Hidup Rakyat Makin Berat Jika Pajak Kendaraan Bermotor Meningkat


Oleh : Maknathul Aini/Umma Jinan (Pengemban Dakwah dan Moms Preneur)

Terdapat wacana kenaikan pajak motor bensin. Alasannya adalah untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jakarta. Solusi ini tidaklah tepat mengingat banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya polusi udara. Wacana tersebut justru mengundang pertanyaan terkait adanya program konversi energi menuju penggunaan listrik. Apalagi dengan industri kendaraan listrik mulai resmi beroperasi di Indonesia.

Sebagaimana di terbitkan oleh Muslimah News, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) buka suara terkait rencana kenaikan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar minyak (BBM/gasolin). Rencana kenaikan pajak ini belum akan terlaksana dalam waktu dekat. Jodi Mahardi, Deputi Direktur Otonomi Maritim dan Koordinasi Energi Kementerian Koordinator Kelautan dan Perikanan, mengatakan rencana tersebut tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Ia mengatakan bahwa kenaikan pajak sepeda motor berbahan bakar bensin merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas udara di Jabodetabek.

Di sisi lain, wacana kenaikan ini diambil untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik dan transportasi umum demi mengurangi emisi gas buang. Meski baru wacana, sudah tepatkah kebijakan ini dalam mengurangi polusi udara? Lantas, bagaimana solusinya?

Beberapa waktu lalu, situs pemantau kualitas udara IQAir menyebut Jakarta sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Memburuknya udara di ibu kota sebenarnya sudah lama terjadi. Terdapat sejumlah penyebab yang membuat pencemaran udara terjadi sepanjang 2015–2023, di antaranya sebagai berikut :

Pertama, kasus kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi secara serentak. Berdasarkan data IQAir pada Oktober 2015, terjadi 5.000 kasus kebakaran hutan. Dalam satu hari saja, sekitar 80 juta metrik ton karbon dioksida (CO2) diproduksi.

Kedua, polusi yang dihasilkan dari sektor transportasi dan produksi energi. Polusi udara di Jakarta banyak tercemari oleh emisi pembangkit listrik tenaga batu bara yang meningkat pesat.

Ketiga, emisi transportasi, rumah tangga, industri konstruksi, debu jalan, dan pembakaran lahan hutan pertanian yang tidak terkendali. Semua ini terjadi setiap hari dan memengaruhi lebih dari 25 juta penduduknya. Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) Provinsi DKI Jakarta mencatat, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta berada di angka lebih dari 26 juta kendaraan, terdiri dari mobil penumpang, bus, truk, serta sepeda motor. Kendaraan bermotor menghasilkan gas karbon monoksida yang menjadi salah satu penyumbang polutan di Indonesia.

Keempat, berdasarkan data Infrastructure for Climate Action Report yang dikeluarkan UNOPS—kolaborasi antara UN Environment Program (UNEP) dan University of Oxford—pada 2021, menunjukkan bahwa infrastruktur bertanggung jawab terhadap 79% total terjadinya emisi gas rumah kaca di dunia dan 88% biaya yang diperlukan untuk beradaptasi (adaptation costs).

Dari pemaparan di atas, polusi kendaraan bukan satu-satunya penyumbang pencemaran udara di wilayah ibu kota. Faktanya, pembangunan kapitalistik yang memungkinkan terjadinya industrialisasi besar-besaran juga turut memperparah pencemaran udara. Ditambah, lemahnya pengawasan analisis dampak lingkungan. Masih banyak kasus pembakaran hutan yang tidak pernah tuntas terselesaikan karena melibatkan korporasi besar. Begitu juga dengan pembuangan limbah sisa industri kerap merugikan masyarakat di sekitarnya.


Ilusi ala Kapitalisme

Tujuan baik, yakni mengurangi emisi dan pencemaran, sebaiknya tidak tercampuri dengan kepentingan bisnis kapitalisme. Apalagi menarik pajak yang menambah beban rakyat di tengah impitan ekonomi sulit.

Pemerintah berwacana menaikkan pajak kendaraan bermotor demi menggenjot produksi kendaraan listrik sangat beririsan dengan masifnya investasi korporasi kendaraan listrik di Indonesia. Semisal, merek mobil listrik asal Cina, Build Your Dream atau BYD, resmi meluncur di Indonesia. Tidak hanya mobil listrik, BYD diketahui menanamkan investasi triliunan rupiah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengapresiasi BYD yang resmi masuk Indonesia. Airlangga mengungkapkan, BYD menanamkan investasi besar-besaran di Indonesia.

Pada akhirnya, niat baik mengurangi polusi tercemar oleh tujuan dan kepentingan korporasi. Masalah utama dari negeri ini ialah tidak mandiri dalam mengelola SDA sendiri. Akibatnya, untuk menggapai energi ramah lingkungan harus dengan skema menggandeng swasta dan menawarkan investasi dalam jangka panjang. Sedangkan sudah lumrah kita ketahui, prinsip pembangunan kapitalisme dalam mengelola SDA kebanyakan berujung pada eksploitasi dan kerusakan lingkungan. Terlebih, masyarakat yang hidup dalam sistem kapitalisme hanya menghasilkan individu rakus dan nirempati terhadap lingkungan.

Transformasi kendaraan listrik memang menarik karena mengurangi emisi karbon yang mencemari lingkungan. Akan tetapi, negara juga harus memikirkan secara matang kesiapan masyarakat dan sarana prasarananya jika di kemudian hari menerapkan kendaraan listrik sebagai trasnportasi publik/ individu. Jangan sampai ini hanya akan menjadi ilusi atas ambisi nol karbon yang minim aksi. Bisakah hal ini terwujud jika masih menggunakan paradigma kapitalisme dalam menyelesaikannya? Oleh karena itu, tidak ada jalan lain selain menghadirkan Islam sebagai perspektif baru dalam menyelesaikan pencemaran dan kerusakan lingkungan.


Perspektif Islam

Islam adalah sistem hidup sempurna dalam menyelesaikan persoalan secara tuntas dan mendasar. Termasuk dalam menyelesaikan problem polusi di ibukota. Islam menjadikan negara sebagai raa’in dan junnah yang akan memudahkan hidup umat. Negara seharusnya memiliki political will dalam mengurusi urusan rakyatnya. Dalam Islam, fungsi ini dikenal sebagai raa’in, yakni negara melayani urusan rakyat secara totalitas. Islam memiliki tahapan dalam menyelesaikan pencemaran udara secara berkesinambungan.

Pertama, negara membangun dan menyediakan infrastruktur publik, seperti trotoar, jalan raya, transportasi publik yang nyaman dan aman. Jika fasilitas umum sudah memadai, maka tidak ada keberatan hati bagi masyarakat menggunakan kendaraan umum untuk aktivitas mereka. Hal ini akan otomatis mengurasi emisi gas kendaraan bermotor.

Kedua, membiasakan pola hidup sehat dan cinta lingkungan. Negara harus mengedukasi masyarakat agar menjaga lingkungan untuk kehidupan generasi mendatang dan keberlangsungan ekosistem alam yang seimbang. Menjaga lingkungan adalah bagian dari kesadaran beriman kepada Allah Taala. Jika masyarakatnya bertakwa, mereka akan membiasakan pola hidup bersih dan sehat sesuai anjuran Islam. Hal ini jelas akan memudahkan negara mengatur regulasi dalam menjaga lingkungan.

Ketiga, mengelola SDA secara mandiri. Kapitalisme telah menjadikan negeri ini bergantung pada utang dan investasi. Seolah-olah, tanpa utang dan investasi, pembangunan tidak akan terwujud. Padahal, potensi SDM dan SDA Indonesia sangat tinggi, tinggal ada kemauan atau tidak untuk berlepas diri dari jerat kapitalisme. Dalam Islam, sumber pendanaan untuk pembangunan bisa diambil dari baitulmal. Pemasukan baitulmal bermacam-macam, seperti harta fai, kharaj, jizyah, usyur, hasil pengelolaan SDA, dan lainnya.

Keempat, negara mewujudkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang akan melahirkan SDM unggul yang berdedikasi untuk kemaslahatan rakyat. Negara harus menyiapkan SDM andalan untuk mengambil peran dalam pengelolaan SDA. 

Negara memperkuat inovasi dan teknologi dengan mendorong para ahli untuk mempelajari alam dan menemukan energi ramah lingkungan serta mengelolanya secara mandiri. Kalaupun harus menggunakan sumber daya manusia dari luar, akadnya adalah kontrak kerja, bukan kemitraan bisnis seperti saat ini.

Demikianlah paradigma Islam dalam mengatasi pencemaran serta mengelola sumber daya alam dan energi yang dimiliki. Bukan dengan asas keuntungan, tetapi penyelesaian masalah lingkungan diwujudkan dengan asas kemaslahatan bagi umat manusia. Wallaahu A’lam Bishowab.






Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar