Fenomena Citayam Fashion Week: Geliat Generasi Muda Merdeka?


Oleh : Nurmayaningsih (Tenaga Didik dan Aktivis Dakwah Islam)

Citayam Fashion Week yang berlokasi di Sudirman Jakarta atau tepatnya di SCBD yang memiliki singkatan Sudirman Central Business District, baru baru ini telah dibubarkan lantaran dianggap mengganggu lalu lintas. Sekarang Bonge dan bocah bocah Citayam Fashion Week lainnya dialihkan di Pedestrian Kuningan City.

Citayam Fashion Week sendiri berawal dari para remaja yang tinggal di wilayah wilayah penyangga ibu kota Jakarta yang sering berkumpul di kawasan Sudirman. Mereka nongkrong dan mencari hiburan dengan outfit nyentrik, lalu berjalan ala model catwalk di zebra cross untuk saling adu outfit dengan konsep-konsep unik menurut pandangan mereka. Beberapa orang pun memanfaatkannya untuk membuat konten social media, sehingga aktivitas mereka pun menjadi viral seperti saat ini.

Sejumlah jurnalis menganggap fenomena ini sebagai kembalinya kemerdekaan kota kepada warga. Serta mengindentikkan gerakan anti mainstream yang seakan memberi ruang kepada kelompok marginal. Lalu kalangan pesohor negeri pun turut mengapresiasi fenomena tersebut. Tidak sedikit selebritis yang datang ke arena Citayam Fashion Week ini, untuk merasakan berjalan di arena catwalk. Bahkan pejabat publik pun turut hadir di sana, seperti Ridwan Kamil dan sang gubernur ibu kota Anis Baswedan.

Itulah sekilas gambaran tentang fenomena Citayam Fashion Week yang sempat dan masih menggemparkan ibu kota, bahkan Indonesia. Sampai-sampai sebagian besar kalangan menyebutnya dengan kemerdekaan kreativitas. Bahkan, ada seorang menteri yang menawarkan beasiswa pendidikan penuh kepada salah seorang bocah yang viral akibat fenomena ini. 

Lalu, benarkah kreativitas generasi Citayam adalah tanda kemerdekaan kreativitas generasi muda Indonesia?

Jika kita amati, fenomena ini sendiri dimunculkan oleh kalangan remaja yang ternyata miris karena sebagian dari mereka tidak bersekolah. Bahkan ada yang sampai tidak pulang dan menginap di trotoar. Apakah mereka ingat sholat atau tidak? Wallohu’alam. Adapun aktivitas mereka adalah sekedar nongkrong, dengan mengedepankan fashion untuk saling menonjolkan kelebihan atau keunikan masing masing. 

Mungkin jika kita berpikir praktis, hal tersebut memang bisa dianggap sebagai sesuatu yang kekinian dan kreatif. Terlebih kita hidup di tengah sistem yang bercorak kapitalistik, maka bisa dipastikan ketika itu berdampak pada geliat pasar yang bisa mendongkrak perekonomian serta atensi besar di masyarakat otomatis akan dianggap sesuatu yang positif sebagaimana anggapan sebagian besar masyarakat saat ini. 

Namun sebaliknya jika pemikiran kita diajak untuk menyelami lebih dalam melalui pola pikir yang cemerlang pasti kita akan memikirkannya ulang. Dari segi usia, mereka sedang berada di level yang amat sangat potensial yakni sebagai agen perubahan masyarakat. Amat disayangkan jika kebanyakan mereka justru tidak dalam kondisi menempuh jenjang pendidikan, atau sedang menempuh pendidikan tetapi lebih fokus kepada hal hal yang melalaikan pendidikannya.  Mereka justru lebih fokus pada budaya hedonisme, berburu kesenangan fisik, hiburan, mementingkan materi semata serta meraih popularitas instan melalui media sosial.

Adapun dari segi akhlak dan moralitas, kita lebih miris lagi. Fashion mereka tidak mengindahkan nilai-nilai sopan santun dan jelas tidak sesuai dengan aturan syariah Islam. Trend fashion mereka lebih meniru fashion yang berasal dari luar Islam tanpa mengindahkan kaidah agama. Bahkan ada remaja laki-laki yang berpakaian dengan meniru remaja perempuan dan berlenggak-lenggok selayaknya perempuan. Dan itu mereka anggap sebagai suatu kewajaran. Astaghfirullah.

Geliat kemerdekaan pemuda Indonesia, bukan tergambar dengan viralnya aktivitas sosial media seperti Citayam Fashion Week yang jelas membebek asing. Sampai di sini seharusnya kita bisa mulai menyimpulkan apakah fenomena bebas merdeka dalam aksi Citayam Fashion Week tersebut adalah hal yang patut diapresiasi atau justru diperbaiki? Jangan sampai hal ini menjadikan remaja lainnya turut latah menirunya. Menganggap karakter merusak tadi (hedonis, pemburu fun, pemburu materi dan popularitas) adalah hal yang baik untuk ditiru.

Ini adalah tanggungjawab kita semua untuk mengembalikan generasi potensial kepada potensinya. Tanggungjawab negara dan seluruh masyarakat. Kembalikan mereka ke tempat seharusnya mereka berada yaitu rumah dan lingkungan pendidikan. Bimbing kreativitas mereka kepada hal yang bisa membawa perubahan hakiki. Merekalah pewaris generasi yang diharapkan membawa perubahan kemajuan ke arah lebih baik dari tatanan kehidupan saat ini yang sebagian besar memang sudah rusak. Bukan menjadi generasi pelangi yang justru akan memperparah keadan yang ada. Jadikan mereka generasi tangguh, cerdas dan berakhlak yang bisa bersaing secara sehat dengan generasi lainnya. 

Kembali, kaum muda adalah agen perubahan di tengah masyarakat. Tidak ada perubahan tanpa melibatkan dan peran pemuda apalagi dalam mengisi kemerdekaan. Karena mereka adalah kelompok manusia yang cerdas dan lebih mudah menerima petunjuk daripada kelompok yang lebih tua. Para nabi dan rasul pun adalah orang orang berusia muda ketika Allah mengangkatnya menjadi utusan Allah. Ibnu Abbas pernah menyatakan, “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melinkan pemuda. Seorang alim tidak diberi ilmu pengetahuan oleh Allah melainkan pada waktu masa mudanya.”

Lalu bagaimana kita bisa mewujudkan generasi potesial ini menjadi sesuai fitrahnya? Kita bisa belajar kepada tatanan kehidupan Islam yang pernah berjaya selama hamper 13 abad lamanya semenjak Rasulullah SAW mendirikan tatanan kehidupan Islam di Madinah. Negara menjadi pilar kokoh penjaga kelangsungan umatnya termasuk generasi potensial ini. Negara menjamin kehidupan setiap keluarga agar masing-masing bisa menjalankan perannya dengan benar.  

Negara menjamin lapangan kerja bagi laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga untuk menafkahi keluarga dan mencukupi kehidupan anggota keluarganya. Menjamin Pendidikan gratis bagi seluruh rakyatnya tanpa memandang miskin dan kaya, dengan kurikulum yang berdasarkan aqidah dan tsaqofah Islam sehingga melahirkan generasi beriman dan cerdas. Dan jaminan-jaminan primer hidup lainnya. Yang mana hal itu membuktikan bahwa Islam pernah menjadi mercusuar peradaban dunia di bidang pendidikan.  Yang mana darinya lahir para ulama sekaligus ilmuwan yang sumbangsihnya amat besar bagi peradaban dunia secara global. Tentu saja para ilmuwan sekalgius ulama tersebut tidak lahir secara instan. Mereka dididik dengan metode Islam yang benar sedari kecil hingga remaja sampai dapat menjelma menjadi generasi yang penuh kegemilangan.

Demikianlah mengapa kita jangan menganggap sepele kepada fenomena Citayam Fashion Week saat ini. Jangan latah mengatakan ini adalah kreativitas serta apresiasi yang keliru. Yang justru akan mengancam rusaknya sebuah generasi potensial.  Bisa jadi ini momen tepat bagi kita untuk membuka mata dan pikiran agar kembali kepada sebuah sistem hidup yang bisa menjamin kelangsungan hidup yang lebih baik.  

Apakah akan  mempertahankan sistem hidup yang terbukti makin menyengsarakan umat? Ataukah kembali kepada sistem kehidupan yang terbukti berabad abad menjamin kelangsungan umat manusia dengan aman dan sejahtera yaitu Khilafah Islamiyah.

Wallohu’alam bisshowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar