Oleh : Ai Sopiah
Dalam ruang lingkup kapitalisme ini berulang terjadi kekerasan terhadap anak. Terungkap anak dari selebgram Hifdzan Silmi Nur Emyaghnia atau biasa disapa Aghnia Punjabi anaknya JPA, balita 3 tahun dianiaya oleh pengasuh IPS (27). Wanita asal Jawa Timur tersebut begitu bengis menganiaya balita tak berdosa itu hingga babak belur.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang, Komisaris Polisi (Kompol) Danang Yudanto mengungkapkan bahwa pelaku merasa kesal terhadap korban karena menolak obat untuk menyembuhkan luka cakar. Penolakan balita itu lantas memancing rasa kesal pelaku, dan kemudian terjadilah penganiayaan keji.
Selain rasa kesal akibat korban tidak mau diberi obat, kata Danang, ada beberapa faktor lain yang menjadi pendorong peristiwa penganiayaan. "Tersangka mengaku saat itu ada salah satu anggota keluarga yang sakit. Namun, itu tidak bisa dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap anak," kata Kompol Danang dalam keterangan pers di Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu (30/3/2024), dilansir Antara.
Saat ini Polresta Malang Kota masih melakukan pendalaman terkait dengan kasus penganiayaan terhadap balita JAP dan memeriksa rekaman Closed Circuit Television (CCTV). Hal tersebut guna memastikan apakah ada peristiwa lain yang dilakukan tersangka terhadap korban.
Penyidikan kasus ini ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Malang Kota. Peristiwa penganiayaan balita itu terjadi pada Kamis (28/3/2024) sekira pukul 04.18 WIB. Tempat kejadian perkara berada di kediaman Aghnia Punjabi, kawasan Permata Jingga, Lowokwaru Kota Malang.
Dalam penyelidikan kasus yang menimpa putri dari Aghnia Punjabi tersebut pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap empat orang saksi. Sejumlah saksi yang diperiksa antara lain, kedua orang tua korban dan dua orang yang bekerja di rumah Aghnia. Pada saat peristiwa penganiayaan itu terjadi, kedua orang tua korban berada di Jakarta.
Polresta Malang Kota telah menetapkan IPS sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan seorang balita di wilayah Kota Malang, Jawa Timur.
Tersangka dijerat dengan Pasal 80 (1) sub (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23/2002 sub Pasal 77 UU No. 35/2014 Perubahan atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta. (Liputan6, 30/3/2024).
Menurut KPAI, ada tujuh penyebab maraknya kekerasan pada anak, di antaranya budaya patriarki, penelantaran anak, pola asuh, rendahnya kontrol anak, menganggap anak sebagai aset dari orang tua, kurangnya kesadaran melaporkan anaknya tindakan kekerasan, pengaruh media dan maraknya pornografi, disiplin identik dengan kekerasan, serta merosotnya moral.
Di luar dari tujuh sebab yang dikemukakan KPAI, faktor terbesar penyebab kekerasan pada anak terjadi sesungguhnya yakni sistem sekuler yang diterapkan saat ini. Paradigma sekuler yang tidak menjadikan Islam sebagai standar dan dasar dalam mendidik, mengakibatkan anak tumbuh dengan kepribadian yang jauh dari ketakwaan.
Kejadian yang terjadi dalam sistem sekularisme ini apapun akan dilakukan tanpa melihat aturan syariat. Sibuknya orang tua dengan pekerjaannya masing-masing menjadikan anak kurang kontrol dan perhatian dari orang tua, banyaknya tontonan yang tidak baik menjadi tuntunan tanpa adanya kontrol dari negara menjadikan anak tumbuh tanpa akidah dan ketakwaan yang kuat.
Disisi lain supaya anak aman dan tumbuh berkepribadian Islam harus dari orang tuanya yang solih solihah, lingkungan dan negara yang baik. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW,
ÙˆَÙ‚َالَ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ الصَّÙ„َاةُ ÙˆَالسَّÙ„َامُ: {Ø£َÙƒْرِÙ…ُوا Ø£َÙˆْÙ„َادَÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ£َØْسِÙ†ُوا آدَابَÙ‡ُÙ…ْ}.
Artinya: Nabi SAW bersabda: “Muliakanlah anak-anak kalian dan ajarilah mereka tata krama.” (HR Ibnu Majah)
Anak adalah aset berharga sebuah bangsa. Merekalah generasi masa depan yang akan membangun peradaban manusia. Seberapa gemilang dan seburuk apa peradaban tersebut bergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Jika generasi penerus kita menjadi pelaku atau korban kekerasan, pernahkah kita membayangkan peradaban apa yang akan terbentuk di masa depan? Oleh karenanya, Islam meletakkan perhatiannya secara penuh dalam mewujudkan generasi cerdas dan berkualitas, baik secara akademis, emosional, dan spiritual.
Perlindungan dalam Islam meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Hal ini dijabarkan dalam bentuk memenuhi semua hak-haknya, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga nama baik dan martabatnya, menjaga kesehatannya, memilihkan teman bergaul yang baik, menghindarkan dari kekerasan, dan lain-lain.
Dalam Islam, terdapat tiga pihak yang berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak. Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Kedua, lingkungan. Dalam hal ini masyarakat berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat adalah pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat akan terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapa pun. Budaya amar makruf inilah yang tidak ada dalam sistem sekuler kapitalisme.
Ketiga, negara sebagai peran kunci mewujudkan sistem pendidikan, sosial, dan keamanan dalam melindungi generasi. Dalam hal ini, fungsi negara adalah memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap anak. Negara juga menerapkan sistem sanksi Islam. Sepanjang hukum Islam ditegakkan, kriminalitas jarang terjadi. Ini karena sanksi Islam memberi efek jera bagi pelaku sehingga tidak akan ada cerita kasus kejahatan atau kekerasan berulang terjadi.
Anak adalah amanah dan titipan dari Allah Taala. Sudah semestinya kita semua mendidik dan mengasuh mereka sesuai kehendak yang menitipkan, yakni mendidik anak agar memiliki ketaatan serta kepribadian yang sesuai dengan syariat Islam.
Tiga pilar pelindung generasi, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara, tidak akan berjalan optimal tanpa penerapan syariat Islam secara kaffah. Penerapan Islam secara menyeluruh ini hanya bisa dilakukan dalam wujud sistem Khilafah. Maka untuk mencapai tujuan mari kita mengkaji dan berdakwah.
Wallahua'lam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar