Menguak Nalar Dalam Mengurai Kekerasan terhadap Anak


Oleh : Ekha Putri M.S, S.P

Dikutip dari cnnindonesia.com,  kekerasan pada anak di 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021. Kasus  yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual sebesar 45 persen, kekerasan psikis 19 persen, dan kekerasan fisik sekitar 18 persen. Kekerasan jenis lainnya pada anak berupa penelantaran, trafficking, eksploitasi ekonomi, dan lain-lain.

Kasus yang mencuat akhir akhir ini diantaranya kasus perkosaan anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.  Bayi Silver di Tangerang, Banten. Juga kasus Balita dirantai dengan ada luka di Sumedang, Jawa Barat. Kasus – kasus tersebut menambah deretan panjang kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia. 


Permasalahan Kompleks Kekerasan Anak

Di tengah kehidupan materialistis-individualistis yang berkembang saat ini dalam naungan Kapitalisme, permasalahan kekerasan anak ibarat benang kusut yang sulit diurai. Permasalahan ini bukan hanya berkaitan dengan masalah keluarga saja, namun merembet ke masalah ekonomi dan social.

Dalam tataran individu keluaga, banyak pasangan yang tidak memiliki cukup ilmu ketika menikah dan memiliki anak. Padahal persiapan ilmu adalah modal utama mengarungi bahtera rumah tangga. Kebanyakan pasangan dan keluarga mempelai sibuk dengan persiapan resepsi pernikahan dibanding kajian konsep dan fiqh rumah tangga serta pengasuhan.

Di lain pihak, dalam tatanan kehidupan masyarakat, himpitan masalah ekonomi dan kerusakan tatanan social telah menggerus pelaksanaan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Banyak rumah tangga yang pincang, ketika salah satu pihak tidak melakukan kewajiban untuk menunaikan hak pasangannya. Hal ini berdampak kepada rumah menjadi ligkungan buruk bagi tumbuh kembang anak-anak. 

Selain itu, dari sisi regulasi, banyak UU yang belum berpihak pada penyelesaian masalah yang tuntas. Ditambah juga anggaran yang terbatas dalam membiayai program. Hingga program banyak berhenti tak diperpanjang sebelum permasalahannya selesai. Maka wajar kondisi kekerasan anak terus bertambah di lingkungan kita.


Anak adalah Amanah

Islam sebagai agama sempurna sebenarnya memiliki konsep penyelesaian permasalahan kehidupan diantaranya tentang penganggulangan masalah kekerasan anak. Hal ini masuk dalam bahasan tentang pengasuhan dan pendidikan anak. Namun sebelum kita membahas lebih jauh fiqih pengasuhan anak tersebut, ada baiknya kita pahami dulu sudut pandang mengenai anak itu sendiri bagi kaum muslimin. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR. Bukhari nomor 4789).

Layaknya amanah, maka bagi orang tua anak harus dijaga, dirawat dan dinafkahi sebaik- baiknya. Rasulullah SAW telah memberikan peringatan terhadap orangtua yang lalai dari tanggung jawab ini. “Sesungguhnya Allah memiliki para hamba yang tidak akan diajak berbicara pada hari kiamat, tidak disucikan dan tidak dilihat.” Lalu beliau ditanya: “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Anak yang berlepas diri dari orangtuanya dan membencinya serta orangtua yang berlepas diri dari anaknya.” (HR. Ahmad dan Thabrani).


Mekanisme Islam dalam Penjagaan anak dari Kekerasan

Dalam islam dikenal konsep hadhânah yaitu bentuk mashdar dari kata hadhnu ash-shabiy, yang bermakna mengasuh atau memelihara anak. Secara istilah, hadhânah adalah menjaga anak yang belum bisa mengatur dan merawat dirinya sendiri, serta belum mampu menjaga dirinya dari hal-hal yang dapat membahayakan dirinya.
Hadhanah wajib dilakukan pada anak. Kelalaian atas pemeliharaan anak akan berakibat kepada kehancuran fisik dan jiwanya termasuk bisa mengantarkan kepada kematian anak. Maka Hadhanah adalah suatu perkara penting dalam penjagaan jiwa. Islam sangat memperhatikan hal ini. 

Dalam kondisi normal Hadhanah adalah hak dan kewajiban bagi ibu, jadi Ibu adalah ahli Hadhanah yang utama. Hadis dari Abdullah bin Amr yang mengisahkan aduan seorang wanita kepada Rasulullah SAW. "Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak saya ini, perut sayalah yang mengandungnya, dengan sayalah anak saya ini menyusu, dan sayalah yang melindunginya. Ayahnya telah menceraikanku dan bermaksud memisahkannya dari sisiku," kata wanita itu mengadu. Rasulullah SAW pun bersabda, "Engkaulah yang lebih berhak terhadap anak itu selagi belum menikah dengan orang lain." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Hakim).

Namun bila ada kondisi tertentu yang mengakibatkan anak tidak bisa diasuh oleh ibu dan ayahnya secara normal dengan udzur syar’I, Lalu berturut –turut hak pengasuhan pindah ke :
1. Nenek dari pihak ibu terus ke atas
2. Ayah
3. Nenek dari pihak ayah terus ke atas
4. Kakek dari pihak ayah
5. Saudara Perempuan Se-ayah Se-Ibu
6. Saudara Perempuan Se-Ayah
7. Saudara Perempuan Se-Ibu
8. Saudara laki-laki Se-ayah Se-Ibu (dan anaknya)
9. Saudara laki-laki Se-ayah (dan anaknya)
10. Bibi dari pihak Ibu
11. Bibi dari pihak ayah
12. Paman se-Ayah dan Se-ibu
13. Paman dari pihak ayah

Kalangan ahli fiqih menyebutkan sejumlah syarat untuk mendapatkan hak asuh anak tersebut. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka hak asuh anak hilang. Diantara syarat-syarat yang disepakati adalah: 
1. Berakal sehat. 
2. Bukan Orang fasiq
3. Memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengurus anak. 
4. Pengasuh tidak memiliki penyakit yang dapat memudharatkan sang anak yang diasuh. 
5. Tinggal menetap di daerah anak yang diasuh. 

Perlu dipahami disini bahwa kesuksesan hadhanah tidak berdiri sendiri. Ada aspek perwalian yang erat kaitannya dengan Hadhanan. Secara normal, hadhanah akan berjalan baik dengan perwalian ayah atau yang menggantikannya. Disinilah peran wali dalam pertanggungjawaban harta dan jiwa dari anak selain kepemimpinannya. Harmoni fungsi ayah dan Ibu inilah yang mencetak anak bahagia dan sejahtera lahir dan batin.


Penutup

Saat ini, porsi terbesar penanganan kekerasan pada Anak masih ada di tataran individu dan keluarga. Berbagai program pemerintah sudah banyak diluncurkan sebagai solusi permasalahan kekerasan anak. Tercatat program penataran pra nikah, berbagai bantuan bagi keluarga yang kurang mampu juga layanan rumah ramah anak sebagai bentuk kepedulian. 

Namun permasalahan kekerasan pada anak masih terus meningkat. Permasalahan ini memang butuh solusi berkesinambungan yang tidak terikat anggaran juga program tertentu. Karena penjagaan terhadap anak adalah amanat dari Allah S.W.T . 

Selama kita paham hukum syara mengenai hal ini, maka pengupayaannya adalah bagian dari tanggung jawab kita kepada Allah. Tiap orang pada posisinya akan dimintai pertanggung jawabannya mengenai hal ini termasuk penguasa Negara. 

Wallahu ‘alam Bi Showwab


Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar