Tumpukan Sampah Melimpah, Wujud Negara Lemah


Oleh : Wahyuni Mulya (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Tumpukan sampah adalah salah satu bukti kelalaian negara dan rendahnya kesadaran rakyatnya akan bahaya plastik. Hal ini menunjukkan rakyat dengan mudah menggunakan bahan atau wadah plastik yang harganya lebih murah. Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada 2023. Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia dan kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024 yang diperingati 21 Februari.

Peringatan HPSN dilaksanakan setiap 21 Februari untuk mengenang peristiwa longsor sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah di Jawa Barat pada 2005. Kejadian itu menewaskan lebih dari 140 orang yang kebanyakan bekerja sebagai pemulung.

Darurat sampah masih terjadi di sejumlah daerah, misalnya saja Kota Bandung. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengelolaan Sampah guna mengakselerasi tren positif pengolahan sampah selesai di sumber.

Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna, mengakui bahwa penanganan sampah tidak secepat yang diharapkan. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung, Dudy Prayudi memaparkan proses truk kontainer yang telah diangkut dari TPS Kota Bandung ke TPA Sarimukti sering berfluktuasi. Ia menyebut sering terjadi antrean di TPA Sarimukti yang mengakibatkan banyak kendaraan menginap dan berdampak pada penumpukan di TPS. "Rata-rata 178 ritase perhari atau 974 ton per hari dengan sisa kuota 3.168 ritase," ujarnya.


Ironi Penanganan Sampah

Penanganan masalah sampah memang belum sepenuhnya menjadi perhatian baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Sejumlah LSM maupun gerakan sosial yang fokus pada masalah lingkungan harus berupaya keras. Sejumlah gagasan dirumuskan. Langkah taktis pun bermunculan. Sayangnya, problem sampah seolah tiada akhir. Selain itu, fakta tersebut menunjukkan lemahnya inovasi di negeri ini.

Hal yang mencengangkan bagi publik bahwa ternyata Indonesia masih mengimpor bahan baku kertas dan plastik sebanyak 3,43 juta ton per tahun padahal sudah jelas  limbah sampah plastik makin menumpuk. Ditambah lagi, salah satu pabrik daur ulang di Indonesia juga mengimpor sampah plastik dari Amerika Serikat sebanyak 4.000 ton per bulan. Pantaslah bahwa salah satu “prestasi” buruk negeri ini ialah menduduki posisi kedua penghasil sampah plastik di dunia.

Paradigma kapitalisme yang mengutamakan kepentingan korporasi adalah faktor yang menyulitkan niat untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. Hasrat meraup keuntungan telah mengerdilkan kesadaran korporasi untuk memperhatikan lingkungan.

Manusia-manusia kapitalistik yang tidak mampu memilah kebutuhannya bertemu dengan hasrat meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari para korporat. Alhasil, niat baik aktivis lingkungan untuk meringankan beban bumi seolah menemui jalan buntu.

Padahal, masalah lingkungan bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, butuh kebijakan holistik yang mampu menuntaskan masalah lingkungan hingga ke akar-akarnya. Dari tataran individu, masyarakat hingga negara. Sebab kerusakan lingkungan yang berdampak pada krisis iklim ini bersifat holistik pula.


Solusi Holistik

Kelestarian lingkungan adalah poin penting dalam pembangunan. Islam sangat memperhatikan lingkungan. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya…” (QS Al-A’raf: 56).

Dalam aspek kenegaraan, penting bagi penguasa menggalakkan edukasi mengenai pola hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan. Islam memang tidak membatasi seseorang untuk memiliki barang tertentu, tetapi Islam juga memiliki lensa khas bagaimana merawat lingkungan. Atas dasar ini, masyarakat—produsen maupun konsumen—akan memperhatikan lingkungan dengan landasan keimanan.

Tentu, penanganan sampah sesungguhnya tidak akan selesai jika hanya fokus pada individu saja. Butuh peran negara dalam membangun paradigma keimanan untuk menangani masalah sampah. Islam mengharuskan negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat termasuk dalam mengedukasi bahaya plastik. Negara juga akan mengembangkan riset terpadu untuk menemukan teknologi mutakhir, baik dalam menyediakan kemasan alternatif yang ramah lingkungan, maupun dalam menghasilkan teknologi pengolah sampah yang mumpuni. Negara akan memberikan bantuan khusus untuk Inovasi penyediaan alternatif plastik yang didanai oleh negara.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar