Oleh : Reshi Umi Hani
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mut’i telah menjanjikan kenaikan gaju guru bagu guru ASN sebesar satu kali gaji pokok dan guru non-ASN yang telah sertifikat sebesar Rp 2 juta pada tahun 2025 nanti.
Hal tersebut tentulah akan ditanggapi oleh pihak terkait di masing-masing daerah salah satunya oleh Akmal Malik selaku Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) yang menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari pemerintah pusat terkait rencana kenaikan gaji guru di wilayahnya.
Meskipun kenaikan rencana kenaikan gaji guru tersebut merupakan suatu yang menggembirakan bagi sebagian pihak, namun bisa jadi tidak semua pihak merasakan nya. Akmal Malik menyoroti kondisi guru, terutama di daerah terpencil, yang dinilainya perlu mendapat perhatian lebih. Ia mengingatkan bahwa guru di daerah memiliki peran penting dalam membangun generasi bangsa, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Tetap hidup dalam sistem kapitalisme sebenarnya hanya akan membuat para guru menderita dan terhina. Padahal, guru adalah tulang punggung pendidikan nasional yang akan menentukan nasib generasi bangsa.
Posisi guru adalah sebagaimana para buruh bagi industri. Dengan kata lain, gaji guru adalah faktor produksi dalam roda ekonomi yang berputar di sektor pendidikan yang memang komersial dan kapitalistik. Alih-alih sejahtera, nasib guru sudah dianggap membaik hanya dengan adanya tambahan tunjangan yang jumlahnya secuil, padahal jasa guru bagi murid-muridnya tidak bisa dinilai dengan nominal sebesar apa pun.
Memang benar kenaikan gaji guru adalah salah satu faktor penunjang pendidikan berkualitas. Namun, dalam sistem kapitalisme guru akan berjuang sendiri, terlebih guru hanya dipandang sebagai bagian dari faktor produksi. Posisi guru terdampak signifikan karena kapitalisme telah menempatkan pendidikan sebagai komoditas ekonomi.
Faktanya itu bukan kenaikan gaji ASN tapi melanjutkan program yang sudah ada memberikan tunjangan kesejahteraan pada guru ASN yang sudah PPG. Guru honorer nyatanya hanya naik 500 ribu bukan 2 juta.
Sistem kapitalis sekuler negara saat ini tidaklah mengemban tugas sebagaimana seharusnya yakni pengurus umat. Sehingga tidak menjamin terpenuhi segala kebutuhan masyarakat, maka tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat termasuk pada guru.
Islam benar-benar mewujudkan guru sebagai sosok yang “digugu” dan “ditiru”. Hal ini terkait erat dengan posisi Islam sebagai mabda‘ (ideologi). Masa keemasan peradaban manusia terjadi saat ideologi Islam memimpin dunia dengan penerapan aturan Islam kafah di dalam sistem kehidupan, termasuk pendidikan. Untuk mengembalikan masa keemasan itu, penyelenggaraan sistem pendidikan harus berlandaskan akidah Islam serta terintegrasi dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial budaya yang bersumber dari syariat Islam. Guru mengemban amanah agung. Guru adalah cahaya di tengah gelapnya kehidupan ketika tanpa ilmu. Rasulullah saw. adalah seorang guru.
Peran guru juga harus memperoleh sinergi dari orang tua murid, sekolah, masyarakat, dan negara. Hal ini penting agar guru tidak berjuang sendirian saat melakukan aktivitas pendidikan dan pembelajaran sebagaimana dalam sistem sekuler demokrasi saat ini.
Negara juga harus memosisikan pendidikan sebagai bagian dari realisasi kewajiban menuntut ilmu sekaligus tanggung jawab sistemis dalam rangka mengurusi urusan umat. Sebagai bentuk penghargaan terhadap profesi guru, negara Islam (Khilafah) dalam sejarah emasnya mencatatkan penghargaan yang sangat tinggi pada profesi guru. Khilafah menerapkan sistem politik yang menempatkan pendidikan sebagai sektor publik. Khilafah juga menerapkan sistem ekonomi Islam dengan pengelolaan harta berbasis baitulmal untuk mendukung kesejahteraan para guru.
Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar