Kejar Pajak, Negara Pemalak Rakyat?


Oleh : Siti Aisyah, S. Pd. I. (Praktisi Pendidikan)

Dalam sistem kapitalisme, pajak menjadi salah satu sumber pendapatan utama negara. Oleh karena itu, negara berupaya memastikan warganya memenuhi kewajiban membayar pajak. Salah satu langkah yang dilakukan adalah melalui Tim Pembina Samsat yang akan mengunjungi rumah pemilik kendaraan yang menunggak pajak untuk mengingatkan mereka.

Kakorlantas Polri, Irjen Pol Aan Suhanan, mengungkapkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat terhadap pembayaran pajak kendaraan, khususnya dalam perpanjangan STNK 5 tahun, masih sangat rendah. Dari 165 juta kendaraan yang terdaftar, kurang dari separuhnya yang taat membayar pajak. Untuk meningkatkan kepatuhan ini, Polri telah menyiapkan beberapa strategi, salah satunya adalah dengan mengunjungi langsung rumah-rumah pemilik kendaraan yang belum melunasi kewajibannya (menpan.go.id, 4-11-2024).


Anomali Kebijakan

Kebijakan pajak ternyata berbeda untuk kendaraan listrik dan mobil mewah, dengan adanya keringanan khusus. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan untuk membebaskan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi mobil listrik impor. Kebijakan ini mulai berlaku pada 15 Februari 2024, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024.

Aturan tersebut mencakup kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu, dengan PPnBM yang ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah untuk tahun anggaran 2024. Berdasarkan pasal 2 dalam PMK tersebut, pemerintah menanggung 100% pajak PPnBM atas impor kendaraan listrik berbasis baterai yang masuk kategori tertentu. Dengan demikian, sepanjang Januari hingga Desember 2024, pembelian mobil listrik tidak akan dikenakan PPnBM (cnbcindonesia.com, 21-02-2024).

Kebijakan pemerintah dalam mengejar pajak dari rakyat sangat kontras dibandingkan dengan perlakuannya terhadap pengusaha. Rakyat yang sudah menghadapi kesulitan ekonomi justru dibebani berbagai potongan pajak, sementara pengusaha sering kali mendapatkan berbagai insentif dan keringanan. Ironisnya, pendapatan pajak yang menjadi sumber utama anggaran pembangunan tidak memberikan dampak nyata dalam memperbaiki kondisi kehidupan rakyat.


Pajak Tidak Wajib dalam Islam

Dalam sistem kapitalisme, pajak dijadikan sumber utama pendapatan negara, yang justru menambah beban bagi rakyat. Sebaliknya, dalam Islam, pendapatan negara berasal dari berbagai sumber yang ditetapkan sesuai dengan syariat. Pendekatan ini dirancang untuk memastikan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Sumber utama meliputi zakat, fay' (harta tanpa perang), ghanimah (harta rampasan perang), jizyah (pajak nonmuslim), kharaj (pajak tanah), usyur (pajak perdagangan), dan hasil pengelolaan harta milik umum seperti tambang dan sumber daya alam. 

Selain itu, negara juga menerima pendapatan dari harta tidak bertuan, denda hukum, sedekah, dan wakaf. Pajak sementara (dharibah) dapat diterapkan dalam kondisi darurat kepada mereka yang mampu. Semua pendapatan ini dikelola secara adil untuk memenuhi kebutuhan rakyat, membangun infrastruktur, dan menciptakan kesejahteraan, dengan mengutamakan pemerataan dan penghapusan kemiskinan.

Berbeda dengan negara dalam sistem kapitalisme yang cenderung membebankan berbagai pungutan kepada rakyat, Islam justru memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta menerapkan sistem upah yang adil sehingga rakyat dapat hidup sejahtera. Negara berperan sebagai pelindung dan pengatur (ra’awiyah), menciptakan rasa aman dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Penerapan sistem ekonomi Islam mampu menjamin kesejahteraan masyarakat tanpa harus membebankan pungutan pajak.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar