Oleh : Ratna Mufidah, SE
Beberapa tahun terakhir, istilah khilafah semakin booming. Tak hanya dikalangan kelompok pengusungnya saja, isu khilafah sudah bertransformasi menjadi isu nasional yang diperhitungkan para elit kekuasaan. Terbukti, sejak dicabutnya Badan Hukum HTI, ide khilafah ikut dikriminalisasi dan dipandang sebagai ancaman di negeri ini.
Berbagai pernyataan yang menyudutkan khilafah sebagai ajaran terlarang bahkan seolah dibenturkan dengan Pancasila juga terdengar. Berbagai statemen maupun framing media pun dilakukan untuk membuat kesan seolah-olah keberadaan dan aktivitas HTI bisa merongrong Pancasila. Padahal HTI beraktivitas mendakwahkan Islam yang merupakan perintah mulia dari Allah SWT sebagaimana yang dilakukan Rasul dahulu.
Dakwah adalah menyampaikan syiar mulia, agar sinar terang Islam menerangi umat manusia melalui penerapan syariat Islam yang kaffah. Sinar terang Islam akan menjadi rahmat, kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.
Dari penerapan Islam tersebut, solusi berbagai permasalahan kehidupan akan bisa diraih. Sangat relevan sekali bila saat ini masyarakat dan Negara yang sedang menghadapi berbagai macam persoalan ini bila menengok syariat Islam sebagai pilihan. Sebagaimana sejarah nenek moyang bangsa ini tak bisa dilepaskan dari Islam, bahkan jauh sebelum kemerdekaan. Penerapan Islam tentu akan mampu mengakomodir nilai-nilai Pancasila, mewujudkan cita-cita perjuangan yang ingin dicapai para pahlawan dan pendiri bangsa ini.
Ironisnya, justru saat ini ada fraksi yang mengusulkan Pancasila supaya menjadi trisila dan kemudian ekasila melalui RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Tentu hal tersebut langsung menjadi polemik dan terjadi penolakan dari berbagai kalangan, seperti MUI, NU, Muhammadiyah dan Alumni 212.
Kita tentu seakan dibuat bingung dengan skenario yang ada, bukankah beberapa waktu lalu sangat diagungkan sekali istilah “Pancasila harga mati”. Kemudian disusul dengan berbagai peristiwa yang mendukung hal tersebut, seperti mengemukanya jargon “Saya Indonesia, saya Pancasila”. Tak peduli yang mengucapkannya adalah seorang koruptor kelas kakap, artis porno, ataupun politikus yang menjual aset-aset negara kepada swasta. Seolah-olah sudah menjadi sosok yang pancasilais asal tidak bicara Islam kaffah.
Jika memang “harga mati”, pada faktanya saat ini ada yang mengusulkan perubahan isi sila-sila Pancasila sebagai dasar negara. Bukan itu saja, menurut sekjen DPP PDIP Hasto Kristianto, PDIP juga setuju penambahan ketentuan menimbang untuk menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, seperti Marxisme - komunisme, Kapitalisme - Liberalisme, Radikalisme serta bentuk Khilafahisme. Artinya jika RUU HIP disetujui jadi undang-undang, penyebar paham Marxisme-Komunisme, Kapitalisme-Liberalisme, Radikalisme dan Khilafahisme akan diburu dan ditangkap karena bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Istilah yang diberi tambahan “isme” mempunyai makna yang menunjukkan suatu faham atau ajaran atau kepercayaan. Sistem kepercayaan berdasarkan politik. Khilafah bila dilihat kembali maknanya, sama sekali tidak menunjukkan hal tersebut. Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang telah diwariskan oleh Rasul kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dan kemudian dilanjutkan para khalifah setelahnya.
Jika istilah khilafah mengacu pada bentuk sistem pemerintahan, maka bila disejajarkan dengan bentuk sistem yang lain, ada sistem pemerintahan republik, federal, monarki atau kerajaan termasuk demokrasi. Maka sebagaimana selama ini kita tak pernah mendengar istilah republikisme, federalisme dan sebagainya. Khilafahisme tiba-tiba muncul dalam pembahasan RUU HIP dan disejajarkan dengan ajaran komunisme-marxisme serta liberalisme. Ada maksud apa?
Wajar bila ajaran komunisme-marxisme, leninisme tertolak di Negeri ini, bukan hanya karena tak sesuai dengan fitrah manusia, tetapi juga terbukti melakukan penghianatan, pembantaian dan pemberontakan lewat bendera Partai Komunis Indonesia (PKI) di beberapa daerah yang puncaknya adalah peristiwa G30S-PKI.
Lantas, apa dosa umat Islam sehingga ajarannya dipersoalkan? Bukankah khilafah adalah bagian dari ajaran Islam yang wajib diterapkan. Dalil-dalilnya sudah jelas sekali baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah. Mengapa ajarannya seolah dianggap sebagai ancaman? Jika memang demikian, ancaman bagi siapa?
Tentu bagi pihak-pihak yang tidak menginginkan Islam tegak sebagai ajaran yang kaffah. Karena bila khilafah tegak, tak ada lagi ruang bagi koruptor, pelaku maksiat, ataupun pejabat-pejabat yang suka mementingkan kepentingan diri dan pihak asing. Para pembenci Islam akan selalu melakukan cara-cara untuk menyudutkan ajaran Islam agar Islam tidak tegak kembali. Karena bagi mereka, tegaknya Islam adalah sebuah ancaman.
0 Komentar