DANA ABADI PERGURUAN TINGGI, CERMINAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ALA KAPITALISME


Oleh: Ratna Mufidah, SE

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar ke-21: Dana Abadi Perguruan Tinggi, bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk menunjang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) menjadi perguruan tinggi kelas dunia. Program ini ditargetkan untuk PTNBH sebagai badan hukum yang dapat mengelola aset finansial secara independen dengan cara memperbesar sumber pendapatannya di luar bantuan pemerintah dan uang kuliah tunggal (UKT).(beritasatu.com, 27//2022)

Lebih lanjut Nadiem menjelaskan PTN-BH didorong untuk memiliki dana abadi secara mandiri dan belajar caranya mengelola dana abadi, seperti di seluruh universitas word class di dunia. Selain itu juga didorong untuk meningkatkan pendapatan di luar bantuan pemerintah, kontribusi alumni, kontribusi swasta dari korporasi dan lain-lain.

Sekilas gagasan tersebut terasa cemerlang karena mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh universitas-universitas kelas dunia. Sehingga, bila Indonesia menginginkan seluruh perguruan tingginya menuju kelas dunia maka didorong untuk memiliki pengelolaan dana yang demikian. Namun, apa yang membuat perguruan tinggi kelas dunia menjadi seperti itu tentunya faktor dana abadi ini bukan satu-satunya variabel.

Perguruan tinggi kelas dunia biasanya dimiliki oleh negara maju. Bagaimanapun negara maju menaruh perhatian yang besar terhadap dunia Pendidikan sehingga secara dana pun tentu akan dianggarkan lebih besar dari pada negara berkembang. Sehingga, untuk memajukan dunia perguruan tinggi dan pendidikan pada umumnya, perhatian negara pada sektor pendidikan mutlak diperlukan, tetapi tak harus berupa dana abadi.

Dana abadi jelas dan nyata mendorong perguruan tinggi untuk mandiri berdiri sendiri menghidupi dirinya. Pelan-pelan pemerintah melepaskan tanggung-jawabnya untuk menghidupi perguruan tinggi di negerinya sendiri. Dengan demikian, para akademisi yang juga menjabat dalam perguruan tinggi mempunyai beban lebih daripada fokus pada dunia akademia. Karena harus memikirkan pengelolaan aset finansial bagi universitas. 

Dari sisi input mahasiswanya juga akan ada efek kualitas. Sudah menjadi rahasia umum bila masuk perguruan tinggi negeri mempunyai banyak jalur yang mudah dimasuki oleh mereka yang mempunyai kecukupan finansial walaupun secara kemampuan akademik belum tentu mumpuni. Tentu hal ini membuat dunia pendidikan tinggi semakin bernuansa “kapitalisme”, siapa yang punya biaya, dia lebih berkesempatan mengenyam dunia Pendidikan. Karena universitas harus menghidupi dirinya sendiri yang diantaranya pembiayaan dibebankan kepada mahasiswa.

Pada akhirnya hal demikian akan sangat berpotensi menyebabkan penurunan kualitas baik output maupun proses Pendidikan itu sendiri. Seharusnya, negara tidak boleh berlepas tangan sedikitpun dari tanggung-jawab membiayai pendidikan rakyatnya sendiri. Karena negara mempunyai otoritas dan kemampuan yang sangat besar untuk itu demi tercapainya Pendidikan yang berkulitas.

Sebagaimana pemerintahan negara maju yang mempunyai anggaran besar dalam pendidikan, dalam Islampun, pendidikan juga akan dianggarkan cukup oleh negara. Semua biaya Pendidikan rakyat ditanggung oleh negara karena memang sudah menjadi kewajiban negara. Tingginya biaya Pendidikan tidak boleh dibebankan kepada rakyat maupun dialihkan kepada swasta karena itu merupakan bentuk berlepas diri dari tanggung-jawab. 

Pembiayaan Pendidikan yang besar bisa direalisasikan dengan menerapkan perekonomian yang juga diatur syariat Islam, politik dan semua bidang kehidupan diatur berlandaskan aqidah Islam. Tidak perlu ragu untuk menerapkan Islam, karena sudah terbukti sangat banyak kontribusi hasil Pendidikan Islam bagi kemajuan peradaban umat manusia di dunia termasuk berbagai kemajuan yang saat ini dirasakan oleh negara-negara Barat, banyak dasar keilmuannya digali dari apa yang telah ditemukan oleh para ilmuwan muslim. 



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar