Oleh : Hanifah Afriani
Jelang tahun politik 2024, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Hanya saja, Gus Yaqut, sapaan akrabnya, tidak menyebut sama sekali siapa sosok yang dimaksud.
"Harus dicek betul. Pernah nggak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah-belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih," kata Menag Yaqut di Garut, Jawa Barat, Ahad (3/9/2023).
Menag Yaqut juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. "Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok," ujarnya. (republika.co.id, 04/09/2023)
Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas diingatkan agar berhati-hati dalam memberikan pernyataannya berkaitan politik menuju Pemilihan Presiden 2024. Hal ini karena pernyataannya yang mengimbau masyarakat tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat dan menggunakan agama sebagai alat politik.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan, jangan sampai pernyataan dari Menag justru malah memicu perpecahan di antara masyarakat. (repubika.co.id, 05/09/2023)
Pernyataan Menag tersebut seolah politik dan agama dua aspek yang terpisah. Padahal dalam Islam, politik dan agama adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena memang agama sebagai fondasi, sedangkan politik adalah tiangnya. Pernyataan Menag tersebut seolah agama dan politik harus dipisahkan, halnya seperti sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.
Sistem kapitalisme memiliki asas fashluddin ‘anil hayah yakni memisahkan agama dari kehidupan, termasuk masalah politik. Dalam sistem ini, agama tidak boleh mengatur kehidupan, agama hanya sebagai perkara ibadah saja, hubungan manusia dengan Tuhannya. Selain perkara ibadah maka mereka tidak boleh memakai peraturan agama, baik dalam perekonomian, politik, dan sebagainya.
Mirisnya, pemahaman tentang sistem kapitalis makin merambah ke berbagai kalangan, bahkan hingga pejabat pun memiliki pandangan tersebut. Tidak heran manusia mengalami berbagai permasalahan, persoalan hidup, kerusakan manusia dan keterpurukannya. Karena sistem kapitalisme yang memisahkan agama dan kehidupan akan melahirkan kesengsaraan, pertentangan dan kerusakan.
Ungkapan Menag menyesatkan umat, dan membahayakan kehidupan umat, karena agama dituduh sebagai alat politik. Pandangan ini menguatkan bahwa negara ini memang sekuler.
Politik dalam sistem kapitalisme diartikan sebagai cara untuk meraih kekuasaan. Mereka berlomba-lomba meraih kekuasaan dengan berbagai cara, tanpa melihat halal haram. Sedangkan politik dalam Islam diartikan sebagai siyasi yaitu untuk mengatur, mengurus, dan meriayah umat/rakyat.
Dalam Islam, politik tak dapat dipisahkan dari agama, karena agama harus menjadi landasan dalam menentukan arah politik negara.
Agama dijadikan poros dalam setiap kehidupan. Halal haram menjadi landasan melakukan perbuatan. Sistem politik Islam akan melahirkan manusia yang bertakwa, tidak hanya pandai dalam soal agama, dalam masalah politik akan terlaksana secara paripurna. Hal ini dapat kita lihat dari penerapan Islam kurang lebih selama 14 abad dan hingga menyebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia.
Dengan memakai sistem Islam di bawah naungan khilafah, akan melahirkan kehidupan yang sejahtera dan bahagia. bagaimana tidak, semua aspek kehidupan diatur oleh Islam termasuk politik hingga penerapan hukum memakai syariat Allah. Yang jelas dan pasti akan melahirkan ketenteraman dan kemakmuran. Juga menjadikan individu dan masyarakat yang bertakwa.
Wallahu’alam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar