Oleh: Aning Juningsih (Aktivis Muslimah)
Dalam memperingati Hari Kesehatan Nasional, PT Pertamina Bina Medika Indonesia Healthcare Corporation (IHC), sebuah holding rumah sakit BUMN menyiapkan strategi transformasi melalui pemanfaatan ekosistem digital untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di negara ini. (antaranews.com, 13/11/23)
Ekosistem digital sektor kesehatan mengacu pada jaringan teknologi, perangkat dan pemangku kepentingan yang saling terhubung dan bekerja sama untuk menyediakan layanan perawatan kesehatan yang komprehensif dan tanpa batas. Ada beberapa teknologi yang terhubung dengan digitalisasi layanan kesehatan, yaitu e-MR, internet of Things (IoT), Wearable Devicer, dan Telemedicine.
Kini tantangan yang dihadapi dalam digitalisasi layanan kesehatan, antara lain masalah interoperabilitas, masalah keamanan, dan peraturan yang kompleks. Akan tetapi, ekosistem digital memberikan solusi untuk mengatasi tantangan ini dengan menghubungkan dan mengoordinasikan sistem dan data perawatan kesehatan secara aman.
Refleksi HarKesNas terhadap Taraf Kesehatan Negeri
Peringatan Hari Kesehatan Nasional (HarKesNas) seharusnya memberi banyak refleksi dan evaluasi agar transformasi kesehatan tidak terdengar seperti ucapan-ucapan tanpa kenyataan. Karena orang yang hidup di dunia tidak ada yang ingin sakit satu orang pun. Pasti setiap negara ingin rakyatnya hidup sehat serta pelayanan kesehatannya terjamin.
Kini pelayanan kesehatan di negeri ini masih menjadi persoalan yang belum tuntas dan masih menjadi PR besar. Sebab pemerintah masih belum maksimal memberikan pelayanan kepada rakyat secara menyeluruh, misi Indonesia Maju hanya sekedar wacana belaka.
Saat ini, kualitas SDM negeri ini, merujuk pada standar WHO yaitu setiap 1.000 masyarakat tersedia satu orang dokter, maka negeri ini membutuhkan setidaknya 275.000 dokter dengan taksiran jumlah masyarakat sekarang sekitar 275 juta jiwa. Menurut data Kementerian Kesehatan yang dihimpun Badan Pusat Statistik, pada 2022 jumlah dokter di negeri ini mencapai 176.110 orang. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari dokter-dokter seperti dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
Meski jumlah dokter meningkat 60%, kenyataan itu sejatinya belum mengubah negeri ini yang masih kekurangan jumlah dokter. Untuk menutupi kekurangan ini, pemerintah mengadakan Program Afirmasi Pendidikan Tinggi Tenaga Kesehatan (Padinaskes) dalam rangka pemerataan SDM kesehatan. Dengan diadakannya program ini diharapkan dapat memberikan jalan seluas-luasnya kepada lulusan SMA atau sederajat yang berasal dari wilayah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) yang mau mengabdi di bidang kesehatan.
Meski program tersebut berjalan, hal itu tidak menafikan kenyataan bahwa biaya sekolah kesehatan memang dikenal mahal dan belum terjangkau luas oleh masyarakat wilayah pelosok. Selain itu, kemiskinan terus menghimpit kehidupan ekonomi masyarakat. Hanya mereka yang mampu secara finansial dan mempunyai kecerdasan yang mungkin memiliki kesempatan menggapai pendidikan kesehatan sampai perguruan tinggi.
Sekarang, jumlah SDM kesehatan di negeri ini mencapai 1.182.024 orang, terdiri dari 73,13% tenaga kesehatan dan 26,87% tenaga penunjang kesehatan. Tentu saja jumlah ini masih jauh dari tersedianya kebutuhan tenaga kesehatan. Belum lagi jika dihadapkan dengan penyaluran dokter dan tenaga kesehatan di negeri ini yang belum merata sampai menjangkau pelosok desa. Melihat kenyataan ini, SDM kesehatan masih punya banyak PR yang harus dikerjakan.
Padahal, transformasi kesehatan seharusnya dimulai dari kualitas pelayanan kesehatan. Contoh indikator paling mudah dalam menilai layanan kesehatan saat ini adalah BPJS Kesehatan.
Karut-marut mewarnai perjalanan BPJS Kesehatan sebagai lembaga yang mengomersialisasi kesehatan seperti bisnis. Fakta BPJS saat ini, masyarakat harus membayar sejumlah premi, tetapi pelayanan yang diberikan sangat minim dan sebisanya atau seadanya. Sementara layanan kesehatan adalah kebutuhan asasi umum. Tidak seharusnya negara memberi pelayanan kesehatan terhadap rakyat dengan prinsip profit oriented.
Layanan kesehatan seharusnya diberikan kepada rakyat secara gratis atau setidaknya biayanya murah. Akan tetapi paradigma kapitalisme ogah memberikan pelayanan gratis. Apa yang bisa diharapkan jika pelayanan di negeri ini masih menjadi sesuatu yang langka dan sulit dijangkau?
Menuju Transformasi Kesehatan yang Mumpuni dengan Islam
Seharusnya transformasi kesehatan mengarah pada selesainya masalah dasar kesehatan, yaitu jaminan kesehatan negara kepada rakyat, seperti infrastruktur memadai, layanan kesehatan gratis, serta pemenuhan kebutuhan pokok sehingga tidak ada lagi masalah stunting, gizi buruk atau dampak buruk akibat ekonomi yang tidak sejahtera. Dan bukan disibukan pada masalah cabang seperti ekosistem digital kesehatan.
Memang digitalisasi kesehatan penting di era digital saat ini. Akan tetapi, alangkah baiknya jika negara mengutamakan jaminan kesehatan dulu sebelum bicara digitalisasi. Karena masyarakat pelosok desa lebih membutuhkan puskesmas, klinik, atau rumah sakit dan tenaga kesehatan yang tempatnya lebih dekat dengan rumah mereka.
Dalam Islam, negaralah yang harus memenuhi kebutuhan rakyatnya tanpa kompensasi. Kebutuhan pokok ini akan menjadi pehatian utama oleh negara pada rakyatnya seperti kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, dan papan adalah kebutuhan dasar rakyat. Karena itu negara harus memenuhinya sebab kesehatan merupakan salah satu layanan negar kepada rakyatnya.
Dalam islam negara tidak akan meminta biaya masalah kesehatan. Karena negara akan menjaminnya dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada rakyat dalam hal kesehatan, jadi rakyat tak perlu takut ketika sakit.
Selain itu, kesehatan adalah kebutuhan dasar bagi rakyat. Karenanya, layanan yang diberikan negara pada rakyat harus maksimal dan seoptimal mungkin karena hal itu merupakan kewajiban negara sebagai pengurus rakyat karena mendapat kesehatan yang layak adalah hak warga negara.
Oleh karenanya, negara harus memberikan pelayanan, ketersediaan alat, sampai gaji yang memadai pada tenaga kesehatan. Pelaksanaan layanan kesehatan adalah tanggung jawab negara. Sebab sejatinya negaralah yang mempunyai kuasa penuh atas pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan rakyat.
Dalam Sistem Islam, semua warga negara berhak memdapatkan layanan kesehatan, baik muslim atau non muslim. Selain itu, rakyat juga mudah dalam mengakses layanan kesehatan tanpa terhalangi kondisi geografis atau lokasi pelayanan kesehatan yang jauh.
Pelayanannya mengikuti kebutuhan medis dan selalu tersedia. Selain itu, pelayanan kesehatan juga bebas biaya yang berarti setiap warga berhak mendapatkan layanan kesehatan secara gratis tanpa dipungut biaya.
Khilafah mengelola sumber daya alam seperti hasil hutan, barang tambang, harta ghonimah, fai, kharaj, jizyah, usyur dan pengelolaan harta milik negara lainnya. Itu semua dikelola oleh negara untuk pembiayaan dalam sektor kesehatan. Jadi negara tidak memungut biaya kepada rakyatnya dalam hal kesehatan.
Seharusnya transformasi kesehatan harus merujuk pada penerapan sistem kesehatan pada masa Islam. Rasulullah SAW pernah menerapkan layanan kesehatan gratis ketika rombongan dari Kabilah 'Urainah masuk islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah SAW sebagai kepala negara lalu meminta mereka untuk tinggal di pengembalaan unta zakat yang dikelola Baitulmal di dekat Quba. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh.
Penutup
Pertanyaannya, kapankah negara ini bisa menerapkan sistem kesehatan seperti masa Rasulullah SAW? Selama negara ini masih menerapkan sistem sekuler kapitalisme, jaminan kesehatan hanya angan-angan belaka. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mendakwahkan Islam secara kaffah agar segera tegaknya Khilafah yang akan menjamin kita dari segala aspek, bukan hanya aspek kesehatan saja.
Wallahu a'lam bish shawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar