Oleh: Ai Sopiah
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro mengatakan, Panca Darmansyah (PD) mengaku membunuh keempat anak kandungnya di dalam rumah kontrakan wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan.
"Terhadap keterangan tersangka, dalam hal ini Saudara PD. Yang bersangkutan menyampaikan bahwa memang benar melakukan pembunuhan secara bergantian," ujar Bintoro di Mapolres Metro Jakarta Selatan. (Kompas, 8/12/2023).
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai kasus tersebut merupakan pembunuhan berencana terhadap anak. Ia pun menuntut agar pelaku dihukum mati.
Ia mengatakan, apabila pelaku tidak mengalami masalah gangguan mental atau waras, pelaku sebaiknya dijatuhi hukuman mati. Terlebih, dalam kejadian ini sudah tidak cukup lagi disebut sebagai kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Menurut Reza, relevan untuk mencari tahu kondisi dan masalah mental yang mungkin dialami pelaku. “Tergantung jenis gangguan mentalnya. Kalau sangat parah, sampai pada titik ketidakwarasan, pelaku bisa kena Pasal 44 KUHP,” ucapnya.(Republika, 10/12/2023).
Menjelang pergantian tahun masehi kasus KDRT ini banyak terjadi tentu disebabkan banyak faktor. Karena kehidupan sekularisme telah menjadi lahan subur bagi masyarakat untuk berbuat tanpa terikat aturan Allah SWT. Ini tidak perlu dibantah lagi.
Akibatnya, manusia jadi lebih mudah bersumbu pendek. Mereka tidak mampu dan mau berpikir panjang apa yang mereka akan perbuat, alih-alih bersikap sabar. Parahnya lagi, faktor kebebasan media maupun lingkungan tempat tinggal tidak jarang turut memperburuk cara pandang masyarakat sehingga perbuatan kriminal bermotif nekat dan berwujud keji bisa terjadi.
Karenanya di rumah tidak lagi tercipta suasana hidup yang penuh kehangatan, harmonis, persahabatan dan kasih sayang di antara sesama anggota keluarga. Di satu sisi, perasaan mereka tertekan, tetapi di sisi lain tereksploitasi tanpa memperoleh pengungkapan dan penyaluran yang sahih. Pada akhirnya, muncullah tindakan-tindakan yang menyalahi fitrah penciptaan.
Bayangkan saja, bagaimana mungkin seorang suami tega melukai istri bahkan membunuh semua anaknya? Sudah matikah nuraninya?
Sayangnya, aparat saat ini lebih cenderung baru bertindak jika ada laporan. Visi pelayanan dan pengayoman terhadap urusan keamanan masyarakat tidak mewarnai peran mereka sebagai pilar utama sistem keamanan di dalam negeri. Dampaknya, kondisi lingkungan masyarakat yang tidak aman pun menjadi nyata.
Ironisnya, efek dari hal ini tidak berhenti di situ saja. Rapuhnya sistem keamanan jelas membuat warga terancam. Apalagi untuk perempuan dan anak sebagai kalangan lemah yang seharusnya mendapat perlindungan ekstra dalam hal keamanan dan hak hidup.
Memang benar, tindak kriminal kepada sesama anggota keluarga bisa saja berawal dari buruknya hubungan interaksi di antara mereka. Mereka mungkin tidak dekat satu sama lain, meski bisa juga justru karena interaksinya sangat/terlalu dekat.
Namun, satu hal yang pasti, interaksi tersebut tidak bisa berpijak sebatas pada asas perasaan maupun interaksi kemanusiaan. Interaksi tersebut haruslah berlandaskan kesadaran akan hubungan dengan Sang Khalik, Allah SWT.
Tanpa melibatkan keberadaan Allah, interaksi tersebut akan mudah menimbulkan rasa kecewa dan terluka. Tidak heran jika peluang bagi dampak berikutnya adalah tindak kriminal kepada sesama anggota keluarga. Ini karena berharap kepada manusia tentu jauh berbeda dengan harapan kepada Allah.
Allah SWT berfirman, “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut : 41).
Jelang akhir tahun ini semestinya kita lebih banyak bermuhasabah lagi, terutama kepada sesama anggota keluarga yang tidak lain adalah orang-orang terdekat kita. Dan tidak hanya kepada keluarga tapi kepada orang lain. Islam telah memberikan penuntun perihal interaksi sahih di tengah keluarga ini.
Dari Anas, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Anas, hormati yang lebih tua dan sayangi yang lebih muda, maka kau akan menemaniku di surga.” (HR. Baihaqi).
Demikianlah semestinya prinsip interaksi di tengah anggota keluarga, yakni dalam rangka mewujudkan hubungan yang baik dengan mewujudkan keluarga sakinah mawadah warahmah berdasarkan aturan Islam. Tidak semestinya hubungan antar anggota keluarga dibangun atas asas manfaat ataupun materi. Interaksi seperti ini tidak akan bertahan lama, tetapi cepat atau lambat malah bisa merenggangkan hubungan keluarga.
Selain hubungan baik tersebut, suatu keluarga muslim juga membutuhkan lingkungan tempat tinggal yang kondusif sehingga tidak memicu konflik sosial maupun pergaulan yang tidak sehat bahkan membahayakan perempuan dan anak. Misalnya, lingkungan dengan tempat tinggal yang lekat denganmu pergaulan bebas, atau malah pusatnya pelanggaran hukum syara seperti maraknya praktik kemusyrikan, lokalisasi prostitusi, banyak yang minum khamar, termasuk kental dengan berbagai muamalah yang tidak syar’i (riba, perjudian, dan pinjol).
Seperti diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika zina dan riba dilakukan terang-terangan di masyarakat, berarti mereka telah menghalalkan adzab Allah untuk ditimpakan ke diri mereka.” (HR. Thabrani).
Langkah berikutnya yang paling efektif tentu dengan adanya negara yang mengurusi rakyatnya dengan menerapkan aturan Islam yang kaffah, sebagaimana Khilafah Islamiah. Di sini, Khalifah berwenang menjamin sistem keamanan warga, serta melindungi hak hidup mereka, sehingga meminimalkan terjadinya tindak kriminalitas di tengah masyarakat.
Khalifah berperan penting untuk menjaga suasana hidup masyarakat yang ideal dan kondusif berdasarkan syariat Islam sehingga menyuburkan aktivitas dakwah amar makruf nahi mungkar. Khalifah juga membina warga dengan akidah Islam sehingga membuahkan ketakwaan dan ketaatan. Dengan itu kita haruslah mendekati dengan lingkungan yang islami, mengikuti halaqah-halaqah dan siap menerapkan aturan Islam secara kaffah, maka insyaallah Allah pun akan memberikan keberkahan di dunia dan akhirat.
Wallahua'lam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar