Oleh : Ummu Alesha (Ibu Pembelajar)
Pernikahan merupakan perjanjian yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom untuk hidup bersama melalui ijab qabul sesuai syariat Islam. Setiap pasangan ingin membina keluarga yang sakinah mawaddah warahmah (Samawa) yang artinya relasi antara suami dan istri yang dilandasi dengan rasa cinta serta dipenuhi kasih sayang demi tercapainya rumah tangga yang memberikan ketenangan dan ketentraman hidup.
Menikah merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan oleh Allah SWT karena dapat menghindarkan diri dari zina dan hal-hal yang dilarang agama. Setiap pasangan pastinya menginginkan kebahagiaan dalam mengarungi bahtera rumah tangga bersama hingga maut memisahkan. Terkadang, dalam dunia pernikahan sebuah teori tidaklah sama dengan realita yang dihadapi. Ketika ujian datang silih berganti, tidak semua pasangan siap dengan kondisi tersebut. Tak jarang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pun terjadi.
Dilansir dari Kompas.com (22/03/24) mantan perwira brimob berinisial MRF sering kali melakukan KDRT kepada istrinya berinisial RFB. Kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat. Kekerasan terjadi di ruang kerja MRF dan melakukan KDRT di depan anaknya. RFB dipukul, dibanting, diinjak-injak sampai janin usia empat bulan dalam kandungannya mengalami keguguran. RFB mengalami luka fisik meliputi memar pada wajah, dada dan punggung, serta lecet pada kepala dan tangan. Penganiayaan ini tidak hanya mengakibatkan luka fisik, tapi juga meninggalkan trauma yang mendalam bagi korban.
Atas perbuatannya, MRF dituntut hukuman pidana selama enam tahun penjara. Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (a), yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 44 ayat (22) juncto Pasal 5 huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai, sebagai seorang anggota kepolisian, terdakwa seharusnya melindungi dan menyayangi keluarganya. Namun ironisnya terdakwa justru melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga.
Kasus diatas merupakan salah satu fenomena gunung es yang menunjukkan rapuhnya ketahanan keluarga yang sangat mudah tersulut emosi. Dimana seharusnya seorang suami memberikan perlindungan untuk keluarganya. Istri dan anak menjadi pelampiasan ego yang disebabkan dari beberapa faktor yaitu ekonomi, rasa cemburu, perselingkuhan, tekanan pekerjaan, dan lain sebagainya. Kehidupan tidak aman lagi di dalam keluarga, ini menjadi bukti kenistaan kehidupan keluarga saat ini.
Kondisi buruk ini terjadi akibat penerapan sekulerisme dalam kehidupan. Cara pandang yang memisahkan agama dengan kehidupan membuat pemahaman masyarakat menjadi lemah terhadap ajaran islam secara kaffah. Agama hanya sebatas ritual ibadah saja sehingga tidak mampu berpengaruh dalam keseharian baik pada individu, masyarakat maupun negara.
Akibatnya, masyarakat bebas dalam berperilaku yang tidak sesuai dengan hukum syariat tanpa melihat halal dan haram. Sistem ini sangat nyata mempengaruhi sikap dan pandangan setiap individu. Jadi tak heran ketika ada masalah, rasa amarah dan kemurkaan yang menjadi dominasi. Akibatnya KDRT dalam keluarga kerap kali terulang.
Padahal ada Undang-undang P-KDRT yang sudah 20 tahun disahkan. Fakta ini menunjukkan mandulnya UU tersebut. Ini terjadi karena hukum berasal dari akal manusia, dimana manusia memiliki keterbatasan dan lemah. Ketika dzat yang terbatas membuat hukum maka semakin terbatas pula produk yang dihasilkan. Bahkan negara tidak mampu menjadi pengurus dan penjaga rakyat. Alhasil sistem ini telah gagal memberikan jaminan atau benteng perlindungan dalam keluarga.
Berbeda sangat jauh dengan cara pandang Islam yang sudah mengatur seluruh aspek kehidupan. Aturan itu semua berasal dari Allah SWT yang sesuai dengan fitrah manusia dan dapat memuaskan akal. Aturan ini baku dan tidak berubah hingga akhir zaman. Aturan Islam dapat tegak dengan tiga (3) pilar yaitu pembinaan individu yang mengarah pada pembinaan keluarga, kontrol masyarakat, dan sistem yang terpadu yang dilaksanakan oleh negara sebagai pelaksana dari aturan Allah SWT.
Ketakwaan menjadi penentu lahirnya individu-individu yang hanya patuh kepada Allah. Ikhlas dengan Islam yang diyakininya dan hanya mau diatur oleh Allah SWT. Sehingga terjalinnya hubungan suami istri layaknya persahabatan yang memberikan jaminan kedamaian, ketentraman dan perlindungan satu sama lain. Islam telah menetapkan hak dan kewajiban suami kepada istri begitu juga sebaliknya. Pemahaman terkait hak dan kewajiban suami istri inilah yang menjadi bekal bagi pasangan suami istri dalam menghadapi berbagai masalah rumah tangga.
Dalam Islam, kepemimpinan dalam keluarga terletak pada laki-laki sebagaimana Allah SWT berfirman:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya: Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. (QS. An-Nisa; ayat 34).
Imam Ath – Thabari menjelaskan maksud ayat ini adalah bahwa lelaki merupakan pelindung (pemimpin) bagi kaum perempuan dalam mendidik dan mengajak mereka kepada apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Hal itu dikarenakan kelebihan yang telah diberikan kepada laki-laki atas perempuan, dari mahar, nafkah, biaya rumah tangga, dan yang lainnya. Sehingga mereka menjadi pelaksana (pengemban) tugas dari Allah SWT untuk kaum perempuan.
Inilah gambaran shahih posisi suami atau ayah dalam keluarga. Mereka memang diberikan amanah dalam memimpin. Akan tetapi bukan berarti mereka boleh bersikap otoriter yang bisa begitu keji melakukan KDRT. Ketika istri melakukan perbuatan durhaka (nusyuz), hukuman yang diberikan hanya berupa pukulan ringan yang tidak membahayakan atau menyakitkan. Dengan demikian akan terbentuk keluarga yang samawa dan sejahtera.
Namun, untuk mewujudkan keluarga yang demikian tidak mungkin bisa berhasil jika hanya dipahami dan diamalkan pada level individu saja. Perlu ada peran dan fungsi negara untuk menerapkan sistem kehidupan berasaskan akidah Islam yakni daulah atau negara Islam. Dimana negara berperan aktif menerapkan sistem pergaulan dan sosial di masyarakat agar tercipta suasana keimanan antar masyarakat. Selain itu juga, penerapan ekonomi Islam oleh negara bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan tiap individu rakyat dengan baik, dan menyediakan layanan publik yang mudah diakses oleh masyarakat.
Pada akhirnya, ketika di dalam rumah telah terbentuk suasana keimanan, maka stressor dari luar yang minim ditemukan, sehingga tindak kekerasan di dalam rumah tidak akan mudah terpicu. Bahkan seandainya ada kekerasan pun, sanksi pidana Islam siap untuk menindak pelaku KDRT sesuai dengan kejahatan yang dilakukan dan melakukan pembinaan agar kelak kejadian serupa tidak terulang lagi. Demikianlah Islam telah memberikan solusi tuntas terhadap seluruh permasalahan yang menimpa umat manusia dengan terperinci, tegas, tuntas dan jelas. Wallahu’alam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar