Oleh: N. Vera Khairunnisa
Sudah satu bulan berlalu sejak penayangan perdananya, film Jejak Khilafah di Nusantara hingga hari ini masih menjadi topik menarik untuk diperbincangkan. Bagi yang sudah nonton, barangkali akan muncul rasa haru. Bersyukur karena saat ini, kita tinggal di negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Kita juga akan semakin penasaran dengan sejarah, sehingga lebih banyak lagi belajar, mencari tahu kebenaran yang selama ini berusaha disembunyikan. Perasaan rindu akan tegaknya kembali Khilafah juga akan muncul, sebab syiar Islam mampu tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia tak lepas dari adanya peran Khilafah.
Hanya saja, berbarengan dengan perasaan haru, syukur dan rindu yang bercampur dalam satu waktu, ada juga perasaan miris ketika muncul berita-berita miring mengenai film Jejak Khilafah di Nusantara. Mulai dari tuduhan film JKdN adalah propaganda khilafah ala HTI. Film yang ditonton oleh lebih dari 200 ribu orang tersebut juga dinilai banyak mendistorsi sejarah. Khilafah digambarkan sempurna tanpa cacat dan semua bernilai Islam. Mereka menyangsikan kebenaran isi film bahkan disebut hanya khayalan, sampai tudingan penggunaan bot untuk memviralkan film JKdN di twiter.
Menyikapi tudingan-tudingan miring itu, tentu harus bijak. Kita sudah memahami bahwa begitulah alaminya, ketika menyampaikan kebenaran, maka akan ada pihak-pihak yang tidak suka. Sehingga mereka menggunakan berbagai cara untuk melakukan perlawanan. Sebab, apa yang kita sampaikan akan mengganggu kepentingan mereka.
Tetaplah kembali pada perasaan haru, syukur, panasaran dan rindu. Yang dengan semua perasaan itu akan memunculkan semangat berjuang mencari dan menyebarkan kebenaran sejarah Islam di Indonesia. Sejarah yang kita ambil dari sumber paling terpercaya, bukan sejarah yang dibuat oleh pihak sarat kepentingan. Kita akan menemukan bukti yang nyata adanya hubungan antara kekhilafahan di Turki dengan kesultanan-kesultanan yang ada di Indonesia.
Tulisan ini tidak akan membahas bukti-bukti itu. Namun ingin berupaya mengajak pembaca agar bisa mengambil hikmah dari sejarah. Bahwa hal yang terpenting ketika kita belajar sejarah, bukan sekedar mengenal sebuah peristiwa, tahun kejadian, atau tokoh-tokoh yang ada di dalamnya siapa saja. Lebih jauh dari itu, mempelajari sejarah sejatinya agar kita bisa mencontoh kebaikan-kebaikan yang ada di dalamnya. Dan tidak mengulang kesalahan-kesalahannya.
Lantas, apa saja hikmah yang bisa diambil dari mempelajari sejarah Jejak Islam di Nusantara?
Tak dipungkiri bahwa pada masa kekhilafahan, penerapan yang buruk pernah terjadi. Namun terlepas dari adanya fakta buruk penerapan Islam pada masa itu, sistem Khilafah tetaplah sistem yang agung dan sahih. Khilafah merupakan sistem pemerintahan dalam Islam yang wajib diperjuangkan kembali penegakannya.
Para imam mazhab telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, “Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal.” [Ibn Hajar, Fath al-Bâri, Juz XII/205].
Bahkan, ulama Nusantara Syeikh Sulaiman Rasyid, dalam kitab fikih yang sangat terkenal berjudul Fiqih Islam, juga mencantumkan bab tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Jadi Khilafah adalah sistem pemerintahan yang wajib ditegakkan umat Islam. Kewajiban ini sama sekali bukan berlandaskan keindahan-keindahan penerapan Islam dalam sejarah, namun berlandaskan dalil-dalil syar'i.
Adanya penyimpangan penerapan aturan Islam merupakan hal yang alamiah. Sebab Khilafah adalah negara basyariyah (negara yang dijalankan manusia). Konsep Khilafah berasal dari wahyu, namun pelaksananya adalah manusia biasa.
Keburukan di dalam sejarah bisa dijadikan ibrah untuk masa depan, bahwa ketika manusia menyalahi aturan-aturan Allah, maka ia akan mendapati kesengsaraan dalam hidupnya. Sebagaimana hari ini, berbagai kesulitan terus menimpa kaum muslim. Syiar Islam yang seharusnya terus meluas sampai mampu menyelimuti bumi dengan Islam pun terhenti. Bahkan umat Islam tercerai berai akibat sekat nasionalisme.
Allah swt. berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaha: 124)
Terlepas dari adanya penerapan Islam yang buruk, kita akan mendapati bahwa pada masa itu, Islam diterapkan secara totalitas oleh sebuah negara yang disebut Khilafah. Hal inilah yang menjadi faktor Islam mudah tersebar luas ke seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Kita menjadi muslim, tau tentang aturan Islam, dijauhkan dari akidah sesat dan aturan manusia yang penuh kebodohan, melalui pengaruh Khilafah pada masa itu.
Selain itu, adanya hubungan erat antara kekhilafahan dengan kesultanan di Indonesia juga akan menyadarkan kita betapa keberadaan institusi khilafah tidak mengenal sekat-sekat nasional. Sehingga meski berbeda wilayah, tidak menjadikan penghalang untuk menjalin hubungan sebagai sesama muslim. Baik dalam politik, ekonomi, maupun militer.
Fakta ini akan memunculkan kerinduan kita pada khilafah. Sehingga kita akan lebih semangat lagi di dalam memperjuangkan tegaknya khilafah. Biarlah para pembenci khilafah berupaya menghalang-halangi tegaknya, sebab kita yakin bahwa Allah akan memberikan pertolongan-Nya.
Allah swt. Berfirman:
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًٔا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. Al Nur:55)
0 Komentar