Oleh : Anita
Kurang-lebih 14 abad lamanya, umat Islam sesungguhnya pernah disatukan dalam institusi pemerintahan Islam global. Ini adalah sebuah realitas sejarah yang tak terbantahkan. Realitas ini dihitung sejak pertama kali Baginda Rasulullah saw. sukses membangun Daulah Islamiyah di Madinah, dilanjutkan dengan era Khulafaur Rasyidin, era Khilafah Umayah, era Khilafah Abbasiyah dan era Khilafah Utsmaniyah. Sepanjang sejarahnya, Khilafah Islam pernah menyatukan kaum Muslim di dua pertiga bagian dunia.
Sayang, Inggris melalui kaki tangannya, Mustafa Kemal Attaturk, berhasil meruntuhkan Khilafah Ustmaniyah pada tahun 1924. Sejak itu umat Islam sedunia mulai terpecah-belah. Mereka dipisahkan oleh negara-bangsa (nation-state) dengan warna nasionalisme (kebangsaan)-nya masing-masing. Nasionalisme dan nation-state (negara-bangsa) inilah yang menjadi cikal-bakal keterpecahbelahan umat Islam sedunia, sekaligus mengoyak-ngoyak persatuan mereka dan ukhuwah islamiyah yang selama ini terjalin di antara mereka.
Saat ini kita kaum muslim memasuki bulan Rajab. Keutamaan Rajab termasuk bulan haram. Sunah di bulan Rajab dan doa yang biasa dibaca jelang Ramadhan. Di bulan Rajab biasanya kita memperingati isra mi'raj, sebenarnya selain peristiwa isra mi'raj ada lagi peristiwa bersejarah lainnya.
Di balik peristiwa di bulan Rajab dan keutamaan tersebut kita bandingkan dengan nasib umat Islam saat ini. Khususnya Masjidil Aqsha di Palestina, Rohingya, Uighur, Suriah, Irak dan belahan dunia lainnya? Termasuk Indonesia sendiri. Bagaimana peralihan tahun ini dan pergantian pemimpin nantinya mampukah mengubah nasib umat Islam lebih baik dan mulia? Sedangkan sistem hukumnya bukan sistem Islam.
pelajaran di balik peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad dari kitab Fiqh al-Sirah al-Nabawiyyah sebagai berikut:
Isra' adalah perjalanan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di al-Quds. Mi'raj ialah kenaikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, Malaikat, manusia, dan jin . Semua itu ditempuh dalam semalam.
Beberapa 'Ibrah dari peristiwa 'Isra dan Mi'raj adalah:
Pertama, penjelasan tentang Rasul dan mukjizat. Kehidupan dan diri Rasulullah tidak lepas dari mu'jizat. Karena mu'jizat adalah adalah bukti kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kedua, kedudukan mukjizat Isra' dan Mi'raj di antara peristiwa-peristiwa yang telah dialami Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada waktu itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah merasakan berbagai penyiksaan dan gangguan di jalan dakwahnya yang dilancarkan kaum Quraisy kepadanya. kemudian datanglah "undangan" Isra dan Mi'raj sebagai penghormatan dari Allah dan penyegaran semangat dan ketabahannya.
Ketiga, makna yang terkandung dalam perjalanan Isra' ke Baitul Maqdis. Berlangsungnya perjalanan Isra' ke Baitul Maqdis dan Mi'raj ke langit tujuh dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, menunjukkan betapa tinggi dan mulia kedudukan Baitul Maqdis di sisi Allah. Peristiwa ini juga memberikan isyarat bahwa kaum muslimin di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan melindungi Baitul Maqdis ini dari keserakahan musuh-musuh Islam. Seolah-olah hikmah Ilahiyah ini mengingatkan kaum muslimin sekarang agar tidak takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang tengah menodai dan merampas rumah suci ini, untuk membebaskannya dari tangan-tangan kotor mereka.
Keempat, pilihan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap minuman susu, ketika Jibril menawarkan dua jenis minuman (susu dan khamr), merupakan isyarat secara simbolik bahwa Islam adalah agama fitrah yakni agama yang aqidah dan seluruh hukumnya sesuai dengan tuntutan fitrah manusia .
Kelima, jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf, telah sepakat bahwa Isra' dan Mi'raj dilakukan dengan jasad dan ruh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Imam Nawawi berkata di dalam Syarh Shahih Muslim, "Pendapat yang benar menurut kebanyakan kaum muslimin, ulama salaf, semua fuqaha, ahli hadits, dan ahli ilmu tauhid adalah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di-isra'-kan dengan jasad dan ruhnya. Semua nash menunjukkan hal ini dan tidak boleh ditakwilkan dari zahirnya kecuali dengan dalil." Di antara bukti yang secara tegas menunjukkan bahwa Isra ' dan Miraj ini dilakukan dengan jasad dan ruh ialah sikap kaum Quraisy yang menentang keras kebenaran peristiwa ini.
Akar Masalah
Kondisi umat Islam saat ini begitu memperihatinkan karena ketiadaan Junnah, yakni Khilafah. Perpecahan umat muslim terjadi akibat nasionalisme. Paham ideologi kapitalisme sekuler beserta pemahaman Barat lainnya telah meracuni umat muslim.
Keruntuhan Khilafah pada tahun 1924, dampak buruk nasionalisme dan nation-state bagi kaum Muslim mulai tampak terasa. Kaum Muslim Palestina adalah salah satu korban dari buruknya paham nasionalisme dan nation-state ini di Dunia Islam. Betapa tidak! Sejak wilayahnya dicaplok oleh Yahudi tahun 1948, kaum Muslim Palestina nyaris berjuang sendirian hingga hari ini. Negara-negara Arab yang berada di sekelilingnya seolah bergeming. Padahal sejak pencaplokan tersebut hingga saat ini—yang berarti sudah berlangsung sekitar 75 tahun—kaum Muslim Palestina begitu menderita. Sudah tak terhitung darah kaum Muslim Palestina ditumpahkan. Rumah-rumah mereka dihancurkan. Kehormatan para wanita mereka dinistakan. Para pejuang mereka disiksa dan dibunuh. Para pemuda Muslim dipenjara. Bahkan anak-anak kecil dan bayi-bayi dibantai secara keji. Semua dilakukan oleh kaum Yahudi terlaknat.
OKI, yang sejatinya menjadi wadah persatuan negara-negara Muslim, seperti tidak berdaya. Liga Arab pun tak bergigi. Semua ini tentu bukan karena OKI atau negara-negara Arab tidak mampu melawan Israel. Namun, hal itu lebih disebabkan oleh paham nasionalisme dan faktor nation-state yang telah menggurat akar di dalam dada-dada kaum Muslim, khususnya para penguasa mereka. Akibat nasionalisme dan nation-state ini, kaum Muslim, khususnya para penguasa mereka, seolah tidak merasa bahwa penderitaan bangsa Palestina pada hakikatnya adalah penderitaan seluruh kaum Muslim. Mereka seolah melupakan konsep ukhuwah islamiyah dalam ajaran Islam yang meniscayakan adanya anggapan bahwa seluruh kaum Muslim di manapun di dunia ini, termasuk bangsa Palestina, adalah saudara mereka yang wajib dibela saat mereka ditindas oleh musuh.
Di tingkat regional, penderitaan kaum Muslim Rohingnya yang ditindas oleh rezim Budha Myanmar tidak mendapatkan perhatian semestinya dari para penguasa kaum Muslim di Asia Tenggara ini.
Di dalam negeri sendiri, di Tanah Air, ukhuwah islamiyah tampak masih belum cukup kuat dan mudah goyah. Momen Pemilu dan Pilpres seperti saat ini, misalnya, masih sering memunculkan konflik, khususnya di akar rumput. Konflik ini seakan memutus tali persaudaraan masyarakat yang sebelumnya damai-damai saja.
Tentu semua ini ironis dan bertolak belakang dengan nas-nas al-Quran maupun al-Hadis yang menyatakan bahwa kaum Muslim bersaudara. Mereka bahkan ibarat satu tubuh. Alhasil, di sinilah seruan global “It’s Time to Be One Ummah (Inilah Saatnya Umat Bersatu)” menjadi amat relevan dan urgen saat ini.
Solusi Islam
Momentum Rajab seharusnya membuat umat muslim mulia, kembali bersatu. Rajab bulan bersejarah, saatnya kembali untuk kemuliaan umat Islam. It is time to be one ummah. Kezaliman yg menimpa kaum muslim ini tidak bisa hilang, kecuali dengan adanya pemimpin yang tampil sebagai junnah (perisai) bagi umat. Itulah khalifah yang akan menerapkan syariat Islam. Khalifah pula yang akan memberikan pembelaan terhadap kaum muslim yang tertindas, sekaligus memberikan bantuan dan mengirimkan pasukan yang akan membebaskan negeri-negeri muslim dari berbagai kezaliman.
Persatuan umat Islam yang wajib itu tidak akan terwujud kecuali dalam institusi Khilafah. Karena itu menegakkan kembali Khilafah adalah wajib. Ini sesuai dengan kaidah syariah: ” Mâ lâ yatimmu al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib (Selama suatu kewajiban tidak sempurna pelaksanaannya karena sesuatu perkara, maka sesuatu tersebut wajib adanya).
Generasi terbaik umat ini, yaitu para Sahabat, telah berijmak akan kewajiban menegakkan Khilafah ini. Imam Al-Haitsami menyatakan, ”Ketahuilah, para Sahabat ra. telah berijmak (bersepakat) bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah zaman nubuwwah (kenabian) berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan itu sebagai kewajiban terpenting. Terbukti mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban tersebut dengan menunda penguburan jenazah Rasulullah saw.” (Al-Haitsami, Ash-Shawâ'iq al-Muhriqah, hlm. 17).
Menurut Imam al-Qurthubi, tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban tersebut (mengangkat seorang khalifah atau menegakkan Khilafah) di kalangan umat dan para imam mazhab (Al-Qurthubi, Tafsîr al-Qurthubî, 1/264).
Bahkan syariah menegaskan di tengah kaum Muslim hanya boleh ada seorang khalifah saja pada satu waktu bagi seluruh kaum Muslim sedunia. Dasarnya antara lain sabda Nabi saw.:
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخِر مِنْهُمَا
Jika dua orang dibaiat sebagai khalifah, maka yang kedua harus diperangi (HR Muslim).
Menurut Imam an-Nawawi, berdasarkan hadis ini akad Khilafah tidak boleh diberikan kepada dua orang (An-Nawawi, Syarh an-Nawawi ‘alâ Muslim, 6/326).
Kesatuan Khilafah ini penting agar umat tidak terpecah-belah dan tercerai-berai seperti saat ini. Karena itulah Dr. Mushthafa Hilmi dalam kitabnya, Nizhâm al-Khilâfah fî al-Fikri al-Islâmî, menyatakan, “Persatuan umat itu mengharuskan mereka dihimpun dalam satu sistem pemerintahan, yaitu Khilafah.”
Khatimah
Penegakan Khilafah dan pengangkatan seorang khalifah merupakan kunci pemenuhan berbagai kemaslahatan umat manusia sedunia. Khilafah juga menjadi salah pilar penting agama Islam. Tanpa Khilafah, syariah Islam secara kâffah tidak bisa ditegakkan secara sempurna. Khilafah dan Khalifah juga merupakan kunci bagi perwujudan persatuan hakiki seluruh umat Islam sedunia.
Dengan semua itu wajar jika menegakkan Khilafah dan mengangkat seorang khalifah dinilai sebagai kewajiban agama yang paling agung dan aktivitas taqarrub kepada Allah SWT yang paling utama (Lihat: Dhiya’ ad-Din ar-Rais, Al-Islâm wa al-Khilâfah, hlm. 99; Ibn Taimiyah, As-Siyâsah asy-Syar‘iyyah, hlm. 161).
Alhasil, mari kita jadikan insitusi pemerintahan Islam global pemersatu umat sedunia ini, yakni Khilafah ‘alaa minhaaj an-nubuwwah, sebagai agenda bersama yang wajib diperjuangkan oleh seluruh komponen umat Islam sedunia.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
---*---
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
Sungguh umat kalian ini adalah satu umat. Aku adalah Tuhan kalian. Karena itu bertakwalah kalian (kepada-Ku). (QS al-Mu’minun [23]: 52).
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar