Oleh : Ummu Ihsan / Rembulan Purnama (Aktivis Muslimah)
Dikutip dari IDN Times, keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi dalam mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual. Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengatakan, banyak anak enggan melapor saat jadi korban kekerasan seksual di rumah.
Korban berpikir hal itu adalah aib atau mencoreng nama baik. Dia mengimbau agar orang tua juga bisa menciptakan ruang aman dan nyaman bagi anak untuk berkomunikasi.
“Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga,” kata dia dalam kegiatan Media Talk di kantor KemenPPPA, Jakarta Jumat (25/8/2023).
Selama 2023 ini, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) telah menerima 2.739 laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan 2022. Ironisnya, justru sebagian besar pelakunya (52%) adalah orang terdekat dalam lingkup keluarga, seperti ayah kandung, ayah tiri, kakek, kakak korban, paman, dan teman dekat. (Kompas, 31-7-2023).
Sejatinya tak cukup hanya keluarga, namun butuh peran nyata Negara dan masyarakat. Apalagi persoalan mendasar adalah adanya sistem yang rusak yang membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak. Selain itu lemahnya penegakan hukum juga mengakibatkan korban tidak mendapatkan keadilan yang sesuai.
Bagi demokrasi, kebebasan berperilaku adalah salah satu pilarnya sehingga segala sesuatu yang lahir dari demokrasi tidak akan jauh dari warna sekuler (pemisahan agama dari kehidupan).
Selanjutnya, perlu peran strategis dari penguasa, baik dari setempat maupun tingkat yang lebih tinggi hingga ke pemerintah pusat. Mereka juga harus menerbitkan kebijakan agar terjadinya kekerasan seksual bisa dihentikan secara sistemis.
Faktor-faktor yang mempercepat proses terjadinya pun harus diberantas hingga tuntas. Media harus menjadi instrumen positif, bukan malah disalahgunakan untuk menderaskan ide sekuler liberal. Satuan-satuan pendidikan pun tidak boleh tersusupi ide-ide liberal.
Islam memberikan solusi komprehensif untuk menanggulangi kekerasan seksual, dalam hal ini terdiri atas tiga pilar. Pertama, individu yang bertakwa. Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka. Ketiga, negara yang menerapkan sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai.
Individu yang bertakwa lahir dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan. Keluarga yang terikat dengan syariat Islam kaffah akan melahirkan orang-orang saleh yang enggan berlaku maksiat. Potret keluarga seperti inilah yang mampu untuk melindungi anak-anak di dalamnya dari kejahatan kekerasan seksual, termasuk menutup celah munculnya predator seksual dari keluarga sendiri.
Keluarga tersebut tentu tidak bisa berdiri sendiri. Mereka perlu lingkungan tempat tinggal yang nyaman bersama masyarakat yang kondusif. Masyarakat tersebut harus memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama-sama bersumber dari syariat Islam, demikian pula landasan terjadinya pola interaksi di antara mereka. Kondisi ini membuat mereka tidak asing dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Mereka tidak akan bersikap individualistis karena mereka meyakini bahwa mendiamkan kemaksiatan sama seperti setan bisu.
Finalnya, yakni negara yang menerapkan aturan Islam kaffah sehingga mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam mampu berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, maka sanksi tersebut dapat menebus dosanya.
Dengan demikian jelas, sistem islam inilah yang mampu mewujudkan perlindungan hakiki bagi warga negaranya dari berbagai tindak kejahatan.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar