Oleh : Sujilah (Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah)
Di masa pandemi ini, masyarakat harus siap menghadapi kondisi dengan beberapa masalah, baik masalah kesehatan, ekonomi, pendidikan, atau fenomena alam dengan musim hujan, kemarau, serta hal ekstrim yang mengiringinya seperti angin topan, badai, puting beliung, banjir bandang, gempa dan lain-lain.
Alhamdulillah, musim hujan telah tiba. Semua makhluk menyambut gembira musim ini. Bagaimana tidak, hujan adalah rahmat, keberkahan Allah Swt. Berkah hujan, tanah yang tadinya kering, tandus, subur kembali. Tumbuh-tumbuhan yang layu, mulai hijau kembali.
Begitu pun dengan para petani, mereka bersuka cita karena sawahnya tidak kekeringan lagi. Namun di musim penghujan ini pun harus waspada, dan hati-hati. Karena cuaca alam yang tidak bersahabat bisa saja terjadi. Seperti belum lama ini telah terjadi bencana yang menimpa beberapa rumah warga akibat hujan disertai dengan angin kencang.
Seperti dilansir PortalBandungTimur.com (27/10/2020) sedikitnya 170 rumah dan satu mesjid di Desa Cinunuk dan Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung yang mengalami kerusakan yang diterjang angin kencang.
"Hingga kini sudah terdata ada 70 unit rumah dan satu masjid dengan kondisi kerusakan ringan hingga berat, kita masih terus melakukan pendataan, mudah-mudahan tidak bertambah," ujar Hadian kepada Portal Bandung Timur, saat meninjau lokasi kejadian.
Untuk meringankan beban warga menurut Hadian pihaknya memberi bantuan kepada warganya sebesar Rp.250.000 untuk setiap rumah. Jumlahnya memang tidak besar, tapi setidaknya bisa meringankan penderitaan warga.
Namun, setiap peristiwa yang terjadi tidak serta merta menyalahkan alam atau pasrah sebagai qadha, tapi bagaimana upaya manusia mengatasi dan mencari solusi atas peristiwa tersebut? Baik dirinya sebagai individu, masyarakat atau negara sebagai pelayan umat.
Sayangnya, berbagai peristiwa yang terjadi di negeri ini tidak terlalu menjadi pusat perhatian negara. pemerintah lebih menyibukkan diri dengan memfasiltasi kenyamann kelompok pemodal ketimbang kenyamanan publik karena memang sistem yang diadopsi negara dengan demokrasi sekularnya tidak pro rakyat.
Kekuasaan seolah-olah digunakan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, atau mengumpulkan harta saat ia menjabat. Sehingga tidak heran kalau mereka yang berkuasa lebih memilih menggelontorkan dana besar untuk mempersiapkan pelaksanaan pilkada, dibanding mengalokasikan dana untuk kesejahteraan rakyat. Salah satunya dengan memberikan bantuan kepada korban bencana. Padahal berbagai bencana tak luput dari kebijakan-kebijakan mereka yang telah melanggar syariat Allah.
Hal ini jelas berbeda dengan kepemimpinan dalam Islam. Islam yang berdiri di atas paradigma yang lurus, bahwa kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Pemenuhan kebutuhan terhadap rakyatnya adalah suatu yang wajib untuk dipenuhi.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw : "Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam (khalifah) adalah pemimpin tunggal kaum muslim di seluruh dunia yang memiliki tanggung jawab begitu besar dalam mengurusi umat, dan khilafah satu-satunya pelindung dan perisai umat yang mampu menjaga agama, kehormatan, darah, dan harta, serta menjaga kesatuan, persatuan dan kedaulatan negara.
Dalam sistem ini pun alokasi dana harus sesuai syariat Islam. Negara menggunakan dana hanya untuk kepentingan-kepentingan rakyat, bukan yang lainnya. Jika terjadi bencana pemimpin dengan sekuat tenaga mengalokasikan dana secara optimal guna membantu para korban bencana. Bahkan dalam sistem Islam pemimpin rela menyerahkan seluruh hartanya demi membantu yang terkena bencana.
Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para khalifah setelahnya, pada saat Madinah diguncang oleh gempa, maka Rasulullah meletakkan tangannya dan berkata "Tenanglah...belum datang saatnya bagimu." Lalu Rasulullah menoleh ke arah para sahabat dan berkata "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian… maka jawablah (buatlah Allah ridho kepada kalian).
Hal yang serupa dilakukan Umar ra. ketika gempa kembali mengguncang Madinah, "Wahai manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Seandainya gempa ini terjadi kembali, aku tidak akan bersama kalian lagi."
Firman Allah Swt.: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (TQS : al-Araf : 96)
Sudah saatnya alam ini perlu diatur oleh aturan syariah agar semua permasalahan bisa diselesaikan dengan baik, serta keberkahan akan berlimpah ruah memenuhi bumi. Sebab penerapan aturan Islam secara kaffah adalah wujud hakiki dari ketakwaan.
Wallah a'lam bi ash-shawab.
0 Komentar