Sri Lanka Bangkrut, Bukti Nyata Jerat Kapitalisme


Oleh : Wina Apriani

Sebelumnya mungkin kita kaget dengan pemberitaan di negeri timur Sri Lanka sampai presidennya meninggalkan kediaman dan pergi melarikan diri dari negaranya sendiri akibat di demontrasi besar-besaran. Seperti yang banyak dibicarakan saat ini bahwa negara Sri langka sedang didera krisis ekonomi dan disebut bangkrut. Miris melihat rakyatnya pun harus mengantri berhari-hari untuk mendapat bahan bakar selain pula hampir seharian penuh listrik mati total, tak bisa dibayangkan bagaimana kacaunya negara Sri Lanka. 

Selain itupun  mata uang Sri Lanka pun terperosok hingga 80 persen. Nilai tukar yang lemah menyebabkan biaya impor semakin mahal dan membuat  harga makanan melonjak mencapai 50 persen. Ditambah lagi dihadapkan dengan kenyataannya sulit tidak memiliki cukup uang untuk mengimpor bahan bakar minyak, susu, gas, LPG hingga kertas toilet.

Tak habis lagi dengan masalah korupsi yang semakin membuat rumit masalah ekonomi. Diperparah pula dengan sulitnya membayar  hutang Sri Lanka sekitar 729 trilliun akibatnya Ekonomi di Sri Lanka terus memburuk. Disusul  pemerintah membutuhkan pendapatan lebih banyak dengan mengikuti utang asing yang terus membengkak salah satunya akibat proyek infrastruktur.

Sejumlah kebijakan dalam negeri memperburuk kondisi ini. Salah satunya adalah penerapan pajak terbesar sepanjang sejarah. Ini menyebabkan banyak investor kesulitan membayar dan sekaligus kesulitan meminjam dana dari bank. Tahun 2021, pemerintah juga melarang mengimpor pupuk kimia dan mendorong pupuk organik. Tindakan ini menyebabkan produksi beras menurun dan membuat harga melonjak.

Apa yang terjadi di Sri Lanka membuat Mentri perekonomian Indonesia Sendiri, melakukan siasat agar tak bangkrut. Yaitu dengan cara mengolala utang secara prundent. Sebetulnya harus kita ketahui bahwa hutang negara kita ini hampir 7000 trilliun, walau berbeda dengan negara Sri lanka tapi angka tersebut cukup tinggi, apalagi kita tau perekonomian di Indonesia hampir sama kebijakannya harga bahan pokok naik BBM naik, tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, kerusakan moral korupsi yang makin menjadi-jadi dan kriminalitas yang kian merajela, sumber daya alam yang melimpah pun banyak yang sudah dikuasai dan dikelola asing.

Kembali lagi apa yang disampaikan terkait persoalan di Sri lanka bukti Gagal yang sangat nyata akibat diterapkan ekonomi kapitalisme. Yang notabenenya penguasa hidup bermewah-mewahan sedangkan rakyatnya kesulitan. Sistem ekonominya pun sama hanya untuk mementingkan kepentingan asing dan penguasa.

Setali tiga uang dengan kondisi Indonesia, yang apa-apa dikelola oleh sistem ekonomi asing, padahal sangat jelas bahwa sistem ini gagal, karena menyengsarakan umat manusia baik Sri Lanka sendiri yang sedang mengalami krisis, maupun Indonesia yang bisa saja cepat atau lambat akan merasakan bangkrut karena tidak diterapkanya sistem yang benar, yaitu sistem Islam yang menjamin kemakmuran dan kesejahteraan penduduknya.

Dengan demikian tidak ada yang bisa ditempuh untuk membebaskan kebangkrutan Sri Lanka dari sistem kapitalisme kecuali dengan kembali menerapkan syariah Islam secara total dan menyeluruh dibawah sistem khilafah ala minhaj an-nubuwwah. Khilafahlah yang nantinya akan menjalankan sistem ekonomi Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia termasuk menghindari hutang  perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam seperti hutang ribawi yang membangkrutkan negaranya sendiri.

Wallahu alam bi ash shawab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar