BPJS Jadi Prasyarat, Kebijakan Tak Merakyat


Oleh: Nuryanti (LISMA Bali)

Entah apa yang dipikirkan para pejabat atas kebijakan-kebijakan anyar yang justru tak merakyat. Setelah sekian kebijakan tak berakhir apik, kini muncul lagi kebijakan yang meminta rakyat untuk membayar penjaminan atas kesehatannya. Rakyat diberi prasyarat ketika akan mengurus administrasi Negara, seperti SIM, STNK, SKCK, keberangkatan haji, bahkan jual beli tanah. 

Pemerintah menerbitkan kebijakan baru bagi warga negara Indonesia. Diberlakukan mulai Maret 2022, masyarakat diwajibkan untuk memiliki BPJS kesehatan agar bisa mengurus berbagai keperluan administrasi Negara. Kebijakan tersebut telah diteken Presiden Joko Widodo pada 6 Januari 2022 lalu.

Tak  tanggung-tanggung, Presiden meminta para pemangku jabatan untuk mengawasi regulasi pengurusan administrasi tersebut. Seperti halnya pihak kepolisian yang dituntut untuk memastikan pemakaian SIM, STNK, dan SKCK adalah peserta aktif BPJS.

Selain kepolisian, Presiden juga menginstruksikan kepada Kementerian Agama untuk memastikan pelaku usaha dan pekerja yang ingin melakukan perjalanan ibadah umroh/haji adalah peserta aktif BPJS.

Kemudian, Presiden Joko Widodo juga menginstruksikan ke Kementerian Agraria & Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional untuk mengawasi aktivitas jual beli tanah. Memastikan juga bahwa pelaku jual beli tanah harus memiliki BPJS.

Dari kebijakan baru ini menandakan bahwa BPJS merupakan syarat mutlak dalam mengurus SIM, STNK, SKCK, keberangkatan haji/umroh dan kepengurusan jual beli tanah. Bahkan untuk melancarkan kebijakan ini, para pelanggar akan dikenakan sanksi hukum. Padahal ini merupakan hajat publik yang harus dilayani tanpa prasayarat seperti ini.

Penetapan kebijakan ini diklaim sebagai penyempurnaan pelayanan pada masyarakat. Alih-alih penyempurnaan, jaminan kesehatan masyarakatlah yang akhirnya dipalak dengan cara elegan dan tersistematis. Tentu ini akan berdampak pada keadilan pelayanan publik. Alhasil yang memiliki BPJSlah yang akan diutamakan. 

Disamping itu, meskipun  telah memiliki BPJS, masyarakat juga harus bersabar. Seperti pelayanan kesehatan yang seringkali tingkat pelayanan kesehatannya akan diukur dari nilai kemampuan membayar obat dan perawatan. Dalam hal ini masyarakat seperti dibuat bahan percobaan dan ladang pundi-pundi uang.

Mewajibkan memiliki BPJS untuk mengurus keperluan tertentu sekalipun itu tidak berhubungan dengan kesehatan, jelas rakyat akan terbebani. Pasalnya rakyat akan selalu ditagih untuk membayar iuran setiap bulannya meskipun di bulan itu tidak sakit atau butuh perawatan khusus.

Inilah bentuk kepengurusan layanan publik jika diatur dengan kepemimpinan kapitalis. Karena sistem kapitalis ini berasaskan untung rugi yang menjadikan layanan publik ataupun layanan kesehatan sebagai ajang dalam mencari keuntungan. 

Negara kapitalis adalah Negara yang menjadi regulator mengukuhkan swasta sebagai pihak pelayanan masyarakat. Alhasil rakyat semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kondisi seperti ini sangat rentan terjadi kriminalitas pada masyarakat yang kondisi perekonomiannya semakin terjepit atas adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang tak merakyat.

Kondisi seperti ini sangat kontras dengan pelayanan publik yang ada di dalam sistem Islam. Negara yang menganut sistem Islam akan melayani masyarakat tidak berasaskan untung rugi. Hubungan yang terjadi antara penguasa dan rakyat adalah riayah suunil ummah/mengurus keperluan umat. Tidak ada yang terzalimi dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh seorang penguasa kepada rakyatnya.

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadist yang menyebutkan, “Siapa saja yang menyempitkan urusan orang lain, niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak pada hari kiamat”.

Dalam pelayanan umun seharusnya tidak boleh ada prasyarat sebagaimana kebijakan yang dilakukan oleh penguasa saat ini yang mewajibkan BPJS adalah syarat utama dalam pengurusan SIM, STNK,  SKCK,  keberangkatan Haji/umroh dan jual beli tanah.

Karena di dalam Negara Islam, untuk mengurus pelayanan umum hanya Negaralah yang wajib memberikan layanan tersebut secara ihsan (kebaikan & kesempurnaan). Pemenuhan kesehatan dalam Negara Islam merupakan salah satu jenis kebutuhan dasar publik selain pendidikan dan keamanan. Tentu hal ini sudah menjadi tanggung jawab Negara, seperi pengadaan rumah sakit, tenaga medis, dokter, perawat, obat obatan, peralatan medis dan hal-hal yang terkait. 

Semua jaminan ini diberikan kepada masyarakat secara gratis dan berkualitas. Dan dana yang diambil berasal dari pos kepemilikan umum dalam bentuk baitul maal. Adapun kepemilikan umum itu adalah dari sumber daya alam yang dikelola secara mandiri dan langsung di bawah Khalifah. Inilah jaminan kesehatan dalam bentuk Negara Islam yang sangat memudahkan masyarakat.

Wallahu a’lam bish showab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar