusunan kurikulum, sistem pendidikan, sampai pengawasan digital hanya negaralah mengawasinya.
Angka kriminalitas dan kejahatan pun tidak teratasi dengan nyata, walau pun ada hukum dan undang-undang. Nyatanya, berbagai regulasi yang dibuat untuk mencegah kejahatan tidak berdampak jera bagi pelaku. Terutama, remaja pelaku kejahatan merasa terpupuk rasa aman dengan alasan bahwa mereka masih di bawah umur, padahal seharusnya mereka sudah mengerti karena sudah cukup usia untuk memahami perbedaan antara tindakan yang benar dan yang salah, serta akibatnya jika melanggar hukum.
Saat ini, masalah kerusakan generasi yang disebabkan sistem sekuler harus diselesaikan secara sistemis juga. Kualitas perilaku dan karakter yang positif berkembang dari cara berpikir dan sikap yang baik karena semua hal yang baik berasal dari prinsip-prinsip kebaikan yang berasal dari Allah Taala, sang Pencipta yang Maha Baik.
Sistem kapitalisme sekuler mustahil melahirkan generasi yang berkualitas, berkarakter mulia, dan cerdas yang kita harapkan dan rindukan. Semakin jauh dari ajaran Islam, semakin buruk kondisi generasi saat ini. Kehadiran nilai-nilai sekuler yang semakin dominan telah meningkatkan tingkat kejahatan secara signifikan. Jadi untuk pembentukan generasi yang saleh, peran sistem sangat mendukung dan berpengaruh besar.
Dalam masalah ini, ada beberapa solusi mendasar dalam Islam yakni, ketakwaan individu dalam pendidikan keluarga. Karena dalam Islam pendidikan keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Akidah Islam sebagai landasan yang wajib dalam mendidikan anak untuk setiap keluarga muslim. Dengan menggunakan pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, karakter yang kuat dalam iman dan ketaatan akan terbentuk, yang pada gilirannya dapat mencegah perilaku yang melanggar aturan agama. Dalam pendidikan Islam anak diajarkan tanggung jawab atas setiap perbuatannya sampai akan terbentuk generasi yang mampu bersikap dewasa dengan menjadikan halal haram sebagai asas perbuatannya.
Selain itu, kontrol masyarakat juga dengan tabiat saling mengingatkan satu sama lain. Dengan kebiasaan saling menasihati akan mencegah individu berbuat kerusakan. Karena dengan masyarakat saling mengingatkan,tidak akan menyuburkan perbuatan mungkar karena kesempatan itu tidak akan diberikan. Dengan begitu, fungsi masyarakat sebagai pengontrol sosial dapat berjalan dengan baik.
Begitu juga,negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Dan untuk membentuk generasi berkepribadian Islam negara harus mengadakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Disisi yang lain, negara mesti memenuhi kebutuhan pokok rakyat sehingga masyarakat bisa terhindar dari berbagai kejahatan.
Selain hal itu, negara juga harus menghilangkan semua hal yang merusak keimanan dan ketaatan setiap muslim, dengan cara memblokir konten porno dan kekerasan, melarang produksi film yang menayangkan pornografi, yang mengumbar aurat, dan konten negatif lainnya, serta menutup industri dan peredaran miras, sampai memberantas peredaran narkoba. Untuk penindakan bagi setiap pelanggaran syariat Islam negara juga harus menegakkan sanksi hukum Islam.
Sementara itu, Islam tidak mengenal penggolongan semacam ini. Kelompok usia yang digolongkan sebagai "anak" dalam ranah perkara hukum adalah yang berusia 12-17 tahun. Dalam pandangan Islam, ketika anak sudah memasuki baligh, ia telah terikat dengan hukum-hukum Islam. Berarti, ia sudah menjadi seorang mukalaf (orang yang terbebani hukum) untuk segala amal perbuatannya, termasuk hukuman yang akan menjeratnya jika terbukti berbuat kriminal.
Namun, semua itu akan terlaksana secara menyeluruh dengan penerapan sistem Islam oleh negara. Karena sistem Islam telah banyak melahirkan generasi cemerlang dan unggul, bukan hanya ilmu sains, tetapi juga sukses menjadi ulama yang menguasai agama. Dengan keseimbangan ilmu itu, dapat menjadikan Islam sebagai asas dan sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan sistem Islam juga semua masyarakat akan merasakan hidup sejahtera aman jauh dari tindak kriminal.
Wallahualam bissawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar