Oleh: Nur Hidayati
Hari ini dapat kita jumpai beragam toko online di media sosial. Semua orang bisa dengan mudahnya berbelanja berbagai jenis model barang dan jasa, semua sudah terpajang secara online. Mulai dari barang elektronik, rumah tangga, fashion, skincare, make up, dan lain sebagainya. Jasa pemesanan kendaraan juga ada, tinggal pilih model yang diinginkan. Tinggal klik eh tiba-tiba sudah ada di depan rumah. Sah-sah saja hal ini dilakukan. Sayangnya, kemudahan ini bisa membuat orang impulsif.
Meski pemasukan terbatas tetapi demi mengejar life, ia pun rela berhutang dan membayar cicilan selama berbulan-bulan. Bahkan, berhutang sudah menjadi budaya di masyarakat. Bali sendiri merupakan incaran dari sebuah perusahaan kredit terkemuka di Indonesia, Kredivo. Seperti yang ditulis TRIBUN-BALI.com, 17 April 2024 lalu, Bali masuk dalam prioritas Kredivo karena pengguna paylater di Bali sangat banyak. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Bali pascapandemi dan mulai pulihnya fungsi sektor wisata di Bali. Pada tahun 2023 telah terjadi peningkatan jumlah pengguna Kredivo sebanyak 4 kali lipat sejak 2020.
Banyak sekali aplikasi-aplikasi yang memudahkan untuk berhutang, baik berupa penundaan pembayaran barang seperti paylater atau berupa pinjaman tunai seperti pinjol. Sebenarnya boleh-boleh saja berhutang tapi kalau dijadikan sebagai kebiasaan kan gak baik, akhirnya sedikit-sedikit hutang kan gak bener juga. Apalagi kalau hutangnya bukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, tapi hanya sekedar memenuhi gaya hidup yang konsumtif, waduh.
Ditambah lagi, aplikasi pinjaman itu kan pasti mencari untung jadi sudah pasti berbunga dan bunganya itu riba. Sayangnya masyarakat saat ini banyak yang tidak paham batasan-batasan berhutang dalam IsIam. Berhutang untuk gaya hidup dianggap sah-sah saja. Meminjam uang atau barang, meski ada riba didalamnya dianggap boleh-boleh saja. Standarnya adalah manfaat dan keuntungan semata.
Begitulah sistem kapitalisme berhasil mempengaruhi cara pandang manusia tentang kehidupan. Sistem ini berhasil menanamkan prinsip bahwa hidup adalah untuk memperoleh keuntungan duniawi sebesar-besarnya sehingga masyarakat hanya mengejar segala hal yang berbau materi. Maka dari itu, wajar jika budaya hedon dan konsumtif serta riba pun merajalela. Allah akan meridhoi mereka yang memiliki gaya hidup bersahaja. Mereka hanya membeli barang sesuai kebutuhan publik dan tidak menumpuk barang tanpa pemanfaatan. Mereka juga tidak akan berperilaku konsumtif apalagi berfoya-foya hanya demi eksistensi diri, karena faham, kelak segalanya akan dipertanggungjawabkan.
Wallahu A'lam Bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar