Oleh : Wulan Safariyah (Aktivis Dakwah)
Setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Guru adalah sosok yang sangat berjasa bagi setiap orang, bukan hanya sekedar mengajari menulis, membaca, dan berhitung, tapi lebih dari itu, guru juga mampu mengajari muridnya untuk menatap dan menjalani kehidupan dengan baik.
Guru, digugu dan ditiru. Itu adalah ungkapan zaman dahulu. Maknanya, setiap perkataannya ditaati dan perbuatannya pantas untuk dijadikan tauladan bagi siswanya.
Namun, yang terjadi saat ini adalah ada sebagian guru yang tak lagi bisa digugu dan ditiru. Sosok guru yang seharusnya menjadi pendidik dan tauladan telah rusak oleh beberapa oknum guru yang menjadi pelaku asusila. Sebagaimana yang terjadi dikota Balikpapan dan Samarinda.
Dalam 3 bulan terakhir, sudah ada 3 guru divonis bersalah karena melakukan pencabulan. Terbaru, Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan kembali menyidangkan perkara pencabulan yang didakwakan kepada salah seorang guru Sekolah Dasar (SD) Negeri di Kecamatan Balikpapan Utara, berinisial HRS (36).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara ini Septiawan SH mengatakan, HRS didakwa melakukan pencabulan terhadap muridnya. Tidak hanya 1 anak, tapi ada 4 murid perempuan. Kejadian tersebut dilakukan pada tahun 2023 hingga tahun 2024.
Kasus kedua terjadi dibulan September lalu, seorang guru agama berinisial SMR dihukum 8 tahun kurungan dan denda Rp 1 miliar, akibat berbuat cabul terhadap anak di bawah umur.
Yang ketiga masih di bulan yang sama September lalu, seorang guru SMK di Balikpapan sekaligus pelatih salah satu cabang olahraga berinisial KI, juga terseret kasus pencabulan anak di bawah umur. KI mencabuli anak berusia 16 tahun yang merupakan atletnya sendiri. (Prokal.co 24/11/2024)
Kasus pencabulan juga terjadi di salah satu Taman Pendidikan Al Quran (TPA) Samarinda Seberang yang dilakukan seorang guru inisial W, terhadap muridnya. Polsek Samarinda Seberang menangkap guru mengaji, inisial W, usia 66 tahun, pada hari Selasa 22 Oktober 2024 pukul 14.30 WITA. (headlinekaltim.co)
Buah Sistem Kapitalis Sekuler
Sungguh miris, keberadaan guru yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak, justru menjadi ancaman untuk mereka. Guru yang semestinya menjadi teladan dan pengayom bagi anak didik, justru menjadi predator tindak asusila kepada murid-muridnya. Kasus amoral seperti ini bukan saja bentuk kriminal atau kejahatan, tetapi telah menciderai profesi guru yang notabene memiliki tugas mulia mendidik generasi bangsa.
Maraknya kasus asusila terhadap anak khususnya di dunia pendidikan adalah buah dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler. Sistem ini telah menciptakan output Pendidikan yang memiliki faham sekuler (memisahkan agama dari urusan kehidupan). Sistem ini juga telah melahirkan guru yang sekuler. Dampaknya Manusia kehilangan fondasi paling mendasar dalam kehidupan, yaitu keimanan dan ketaqwaan, serta jauhnya manusia dari hukum syari'at Allah.
Sistem kapitalis sekuler telah menjadikan agama sekedar ibadah ritual yang tidak diberi peran untuk mengatur kehidupan manusia. Menjadikan pola kehidupan semakin liberal (bebas) yang memengaruhi cara pandang dan perilaku manusia. Merasa bebas melakukan apapun sesuai kehendak syahwat. Tidak lagi memandang halal dan haram.
Guru penggerak kapitalis menjauhkan generasi dari nilai-nilai Islam bahkan bersikap dan berperilaku buruk yang membahayakan generasi seperti melakukan tindakan asusila terhadap muridnya. Guru seperti ini lahir dari sistem pendidikan Sekuler.
Pendidikan yang mestinya penuh dengan kebaikan tetapi menjadi buruk akibat sekularisme. Tindakan asusila bukan baru kali ini terjadi di dunia pendidikan. Sudah berulang kali, bahkan tempat belajar Al Qur'an seperti TPA, ada guru yang bejat seperti fakta diatas.
Sistem kapitalisme sekuler menghinakan guru, guru disibukkan dengan administrasi dan kejar materi. Sehingga guru tidak lagi memahami tugas utama sebagai guru adalah mendidik/mengayomi. Maka, dalam sistem kapitalis sekuler, guru bukan lagi sosok yang mulia. Bagaimana mungkin bisa mewujudkan generasi yang berkualitas kalau gurunya tidak berkualitas, tak bisa digugu dan ditiru lagi?
Hal ini tentu perlu peran negara dalam mencetak guru-guru yang berkualitas unggul. Negara dengan sistem yang unggul yaitu sistem Islam. Sistem yang telah terbukti bisa memimpin peradaban dunia selama 13 abad lebih.
Sistem Islam Memuliakan Guru
Sistem Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan negara, termasuk landasan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan Islam memuliakan guru dan mampu mencetak guru berkualitas, kompeten dengan integritas dan berakhlak mulia, guru yang bisa digugu dan ditiru. Tugasnya tak hanya mentransfer ilmu saja tapi juga membina syakhsiyah anak didiknya. Sehingga generasi yang dihasilkannya cerdas, beriman dan berakhlak mulia.
Islam menjadikan pendidikan sebagai aspek penting dalam mewujudkan peradaban Islam. Baik dalam hal penyebaran Islam, pengembangan ilmu pengetahuan, hingga pembentukan kepribadian muslim. Dalam hal ini Islam memiliki sistem pendidikan yang berbeda dengan sistem pendidikan yang lain.
Islam memiliki sistem pendidikan yang unggul, dimana sudah terbukti dipentas peradaban dunia selama berabad-abad. Pada masa kejayaan peradaban Islam, negeri-negeri Islamlah satu-satunya yang menjadi pusat perhatian cendikiawan dan kaum pelajar. Perguruan-perguruan tinggi seperti yang ada di Cordoba, Baghdad, Damaskus, Iskandariyah dan Kairo, memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan arah pendidikan di dunia kala itu.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah melahirkan generasi yang bersyaksiah Islam (berkepribadian Islam) yaitu teguh dalam memegang identitas kemuslimannya dalam pergaulan sehari-hari. Berfikir dan bersikap sesuai dengan akidah Islam. Maka, negara juga akan menyiapkan guru-guru yang bersyaksiah Islam.
Negara sebagai penyelenggara utama pendidikan maka bertanggung jawab untuk menyediakan segalanya komponen pendidikan, yakni sarana dan prasarana, guru yang berkompeten dan kurikulum yang berlandaskan akidah Islam.
Demikianlah, jika Akidah Islam dijadikan landasan dalam pendidikan maka akan terbentuk Syaksiyah Islamiyah dalam diri generasi dan para guru. Guru akan memiliki kualitas terbaik menjadi seorang pendidik dan sosok yang dapat digugu dan ditiru.
Wallahu'alam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar