Oleh : Eulis Nurhayati
Tidak dapat dipungkiri, listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia saat ini. Listrik sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Hampir tidak ada aktivitas sosial yang tanpa menggunakan tenaga listrik. Kebutuhan listrik akan terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi, jumlah penduduk, dan jumlah investasi. Karenanya pemerintah akan terus mengupayakan peningkatan pasokan energi listrik bagi masyarakatnya di bidang ketenagalistrikan itu sendiri. Dan pengadaan ketenagalistrikan ini merupakan sebuah infrastruktur. Karena Infrastruktur ketenagalistrikan bisa diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.
Salah satu upaya peningkatan pasokan energi listrik di tahun 2025 ini, misalnya dengan peresmian puluhan Proyek Strategis Nasional (PSN) di bidang ketenagalistrikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Dilansir dari cnbcindonesia online “Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan kerja ke Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1/2025). Rencananya presiden akan meresmikan puluhan Proyek Strategis Nasional (PSN) di bidang ketenagalistrikan di seluruh Indonesia. Melansir keterangan resmi, peresmian akan dipusatkan di PLTA Jatigede, Sumedang, Jabar, yang merupakan pembangkit dengan kapasitas 2x55 MW yang memanfaatkan air dari Waduk Jatigede. PLTA Jatigede sendiri diketahui sudah diinisiasi sejak zaman Presiden Soekarno pada tahun 1963 dan di-groundbreaking pada tahun 2015 yang lalu”.
Selain itu Presiden Prabowo menekankan pentingnya penguatan sektor ketenagalistrikan sebagai bagian dari swasembada energi demi kesejahteraan rakyat. Pembangkit-pembangkit baru berkapasitas total 3.222,75 MW dan telah beroperasi ini menjadi sumber pasokan kelistrikan untuk memenuhi kebutuhan industri dan melistriki kawasan pembangunan baru, termasuk wilayah-wilayah terpencil.
“Kita ingin menjadi negara modern, negara maju. Kita ingin meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Kita ingin menghilangkan kemiskinan dari bumi Indonesia. Untuk itu kita butuh untuk menjadi negara industri,” ungkap Prabowo. (web.pln online 21/01/25).
Sama halnya dalam sistem pemerintahan Islam. Yang mana Islam juga mengkategorikan listrik sebagai kebutuhan pokok rakyat yang pengadaannya akan dijamin oleh negara. Negara akan memastikan tiap individu rakyatnya mendapatkan listrik. Rakyat yang kaya maupun yang miskin, yang di kota maupun di desa, semua harus memiliki akses listrik sesuai kebutuhannya. Hal yang demikian itu bisa terwujud dengan pengaturan Islam yang paripurna. Karena dengan pengaturan sistem Islam yang sempurna, Islam telah mengkategorikan listrik pada harta kepemilikan umum jenis pertama, yakni harta yang dibutuhkan oleh seluruh kaum muslim atau menjadi hajat hidup orang banyak. Jika hal itu tidak tersedia, akan menyebabkan keguncangan dan perselisihan di tengah-tengah masyarakat.
Rasulullah saw. menjelaskan sifat-sifat harta kepemilikan umum ini secara rinci dalam riwayat-riwayat shahih. Dari Abu Khurasyi dituturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud). Hadits tersebut dengan tegas menyampaikan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Pengelolaannya pun tidak boleh diserahkan kepada swasta, melainkan harus sepenuhnya dikelola negara dan dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk layanan publik.
Selain itu, negara wajib menyediakan infrastruktur publik yang memadai. Dalam membangun infrastruktur tersebut, Islam menetapkan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan.
Pertama, listrik merupakan bagian dari SDA yang jumlahnya sangat besar sehingga pembangunannya memerlukan peran negara. Dalam hal ini, negara membangun pembangkit beserta instalasi listrik agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Negara tidak boleh mengambil keuntungan dari hasil pembangunan tersebut. Negara bisa memberikannya secara gratis atau rakyat membayar dengan harga yang sangat murah untuk mengganti biaya produksinya saja.
Kedua, negara memetakan wilayah-wilayah yang membutuhkan instalasi listrik sehingga pembangunan infrastruktur listrik tidak akan mubazir atau mengalami kelebihan daya. Pendistribusian listrik benar-benar dipastikan dapat dinikmati rakyat dari pusat kota hingga pelosok desa. Inilah yang akan diprioritaskan negara dalam menjalankan kewajibannya sebagai raa’in.
Ketiga, pembangunan dalam Islam berorientasi untuk kebaikan hidup manusia dalam menjalankan perannya sebagai hamba Allah Taala. Kebijakan negara tidak boleh membawa kemudharatan dan kezaliman. Dalam perencanaan pembangunan, negara harus melakukan analisis dampak kebijakan tersebut bagi lingkungan dan masyarakat.
Keempat, semua pembangunan infrastruktur publik dibiayai negara melalui baitulmal. Dalam pengelolaan kepemilikan umum, seperti SDA berupa batu bara, tambang, dan sebagainya, negara tidak boleh menyerahkannya kepada pihak lain baik dalam bentuk investasi asing, utang, swastanisasi, privatisasi, ataupun konsesi.
Kelima, negara memberikan edukasi secara menyeluruh tentang kewajiban menjaga lingkungan, memanfaatkan hasil SDA secara bijak, dan sanksi tegas bagi setiap individu yang merusak lingkungan, mengeksploitasi SDA dengan serampangan, dan segala aktivitas yang bisa mengancam keseimbangan alam dan lingkungan.
Demikianlah, visi pembangunan infrastruktur dalam sistem Islam, yakni terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan tercapainya kemaslahatan.
Wallahu A'lam Bish-Shawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar