Klenik Politik dan Syirik, Saatnya Diakhiri

 

Oleh : Ummu Sansan 

Di warung makan yang ramai pengunjung, tak jarang dianggap pemiliknya menggunakan penglaris agar dagangannya laris manis terjual habis. Padahal kadangkala rasa lezat di lidahlah sebagai daya tariknya, terlebih bila lokasinya juga strategis. Sayangnya mitos klenik ini seolah lazim di masyarakat.

Demikian pula dalam sebuah pertandingan. Tak jarang ada ritual atau prosesi tertentu agar tim yang bertanding meraih kemenangan. Klenik saat berkompetisi seolah bukan hal yang aneh. Seperti halnya berkompetisinya para elit politik untuk meraih kursi kekuasaan atau jabatan. Unsur klenik seolah lazim ikut disertakan. Ternyata klenik politik pun tak bisa dihindarkan. Lantas bagaimana dengan ritual kendi nusantara beberapa waktu lalu?

Dilansir dari nasional.kompas.com, 14 Maret 2021 disebutkan sebanyak 34 gubernur membawa masing-masing satu liter air dan dua kilogram tanah dari masing-masing provinsi untuk dimasukkan ke kendi nusantara pada acara ritual kendi nusantara di titik nol Ibu Kota Negara (IKN). Dalam kegiatan itu, Jokowi mengatakan proses penyatuan tanah dan air dari 34 provinsi adalah wujud dimulainya proses pembangunan IKN Nusantara. Disampaikan pula bahwa kegiatan tersebut merupakan wujud kebhinnekaan dan persatuan yang kuat untuk membangun Ibu Kota Nusantara.

Sontak prosesi tersebut menuai polemik. Pro kontra bergulir di tengah masyarakat.  Satu sisi memandang bahwa prosesi tersebut mampu menggali kearifan budaya nusantara. Sisi lain memandang prosesi tersebut bentuk irasional bahkan bisa jatuh pada kesyirikan. 

Wajarlah di negeri yang menganut sistem demokrasi ini akan muncul beragam pendapat. Bukankah kebebasan berpendapat memang ditumbuhsuburkan? Dalam sistem ini tidak punya standar yang jelas dalam menilai sesuatu hal. Nilai baik buruk, boleh tidaknya suatu hal dikembalikan pada manusia. Wajar jika kemudian penilaian pun jadi relatif. Baik menurut si A, belum tentu baik menurut si B. Demikian pula sebaliknya. Memang demikianlah hasil dari kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi. Akan bermunculan banyak pendapat sekaligus argumentasi yang disampaikan. 

Karenanya jika aktivitas klenik muncul maka akan dibiarkan selama mendatangkan manfaat. Sekalipun jelas nampak irasional dalam aktivitasnya. Apa yang dilakukan ini alih-alih membawa kebaikan pada rakyat justru mengantarkan kembali pada kondisi masa silam yang sarat dengan mistis dan irasional lainnya. Sebagaimana yang disampaikan cendekiawan muslim Azyumardi Azra "Saya tak paham maksudnya, hanya saja ritual itu seolah membawa IKN ke masa magis dan mistis di masa silam," (tempo.co, 13/3/2022).

Absurd. Itulah yang terjadi di negeri ini ini. Karena jika diharapkan negeri ini menjadi maju maka berbagai ritual IKN justru langkah yang bertolak belakang. Apalagi negeri ini berpenduduk mayoritas muslim. Langkah yang diambil justru cenderung pada kesyirikan daripada taat pada syariat. Jelas seorang muslim tidak boleh melakukannya. Hal itu akan mengundang kemurkaan Allah SWT.

Rasulullah bersabda : “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,’Aku tidaklah butuh adanya tandingan-tandingan. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal dalam keadaan menyekutukan Aku dengan selain Aku, maka Aku akan meninggalkan dia dan perbuatan syiriknya itu.’” (HR. Muslim no. 7666). Tidak hanya itu, siksa juga akan ditimpakan oleh Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam QS Al A'raf 96 yang artinya  "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Naudzubillahi min dzalik. Saatnya untuk bertaubat. Jauhkan diri dari syirik dan kemaksiatan. Saatnya kembali taat mengikuti aturan dan syariat. Niscaya keberkahan didapat. Wujudkan pula persatuan umat dengan ikatan aqidah Islam yang lurus, bukan klenik dan syirik. Niscaya terjaga aqidah dalam naungan sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Wallahua'lam bisshowab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar