Ekologi Dikelola Kapitalis, Waspada Berakhir Tragis


Oleh : Leihana (Ibu Pemerhati Ummat)

Genre apa yang tengah diputar dalam kehidupan sosial di Indonesia saat ini? Apakah seperti drama romantis melankolis atau justru bak melodrama yang selalu berakhir tragis? Tentu saja kehidupan di masyarakat tidak boleh dijadikan bahan permainan bak komedi, pengaturan di tengah masyarakat juga bukan drama kepura-puraan, tetapi memerlukan aturan yang penuh tanggung jawab dan amanah. 

Jika kehidupan di tengah masyarakat dijalankan dengan aturan yang tidak benar, akan berakhir melahirkan banyak bencana. Seperti halnya yang mulai terjadi di sebagian daerah di Indonesia, beberapa tahun yang lalu daerah Garut Jawa Barat pernah terkena musibah banjir. Tahun ini, tepatnya tanggal 15 Juli 2022 lalu, daerah sekitar sungai Cimanuk dan Cipeujeuh Garut kembali terkena luapan, kedua sungai tersebut yang menyebabkan banjir bandang yang menghanyutkan 9 rumah dan merusak 4.000 rumah yang tersebar di 13 kecamatan sekitarnya. 

Setelah peristiwa bencana itu terjadi, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Rhuzanul Ulum baru mengimbau masyarakat agar membatasi aktivitas pemanfaatan lahan di hulu sungai karena bencana tersebut terjadi bukan hanya karena curah hujan yang tinggi, tetapi juga karena alih fungsi lahan di daerah hulu sungai yang diketahui banyaknya lahan hutan serapan air dialihfungsikan menjadi daerah pembangunan. (merdeka.com, 17 Juli 2022)

Memang bencana adalah kemalangan yang tidak bisa ditolak, tetapi ada beberapa bencana alam yang justru terjadi karena ulah pengaturan manusia dalam mengelola alam, seperti yang terjadi di Garut tersebut. 

Ada juga bencana alam yang bahkan tidak dapat diprediksi dan ditentukan sebab pastinya yang mungkin menjadi teguran bagi manusia untuk lebih memperhatikan alam sekitarnya. Seperti bencana yang juga terjadi di waktu yang hampir bersamaan dengan banjir di Garut yaitu erupsi anak gunung Krakatau yang terjadi sejak tanggal 17 Juli lalu, penyebab erupsi anak gunung Krakatau adalah karena terjadinya longsoran cone di Desember 2018 lalu  yang menyebabkan tsunami Selat Sunda dan menelan ratusan korban jiwa. (Kompas.com, 17 Juli 2022).

Manusia hanya bisa waspada dan menjauh jika bencana mulai terjadi, tetapi kewaspadaan itu juga harus disertai kepedulian dalam mengelola alam agar tidak selalu terjadi bencana serupa yang terulang. Seperti yang terjadi di Karawang Jawa Barat, bencana banjir terakhir terjadi pada Desember 2021 dan belum satu tahun bencana banjir kembali terjadi di lokasi yang sama yaitu di Kecamatan Telukjambe kembali terjadi banjir pada tanggal 16 Juli lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan 304 rumah terdampak banjir di Kecamatan Telukjambe Barat Desa Karangliga. Masih di lokasi yang sama, terjadi bencana yang sama dan saat terjadi banjir barulah masyarakat diingatkan untuk menjaga kebersihan selokan. (cnnindonesia, 17 Juli 2022).

Memang dalam Islam bencana alam terjadi menuntut manusia menyadari kemahakuasaan Allah,  selain jadi sarana untuk mengevaluasi perilaku individu dan sistem terhadap alam. Sebab Allah Swt. telah memperingatkan manusia akan terjadinya kerusakan alam yang terjadi akibat kesalahan manusia, dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Ayat tersebut telah tampak terjadi dalam tata ekologi di Tanah Air, faktanya, pengelolaan alam dengan basis kapitalis justru menghasilkan kerusakan hingga bencana yang berulang dan berkepanjangan. Seperti akibat eksploitasi para cukong kapitalis terhadap kekayaan alam di Indonesia menyebabkan hilangnya jutaan hektare hutan di Indonesia setiap tahunnya. 

Selain itu para kapitalis hanya memikirkan keuntungan yang sebesar-besarnya, dalam mengelola ekologi di Tanah Air tidak peduli akan kerusakannya, sehingga tidak menyiapkan tindakan preventif agar ekologi tidak rusak, dan setelah terjadinya bencana kembali, melempar tanggung jawab pada pemerintah dengan menggunakan aggaran yang berasal dari uang rakyat juga. 

Alih fungsi lahan yang terjadi di Wadas Jawa Tengah salah satu contohnya lahan yang berpuluh tahun sebelumnya menjadi mata pencaharian petani setempat dan tempat ekosistem beberapa hewan langka, dialihfungsikan menjadi pertambangan dan waduk demi menyokong proyek asing kota masa depan di Yogyakareta. Tidak menimbang kerugian rakyat kecil saat ini dan masa depan, pemerintah memberikan jalan tol untuk proyek swasta dan asing karena memberikan keuntungan materi yang tidak seberapa dibandingkan keselamatan dan masa depan rakyatnya.

Potret tragis pengelolaan ekologi yang dikelola dalam sistem kapitalisme tidak akan pernah terjadi dalam sistem Islam. Sebab, dalam Islam, alam dan kekayaannya adalah milik umat yang hanya boleh dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat semata, dengan memperhatikan kelestarian alam tetap terjaga. Sebab syariat Islam menjamin rahmat bagi seluruh alam. Untuk menjaga ekologi Tanah Air tidak berakhir tragis, maka sudah saatnya memperjuangkan Islam kafah terwujud dalam tatanan kehidupan negara yang sempurna di bawah naungan Khilafah.
 
Wallahualam bissawaab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar