Oleh : Ummu Ilman (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)
Selain momen isra’ mikraj, bulan Rajab merupakan bulan dimana perisai ummat yaitu Khilafah Islamiyah dihapus oleh para musuh-musuh islam. Tepatnya 28 Rajab 1324 Hijriyah merupakan hari dimana kehidupan kaum muslimin tidak lagi berada dalam satu kepemimpinan. Bukan praktis namun melalui proses yang sangat panjang hingga keruntuhan institusi islam ini runtuh. Butuh beratus-ratus tahun lamanya bagi musuh-musuh islam untuk menghancurkan peradaban islam.
28 Rajab 1444 baru saja kita lalui, 102 tahun sudah ummat islam tanpa khilafah. Sekulerisme menjadi asas bagi peradaban hari ini dimana agama tak lagi diposisikan sebagai jalan hidup namun sekedar label yang melekat tanpa ada ketundukan yang sempurna pada ajaran islam.
Kondisi kaum muslimin pasca runtuhnya khilafah sangat menyedihkan. Sekat nasionalisme menjadi penghalang negeri satu dengan negeri muslim lainnya. Kaum muslimin bahkan kini dihadap-hadapkan dengan saudara seimannya, diadu domba menjadi bermusuh-musuhan. Adapun harta dan kekayaan alam milik kaum muslimin nyaris habis dijarah oleh para penjajah dan sayangnya hal tersebut tidak disadari sebagai bentuk penjajahan. Bukan sebagai pengendali, kaum muslim justru berada pada kendali negara barat, tidak independent menentukan sikapnya sendiri.
Bagaimana dengan sumber daya manusia yang dimiliki? Pemuda muslim sudah banyak yang masuk dalam jebakan dan juga perangkap barat. Gaya hidup, pemikiran dan juga keteladannya banyak merujuk pada idola mereka yang itu ealau bertentangan dengan islam. Bukannya memperjuangkan islam, para pemuda banyak sibuk dengan mengejar target-target duniawinya saja, banyak yang tidak kenal agamanya. Tentu ini miris sekali.
Tanpa Khilafah ummat islam mengalami penderitaan yang sangat. Oleh karena itu fardhu kifayah ini harus dipikul bahkan oleh seluruh kaum muslimin untuk mewujudkannya. Sebab bila tidak bersungguh-sungguh dalam mewujudkannya maka kita harus hawatir dengan peringatan sebuah hadits berikut: “Barangsiapa yang mati namun belum ada baiat di lehernya maka matinya seperti mati jahiliyah.“ (HR. Muslim)
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar