ISLAM MENGHANTARKAN MANUSIA KE PERINGKAT ULUL ALBAB


Oleh: Ibnu Rusdi (Pemerhati Sosial dan Politik)

Karena keliru memahami, orang akan bertahan dalam kesalahan. Orang akan mencela kebenaran, atau membela penyerang kebenaran secara mati-matian. Berpikir dengan tepat dan pas porsinya membantu kita tegak di tempat berpijak yang kokoh dan terang.

Itu sebabnya, Syaikh Taqiyuddin menempatkan spirit perubahan itu bermula dari kebangkitan berpikir. Menempatkan akal di bingkainya. Diawali dari mendalami standarisasi kehidupan. Kemudian pemahaman akan bergerak otomatis menghasilkan kejelasan identifikasi. Suasana gelap, baik sedikit atau banyak, terlihat sebagai keadaan hitam sesuai kadar-kadarnya. Begitupun perkara-perkara putih.

Syaikh Taqiyuddin An Nabhani menyatakan, "Bangkitnya manusia tergantung pada pemikirannya tentang hidup, alam semesta dan manusia, serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada setelahnya." (Nizham al-Islam. 2001. Edisi terjemah).

Kesepakatan manusia boleh dipilih sebagai jalan pembuktian pernyataan kebangkitan berpikir ini. Dunia menyepakati satu perkara asas, yakni: "Kitab Suci adalah standar kebenaran tertinggi dan steril dari apapun noda."

Tentu perilaku paling asas sebagai pengelola bumi, didalami dari parameter asas. Saat Alquran dibebankan seluruh pesannya atas kaum Muslimin, buahnya secara pasti akan dipetik.

Buah pertama, deskripsi hidup penuh rahmat atas seluruh alam: "Dan tidaklah Kami utus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam." (TQS al-Anbiya' : 107).

Buah kedua, buah yang bersifat khusus dalam skup sebuah negara: "Dan seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami limpahkan atas mereka berkah dari langit dan bumi." (TQS al-A'raf : 96).

Boleh jadi kepada orang-orang yang tidak beriman Allah mengangkat pemikiran mereka di level cerdas intelektual. Lalu dunia mendapatkan kemajuan sains dengannya. Umat manusia diberikan akses teknologi yang semakin spektakuler dan semarak. Sekalipun demikian, persembahan pemikiran intelektual ini masih berada pada kualifikasi pertama. Tangga paling awal dari kemuliaan manusia.

Sementara kepada orang-orang beriman disediakan peringkat puncak. Pemikiran tertinggi manusia adalah kecerdasan spiritual. Sadar senantiasa akan persaksian Gusti Allah menjadi penuntun setiap aktivitasnya.

Maka, tuntutan agar berlomba menjadi "anfa'uhum linnas" (paling bermanfaat bagi manusia) mengajarkan pemikiran mereka melejit. Apa yang bisa disumbangkan agar persoalan lingkungan manusia dapat diselesaikan? Apa yang akan disumbangkan sebagai solusi menuju hidup lebih gemilang dan bersama-sama dalam permai?

Kecerdasan intelektual memberikan kemudahan material dan fisikal. Belum tentu memberikan pengaruh pada aspek emosional. Lebih-lebih spiritual. Tidak mengherankan jika negeri-negeri yang 'peringkat satu' teknologinya, tapi kering nilai-nilai penghambaan terhadap Tuhannya, belitan masalah kehidupan bertubi bikin mereka putus asa dan rentan futur.

Dari tempat mereka, acap terpublikasi pelecehan simbol-simbol agama. Terutama terhadap Kitab Suci umat Islam, penistaan kerap terjadi. Dan pembiaran oleh para penguasa mereka terekam oleh dunia.

Sementara kecerdasan spiritual menjadi lapis pelindung bagi kecerdasan emosional di bawahnya. Negeri-negeri beriman akan guyup dan harmonis interaksi warganya. Mudah tumbuh tunas material dan finansialnya. Andaipun harus menghadapi paceklik, mereka tidak mudah jatuh dalam putus harapan dan keadaan hilang riang.

Orang-orang yang diberi karunia cerdas spiritual, naik turun suasana jiwa mereka hampir-hampir tidak terlihat. Mereka mengekspresikan syukur ketika lapang. Dan bersabar dalam kesempitan. Sebuah kondisi cara merespon kehidupan dari orang-orang berpredikat Ulul Albab. Dengan konsepsi Islam, manusia dihantarkan ke reputasi demikian.@
•••••••••••




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar