Oleh : Ummu Azizah Fisikawati
Sah..kini telah sah UU yang membelit rakyak makin sulit. UU Cipta Kerja yang di bungkus untuk kepentingan Rakyat Namun sejatinya berbalik. UU yang hanya akan menguntungkan para elit penguasa dan pengusaha.
Omnibus UU Cipta Kerja kini sudah resmi diundangkan. Jumlah halaman final menjadi 1.187 lembar.
Dokumen UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diunggah di situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Negara (JDIH Setneg), diakses detikcom pada Senin (2/11/2020). Jakarta
Para pemimpin penguasa tak lagi mengkaji ulang isi dari UU tersebut, bahkan membacanya pun tak sampai akhir. Menyetujui tanpa harus memahami makna dan tujuan dari UU Cipta kerja ini.
Rakyat menjerit dan berteriak tak lagi di dengar, bahkan rakyat yang bersuara menyerukan penolakan akan UU ini di bentrokan dengan aparat kepolisian, terjadilah kerusuhan dan kericuhan. Aparat polisi yang harusnya menjaga dan melindungi menjadi tameng pemerintah untuk menahan laju rakyat yang memprotes atau menolak UU tersebut.
DPR dan Pemerintah sahkan UU Ciptaker tanpa memperhatikan aspirasi penolakan publik. DPR mengesahkan di tengah malam, Pemerintah mendesak segera mensahkan UU ini demi memuluskan kepentingan kaum kapitalis, investasi asing dan aseng. Pengkhianatan DPR dan pemerintah secara sistematis memenangkan kepentingan kaum kapitalis hanya terjadi dlm sistem demokrasi.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Pernahkah melihat aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para mahasiswa atau sekelompok organisasi? Hal itulah yang menjadi salah satu contoh penerapan demokrasi yang dilakukan sebagai bentuk luapan aspirasi rakyat terhadap segala permasalahan yang terjadi di sebuah negara.
Berbicara mengenai demokrasi itu sendiri, mungkin yang pertama kali terpikir di benak kita adalah sebuah paham kebebasan yang berorientasi terhadap rakyat. Ada semboyan yang tidak pernah lepas dari demokrasi, yaitu “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.
Namun apalah semboyan itu hanya ilusi, rakyat tak lagi berperan, rakyat hanya di manfaatkan oleh para penguasa dan pengusaha. Suara rakyat berperan hanya dalam pemilu semata, selain itu suara rakyat tak lagi dibutuhkan bahkan suara rakyat di bungkam.
Penguasa tak lagi peduli, mereka hanya berpikir hidup sekali untung berkali-kali. Menjadi boneka para kapitalis korbankan rakyat yang semakin menangis.
Inilah sistem Demokrasi yang melahirkan pemimpin tak berhati yang mampu menghianati. Pemimpin yang tak mengayomi bahkan tak melayani.
Mari kembali pada Sistem Islam secara kaffah, sebagaimana yang di ketahui bahwa sistem yang baik akan melahirkan para pemimpin yang baik, amanah, Jujur dan adil. Pemimpin yang lahir dalam sistem Islam mereka takut pada hari pertanggungjawaban, penghisapan atas kepemimpinannya. Takut akan segala dosa ketika tidak menjalankan hukum-hukum Allah.
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."(QS. al-Baqarah 2: 208)
0 Komentar