Korporasi Kuasai Hutan dan Lahan, Karhutla Pasti Berulang


Oleh: Puji Ariyanti (Pegiat Literasi untuk Peradaban)

Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) kembali terjadi di kabupaten Samosir, kawasan Bukit Parombahan (Simpang Gonting), Desa Aek Sipitudai. Lahan kawasan Bukit Desa Siboro, Kecamatan Sianjur Mulamula, juga ikut terbakar (Samosir Poskota.co.id Sumut, 5/8/22) 

Hingga Kamis (28/7/2022) terdapat lima provinsi yang telah menetapkan status siaga darurat bencana asap akibat karhutla di tahun 2022. Adapun lima provinsi tersebut adalah Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.

Diungkapkan oleh Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, Edy Afrizal, 5 /8/2022. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi di Provinsi Riau mencapai 1.060,85 hektare.

Edy menyampaikan rekapitulasi luas lahan kejadian Karhutla tersebut tersebar di berbagai kabupaten kota di Riau. Disebutkan Edy, terdapat 12 kabupaten dan kota yang mengalami karhutla. 4 Kabupaten di antaranya menjadi kawasan paling luas mengalami Karhutla. Selasar Riau, Pekanbaru. (Juli 2022).

Karhutla membawa dampak kerugian Kesehatan dan ekonomi. Namun tindakan pemerintah tidak menyentuh persoalan mendasar. Tentu saja hal ini menjadi tugas pemerintah yang belum dapat terselesaikan dari waktu ke waktu.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia sebanyak 358.867 hektare (ha) pada 2021. Jumlah tersebut meningkat 20,85% dibandingkan pada 2020 yang seluas 296.942 ha. Dataindonesia.id (22/4/'22)

Dikutip kompas.com, menurut Boy Even Sembiring manajer Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Kebakaran hutan yang terjadi bukan saja ulah manusia, tetapi juga ulah negara sebagai pembuat kebijakan. 

Hal tersebut disampaikan Boy Even saat Menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa 99 persen kebakaran hutan diakibatkan oleh manusia, baik sengaja maupun akibat kelalaian. Even menyebut, seharusnya pemerintah tidak hanya menyalahkan manusia dan cuaca sebagai penyebab kebakaran hutan, tetapi juga kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, baik pusat dan daerah.

Problem karhutla menjadi problem  sistemik. Kenapa demikian? Karena solusi yang ditawarkan oleh pemerintah tak pernah menyentuh akar. Problem sebenarnya adalah akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ekonomi kapitalis hutan dan lahan dinilai milik negara bukan milik rakyat.

Negara dipandang berwenang menyerahkannya pada pihak swasta dan korporasi dalam mengelola dan memanfaatkan hutan yang ada. Tentu saja cara pandang korporasi hanya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mengeluarkan modal yang besar. Sementara aktivitas membakar hutan cara termudah dan sesuai target bisnis para korporat. 

Karena itu akar persoalannya adalah penerapan sistem kapitalisme yang membiarkan kaum kapitalis mengeruk untung dari permainan kebakaran. Sementara pemerintah hanya bertindak sebagai regulator yang memuluskan penguasaan lahan oleh para korporat melalui kebijakan negara. 

Bencana kebakaran hutan dan lahan hanya bisa diakhiri dengan sistem Islam. Hutan gambut tropis di Indonesia yang terluas di dunia memiliki fungsi ekologis dan hidrologis termasuk paru-paru dunia yang dibutuhkan jutaan jiwa. 

Karenanya hutan pada umumnya melekat karakter harta milik umum. Rasulullah bersabda yang artinya: "Kaum muslimin berserikat dalam 3 perkara yaitu padang rumput/hutan, air dan api." (HR Abu Dawud). 

Negara adalah pihak yang bertanggung jawab menjaga fungsi hutan. Rasulullah bersabda yang artinya: "Imam ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya/rakyatnya." (HR Muslim). 

Apapun alasannya negara haram bertindak sebagai regulator bagi kepentingan korporasi dalam mengelola hutan. Sebaliknya negara bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya dalam pengelolaan hutan termasuk fungsi hutan yang sudah rusak termasuk antisipasi pemadaman jika terjadi kebakaran hutan.

Selain itu pengelolaan dan penyerahan hutan pada pihak korporasi hingga aktivitas pembakaran hutan dan kerusakan fungsi hutan akan menjadi sumber bencana bagi jutaan orang dan ini di haramkan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda: "Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Tidak ada hak konsesi dalam Islam. Karena hak pemanfaatan istimewa hanya pada negara dengan tujuan kemaslahan Islam dan kaum muslimin.

Sabda Rasulullah: "Tidak ada himmah (hak pemanfaatan khusus) kecuali bagi Allah dan Rasulnya." (HR. Abu Daud).

Jika faktanya masih terjadi kebakaran hutan dan lahan maka segera wajib ditangani oleh pemerintah. Karena pemerintah wajib mengurusi rakyatnya dan memelihara kemaslahatan rakyatnya. Namun, dibutuhkan edukasi untuk membangun kesadaran masyarakat dalam memelihara hutan untuk generasi ke generasi. Tentu saja semua terwujud hanya dalam sistem terbaik yakni sistem Islam yang bersumber dari wahyu. [] Wallahu'alam Bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar